Technology

Ini 5 Tren Bisnis Telekomunikasi Tahun 2016

Ini 5 Tren Bisnis Telekomunikasi Tahun 2016

Asia Tenggara menjadi kawasan yang termasuk cepat dalam hal penyerapan teknologi telekomunikasi. Hal ini yang membuat PwC kemudian memetakan lima tren yang patut dicermati para pemain dalam bisnis telekomunikasi di kawasan ini sepanjang 2016 ini. Pemetaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan banyak hal yang mengikat di dalam kawasan Asia Tenggara, termasuk kepentingan politik, ekonomi, lingkungan, perdagangan, investasi, masyarakat dan hubungan kebudayaan. “Laporan lima tren ini kami rencanakan jadi agenda tahunan seperti yang kami lakukan di kawasan lainnya, “ ujar Mohammad Chowdhury, peneliti dan ahli Telecom, Media & Technology PwC untuk kawasan Australia, Asia Tenggara dan Selandia Baru.

Mohammad Chowdhury,, ahli dan konsultan bidang telekomunikasi dari PricewaterhouseCoopers untuk wilayah Austra;ia, Asean, dan Selandia Baru

Mohammad Chowdhury, ahli dan konsultan bidang telekomunikasi dari PricewaterhouseCoopers untuk wilayah Austra;ia, Asean, dan Selandia Baru

Lima tren tersebut adalah :

1. Demokratisasi Data Seiring dengan bergesernya penggunaan layanan SMS dan panggilan suara menuju pesan instan dan VOIP, tekanan terhadap operator makin berat untuk meyakinkan pelanggan bahwa ada nilai tambah yang akan mereka dapatkan dari layanan jaringan yang berbayar. Harga layanan data di seluruh kawasan ini akan menurun seiring dengan semakin ketatnya persaingan. Sebagai gambaran, harga layanan data di Indonesia saat ini rata-rata US$ 1 per GB, di Malaysia US$ 5 per GB, kemudian di Thailand US$ 6 per GB dan di Filipina US$ 8 per GB.

“Saat ini pertumbuhan sms dan voice cenderung flat, sedangkan layanan data terus tumbuh positif,” jelas Mohammad. Bahkan menurut Mohammad, layanan data di Indonesia lebuh dahulu menunjukkan peningkatan pengguna dibandingkan Singapura, “Indonesia justru lebih awal menunjukkan gejala peningkatan yang signifikan “ ujarnya.

2. Memecahkan Kode Digital Tahap Awal

Setiap negara ASEAN memiliki pandangannya sendiri terhadap tren ini. Singapura mencermatai hal ini sebagai cara baru agar dapat menjadi negara cerdas. Sementara itu Malaysia melihatnya sebagai slogan yang menajdi dasar tahapan inovasi dan pertumbuhan produktivitas yang sangat diperlukan. Selama tahun 2016, kita akan melihat munculnya berbagai pandangan yang lebih mara – dimana digital menciptakan banyak hal mulai dari kota cerdas, pemantauan kondisi pasien jaraj jauh, maupun otomatisasi peralatan rumah tangga dan mesin. Analitik dan internet of things juga akan marak. Meski demikian, menurut Mohammad perkembangan digital akan memerlukan waktu untuk dapat mencapai kematangan, dengan dimulai dari perusahaan-perusahaan yang berfokus pada jasa.

PwC

3. Intensitas Persaingan yang Semakin Kompleks

Di tahun 2016 ini, akan semakin banyak aktivitas persaingan di negara-negara Asia Tenggara, termasuk adanya pendatang baru di Filipina, Singapura dan kemungkinan di Myanmar. Akuisisi akan terjadi di seluruh rantai nilai, mulai dar pengambil alihan pusat data hingga perusahaan aplikasi seluler, sementara para pemain di bisnis BTS akan berkonsolidasi untuk menciptakan nilai melalui jejak yang lebih besar dan penyewa yang lebih banyak. Di Indonesia yang terjadi adalah konsolidasi untuk operator yang tumbuhnya tidak sesuai perkiraan.

Selain itu, persaingan di Indonesia, untuk tingkat grup atau korporasi operator belum terlalu tinggi intensitasnya. Tetapi dibawahnya, persaingan terasa sengit antar produk-produk dari masing-masing grup operator. Menurut Mohammad, hal ini terjadi, sebab, di Indonesia hany ada 3 grup pemain besar dan satu diantaranya telah mengusai pasar hampir separuhnya, sehingga secara grup sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengambil pasar si pemimpin. Tetapi, jika dilihat lebih dalam, mereka masih saling “rebutan” pasar diantara produk-produknya.

Hal kedua yang mendorong intensitas persaingan adalah perilaku konsumen di Indonesia yang suka dengan cara “pakai dan buang”, artinya mereka dengan mudah mengganti karti SIM baru, hal ini menimbulkan fenomena “rotational competitions”.

4. Mempertahankan Perhatian Pelanggan

Intensitas persaingan juga akan datang dari luar industri telekomunikasi, yakni teknologi digital. Teknologi ini kelak akan memungkinkan lebih banyak perusahaan berhubungan secara langsung dengan pelanggan, mulai dari perusahaan manufaktur mobil hingga bank dan penyedia jasa layanan kesehatan. Sementara saat ini di Asia Tenggara, dapat dilihat adanya pertarungan antara perusahaan telekomunikasi untuk dapat mempertahankan pelanggannya dengan berusaha memenuhi kebutuhan komunikasinya. Pada tahun 2016, menurut Mohammad, pesaing bagi perusahaan telekomunikasi bukan lagi sesama pemain, melainkan perusahaan non-telekomunikasi yang menggunakan teknologi digital untuk melayani pelanggan mereka. “Akan tercipta jalur-jalu komunikasi baru yang tidak lagi melibatkan jasa operator telekomunikasi, “ ujar Mohammad. Di Indonesia sendiri sudah muncul, salah satunya adalah layanan pemesanan taksi dari salah satu grup taksi tertua di Indonesia.

5. Menyadari Bahwa Model Bisnis Tidak Dapat diperbaiki Begitu saja

Pada tahun 2016, investor akan bergantung pa da pembuat kebijakan. Oleh karena itu menurut Mohammad, para regulator hendaknya lebih berperan aktif dalam upaya mendukung investasi, mempromosikan interkoneksi dan akses yang merata, memikirkan kembali hak-hak pelanggan dan menanggulangi peningkatan biaya yang disebbakan oleh pelanggaran keamanan siber. Para pemain di industri telekomunikasi alias oprator, hendaknya sudah mulai mengambil langkah preventif untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang akan terjadi. Model bisnis yang ada saat ini akan tidak sesuai untuk mencetak pertumbuhan. Bberapa harus menjajaki transformasi operasi dan biaya sehingga menjadi cukup tangkas untuk bersaing dengna lebih baik di dunia digital. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved