Technology zkumparan

Jurus Lima Sekawan Mencari Peruntungan di Bisnis Quick Commerce

Jurus Lima Sekawan Mencari Peruntungan di Bisnis Quick Commerce
Vincent Tjendra, founder & CEO Astro.
Vincent Tjendra, Co-founder & CEO Astro.

Model bisnis quick commerce belakangan ini makin dibutuhkan seiring merebaknya industri e-commerce yang tumbuh pesat selama era pandemi. Salah satu pemain yang aktif di bisnis ini ialah Astro yang dirintis Vincent Tjendra dan empat kawannya. Konsep bisnis quick commerce sebenarnya mirip e-commerce pada umumnya, hanya berbeda dalam hal kecepatan pengiriman atau delivery.

“Usaha ini dimulai karena pada awal jualan online sekitar 80% pembeli bertanya apakah barangnya tersedia. Kedua, bertanya seberapa cepat barangnya sampai. Akhirnya, kami melihat model bisnis quick commerce ini menarik karena barangnya ready dan pengiriman barang dalam 10-15 menit,” kata Vincent yang menjadi Co-Founder & CEO Astro. Vincent dan empat kawannya merintis Astro pada September 2021.

Keempat temannya itu, Jessica Jap, Marcella Moniaga, Sherlyn Gautama, dan Wandi Budianto, berpengalaman di perusahaan tech startup seperti Tokopedia, Traveloka, dan Sirclo. Vincent sendiri pernah menjabat sebagai VP Product Tokopedia.

“Awalnya, kami juga kurang yakin bahwa model bisnis quick commerce ini akan berjalan bagus di Jakarta dengan melihat kondisi lalu lintas yang macet. Namun, akhirnya kami coba telusuri menggunakan motor, ternyata peluangnya bagus,” ungkap Vincent.

Astro menyediakan layanan pembelian barang (bahan makanan dan kebutuhan pokok) dan siap mengantarkannya ke pelanggan dalam waktu 15 menit, selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Cara kerjanya, ketika mendapat pesanan, tim Astro langsung memperoleh list belanjaan, kemudian mereka mengambil barang di tempat penyimpanan lalu mengirimnya segera.

Untuk membesarkan rintisan ini, Vincent berbagi peran dengan empat pendiri lainnya. Ia sebagai CEO, lalu Jessica bertugas sebagai COO, Marcella menjadi CCO, Sherlyn sebagai Chief Sourcing & Merchandising, dan Wandi menjadi VP Operation.

Layanan Astro menyasar para ibu dan pekerja. “Harapannya, kami bisa membantu mereka di tengah kesibukannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari,” ujar Vincent.

Kini Astro menawarkan sekitar 1.500 stock keeping unit (SKU), mulai dari kebutuhan pokok seperti sayur, buah, protein, perlengkapan bayi, elektronik, snack, susu, cokelat, hingga paket masak. Diakuinya, Astro makin pesat berkembang sejak kasus omicron menguat sekitar Februari 2022.

Diam-diam Astro kini sudah berkembang pesat organisasinya. Kini di kantor terdapat sekitar 200 karyawan, sedangkan untuk packing dan kirim barang sekitar 1.000 orang. “Untuk cakupan layanan, kami mencakup Jadetabek. Untuk Jakarta bisa melayani sekitar Menteng, Pondok Indah, Jagakarsa, PIK, Pluit, Kemayoran, dan Kelapa Gading, serta sudah masuk Alam Sutera, BSD, Serpong, Bintaro, Bekasi, Depok. Kami sudah memiliki 50 titik dark store,” Vincent menjelaskan.

Astro telah tumbuh lebih dari 10 kali lipat sejak pendanaan Seri A awal tahun 2022. Rating aplikasi 4,8-4,9 dan hampir 1 juta kali diunduh. “Trennya terus meningkat, namun saat ini yang menjadi fokus bagaimana perusahaan bisa meningkatkan infrastrukturnya agar lebih efisien,” ungkapnya.

Astro juga meluncurkan produk private label, antara lain kopi, roti, dan kue, berkolaborasi dengan bisnis lokal. Yang jelas, Astro sudah mendapatkan beberapa perputaran pendanaan.

Dari putaran pendanaan tahap awal, diperoleh dana US$ 4,5 juta dari sejumlah investor. Kemudian, belum lama ini telah mendapatkan pendanaan Seri B senilai US$ 60 juta, yang dipimpin oleh Accel, Citius, dan Tiger Global. Total pendanaan telah lebih dari US$ 90 juta. Investor yang terlibat sebelumnya antara lain AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, dan Sequoia Capital India.

Vincent optimistis, ke depan peluang bisnis quick commerce akan tumbuh pesat seiring tumbuhnya bisnis e-grocery. Dalam catatannya, walaupun kini di bisnis ini setidaknya ada lima pemain yang jadi kompetitor, bisnis e-grocery memiliki skala pasar yang besar, mencapai US$ 6 miliar pada 2025 atau sekitar US$ 1 miliar setiap tahun. Tak mengherankan, tahun ini pihaknya menargetkan bisa membuka lebih banyak lokasi cakupan di Jabodetabek dan menambah SDM dari 200 orang saat ini menjadi 300 orang.

Istijanto, ahli dan pengamat pemasaran dari Universitas Prasetiya Mulya, melihat layanan quick commerce (Q-commerce) akan memiliki pasar tersendiri, terutama dengan melihat sisi manfaatnya (benefit sought). Konsumen bisa berharap layanan pengiriman instan atau seketika dalam waktu 15-30 menit.

Sejatinya, kebutuhan konsumen terhadap tipe produk-produk yang diharapkan diperoleh segera memang ada, yang selama ini dipenuhi konsumen dengan pergi berbelanja sendiri ke toko terdekat. “Memang ada kebutuhan konsumen yang mendesak, layanan Q-commerce memanjakan konsumen yang maunya serba instan, tidak sabar menunggu, atau mencari kepastian,” kata Istijanto.

Menurutnya, untuk bisa sustain, tentu janji dalam waktu mesti ditepati karena dalam layanan Q-commerce, waktu menjadi ukuran mutu dari sisi kinerja (performance). Yang jelas, bila pasarnya menjadi besar, akan mengundang pemain-pemain baru untuk masuk. Selain itu, tantangan di bisnis ini ialah manajemen operasional dan kemampuan logistik yang harus mampu mengirim dengan cepat di jalanan yang penuh dengan kemacetan. (*)

Sri Niken Handayani & Sudarmadi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved