Marketing Trends zkumparan

Tas Asli Indonesia Menerobos Pasar Fashion Dunia

Riza Assegaf-Fara Shahab

Tahukah pembaca, DD adalah tas asli buatan Indonesia. Dibesut oleh pasangan suami-istri muda Riza Assegaf-Fara Shahab tahun 2013, sejak awal visinya membuat tas premium dari bahan kulit khusus (reptil) untuk menggaet pasar internasional. Kebetulan, orang tua Riza memiliki perusahaan kulit reptil Cardina yang berdiri sejak 1985. Cardina merupakan induk perusahaan kulit reptil terbesar di Indonesia dan berpengalaman panjang sebagai pemasok dan distributor kulit reptil seperti ular piton, kadal, hingga buaya yang dipasarkan ke Eropa hingga Amerika untuk klien-klien yang merupakan merek-merek ternama, seperti Bvlgari hingga Hermes, yang harganya puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.

Rupanya, generasi kedua pemilik Cardina geregetan melihat merek-merek ternama itu menggunakan kulit dari Indonesia tanpa orang Indonesia menyadarinya. Meskipun Cardina juga memiliki merek tas sendiri Helmer atau Taxidermy, Riza dan Fara merasa tidak ikut melahirkannya. Maka, mereka memutuskan membuat merek sendiri untuk membanggakan Indonesia. “Awalnya memang tidak mudah menerobos pasar high-end, sehingga kami harus menyusun strategi,” ujar Fara tentang pengalamannya memulai usaha.

Yang pertama dilakukan adalah merancang model bisnis agar berbeda dengan bisnis orang tuanya. Yang dirintis orang tua Riza itu lebih ke pemasok bahan baku kulit setengah jadi, manufaktur, dan distributor, sedangkan yang dikelolanya sekarang adalah memproduksi tas dari A-Z. “Kalau soal manufaktur, kami memang sudah pengalaman 30 tahun lebih, tapi tidak kalah berat di sektor branding-nya,“ kata Fara. “Di Indonesia sendiri masih jarang ada brand aksesori yang mendunia. Jadi, tujuan kami memang ingin membawa merek Indonesia ke pentas dunia. Kiblat kami adalah merek-merek high-end di dunia,” demikian tekad Fara yang didukung penuh oleh sang suami.

Menurut Riza, bidang manufaktur dan branding ini adalah dua dunia yang berbeda. “Maka, kami berdua saling melengkapi, saya punya pengalaman di manufaktur dan Fara punya skill marketing yang cukup baik, ditambah kreativitasnya dalam hal mendesain, jadilah kami jalan,” Riza menjelaskan.

Fara mengatakan, nama DD diambil dari nama Yunani karena menurut mereka, Yunani itu negara yang kaya dengan sejarah, seni, dan klasik. “Jadi, memang pertama kali kami mau brand ini kami berpikirnya ini brand untuk market yang seleranya klasik, timeless, berkelas, dan elegan. Jadi, orang nggak bosan, dan tidak harus terus ganti gaya tasnya kalau sudah lewat trennya,” katanya. Dia memilih desain klasik, timeless-elegance. “Bahkan, koleksi kami yang kami keluarkan pertama kali itu sampai sekarang ada terus permintaannya, malah tambah banyak peminatnya,” lanjutnya senang.

Nama DD dinilai Fara juga nama universal. “Karena kami ingin dari awal orang kenal brand ini sebagai brand internasional, bukan ini brand dari negara mana. Jadi, kami mau dari awal brand ini sudah ditempatkan sebagai brand global, bukan brand Indonesia yang jadi global,” papar Fara yang secara detail mengatur strategi branding mereknya.

Bahkan, untuk melahirkannya pun sengaja dipilih Dubai sebagai tempat resmi peluncuran. Mengapa? “Kami sengaja agar secara tidak langsung merek kami melekat dengan modest fashion dunia,” ungkap Fara. Terbukti, DD langsung diterima dengan sangat bagus sehingga dalam waktu tidak lama juga sudah diterima di negara-negara tetangga Dubai. “Kami terpilih jadi exclusive bag sponsor for Dubai Modest Fashion,” katanya. Saat itu ada 22 orang modest fashion blogger yang jalan show bersamanya. “Tentu senang bisa disandingkan dengan modest fashion dunia,” lanjutnya bangga.

Bagi Fara, tujuan akhir pengembangan DD tetap Indonesia. Namun, berhubung di Indonesia kebanyakan pasarnya sangat brand-minded, ia pun memilih strategi melipir dengan membangun dan melahirkannya di luar negeri dahulu, nanti setelah mapan, baru masuk ke Indonesia. “Dengan begitu orang-orang akan melihat, o iya di luar saja diapresiasi bagus, berarti brand ini berkualitas, tidak asal mahal,“ Fara mengungkapkan strateginya.

Saat ini DD sudah menggarap enam negara di Timur Tengah dan Amerika. Seluruh produksi dari kulit mentah sampai barang jadi dikerjakan semua di Indonesia, tepatnya di daerah Cipadu, Tangerang Selatan. Tahun depan, 2019, mereka akan konsentrasi menggarap pasar Amerika, setelah baru saja sukses mengikuti New York Fashion Week The First Stage. Mengangkat tema Polymorph yang diambil dari terminologi Yunani yang memiliki arti objek yang memiliki banyak bentuk, seperti bentuk geometrik, DD menjadi satu-satunya produk tas yang mendukung desainer Indonesia di ajang New York Fashion Week 2018.

Riza yang bertindak sebagai direktur pengelola mengatakan, hingga saat ini produksi DD rata-rata 150-200 unit per minggu; dengan menggunakan 90% kulit eksotis, yaitu kulit ular dan buaya dari Indonesia. Adapun untuk kebutuhan kulit burung unta, saat ini masih impor, karena memang tidak ada hewannya di Indonesia.

Harganya berbeda-beda, tergantung pada jenis kulit yang digunakan. Kulit buaya, misalnya, harganya lebih tinggi dibandingkan kulit lain. “Tas dari kulit piton harganya US$ 650-1.500 (Rp 7 juta–18 juta). Adapun kulit buaya, karena susah didapat dan regulasinya juga enggak mudah, harganya lebih mahal, US$ 1.400-2.500 (Rp 17 juta-28 juta),” katanya.

Sama seperti tas merek ternama, DD juga dilengkapi dengan sertifikat dan garansi. Untuk kulit yang rusak, selama tidak disebabkan oleh kelalaian pengguna, DD siap memperbaikinya. Fara menjamin kualitas barangnya, terlebih produksi ditangani langsung oleh dirinya dan suami. Tidak hanya itu, produksi yang dipusatkan di Indonesia ini diakuinya telah melalui kontrol kualitas yang ketat. “Tiap tahapan produksinya selalu ada quality control-nya; mau memilih bahannya dicek dulu, mau dijahit dicek dulu, setelah dijahit dicek lagi, sampai kemudian barang mau dikirim pun kami cek ulang lagi untuk memastikan barang benar-benar berkualitas dan tidak ada yang cacat produksi,” ungkapnya.

Urusan kreatif berada di tangan Fara. “Benar, pengerjaan desain mostly saya, dibantu tim desain. Total kami memiliki 26 orang, di luar produksi/tukang,” katanya. Menurut ibu dua putra ini, terkait desain tas, pasti melalui riset terlebih dahulu, termasuk selera pasar negara yang dituju. “Kami juga mendapat masukan dari reseller eksklusif kami yang ada di masing-masing negara,” ujarnya. Misalnya, di Timur Tengah mereka lebih suka dengan tas yang elegan, seperti statement bag. Adapun di Amerika, lebih ke fungsinya. “Jadi, desain yang banyak saku, atau tas untuk kerja dan traveling itu paling banyak peminatnya di sana,” lanjutnya. Seperti produk fashion pada umumnya, dalam setahun DD akan mengeluarkan empat koleksi: spring, summer, fall, dan winter dengan tema capsule collection dan travel serries. (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved