Technology

Accenture Identifikasi 6 Tren TI 2014

Accenture Identifikasi 6 Tren TI 2014

Accenture Technology Vision 2014 mengidentifikasi adanya 6 tren teknologi yang memungkinkan sejumlah korporasi bergabung dengan perusahaan startup. Hendra Godjali, Managing Director Accenture Indonesia, mengungkapkan bahwa para pelaku bisnis di Indonesia yang selama ini melakukan adopsi inovasi dengan cukup cepat akan mampu mengikuti perubahan-perubahan tersebut.

Sementara 6 tren TI yang disinyalir mampu mendorong pergeseran kekuatan digital diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Digital-Physical Blur. Seperti yang kita ketahui, dunia riil saat ini telah disalip ranah maya dengan hadirnya wearable device, perangkat, dan mesin pintar yang menyediakan real-time intelligence. Bagi konsumen, hal ini dinilai mampu memberdayakan mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Sementara bagi organisasi, manfaatnya akan terasa dalam memperoleh data yang relevan dan bersifat real-time. Dalam bidang perawatan kesehatan misalnya, Koninklijke Philips N.V. menjalankan aplikasi percontohan Google Glass™ yang memungkinkan dokter secara bersamaan memonitor tanda-tanda vital pasien dan menanggapi perkembangan prosedural operasi, tanpa harus mengalihkan perhatian dari pasien.

Kedua, tren From Workforce to Crowdsource. Teknologi memungkinkan organisasi untuk memanfaatkan kumpulan sumber daya yang tersebar luas di seluruh penjuru dunia. Melalui organisasi seperti Kaggle Inc., sebuah jaringan global yang terdiri atas pakar komputer, matematika, dan pengolahan data yang berkompetisi untuk memecahkan masalah mulai dari menemukan perusahaan penerbangan terbaik sampai bagaimana mengoptimalkan lokasi toko retail. Mereka menggunakan cara tersebut untuk mencapai tujuan bisnis seperti menggaet tenaga kerja yang masif dan responsif serta mampu memecahkan masalah bisnis paling rumit.

Paul Daugherty, Chief Technology Officer Accenture, sumber : https://www.google.co.id

Paul Daugherty, Chief Technology Officer Accenture, sumber : https://www.google.co.id

Ketiga, Data Supply Chain. Teknologi data berkembang dengan pesat. Namun mayoritas diantaranya masih diadopsi secara sedikit demi sedikit. Akibatnya, masih banyak data perusahaan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk dapat memanfaatkan nilai potensial data sepenuhnya, perusahaan harus memperlakukannya lebih sebagai rantai pasokan.

Keempat, Harnessing Hyperscale. Kemajuan di bidang konsumsi energi, processers, solid state memory, dan arsitektur infrastruktur memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk memperbesar skala, meningkatkan efisiensi, menekan biaya, serta memungkinkan sistem berkinerja lebih tinggi dari sebelumnya. Bersama dengan proses digitalisasi bisnis, maka akan semakin banyak yang melihat bahwa perangkat keras adalah bagian utama dari pertumbuhan mereka.

Kelima, Aplikasi Bisnis. Riset Accenture menyebutkan bahwa sebanyak 54% dari tim TI berperforma tertinggi telah menempatkan toko-toko aplikasi perusahaan dan memfasilitasi pergeseran aplikasi modular yang sederhana bagi karyawan. Pemimpin TI dan bisnis harus memperjelas peranan masing-masing pihak dalam pengembangan aplikasi di organisasi digital mereka, mengingat tekanan terhadap perubahan didorong oleh bisnis itu sendiri. Mereka juga harus mentransformasi proses pengembangan aplikasi itu sendiri, agar dapat segera merasakan manfaat dari teknologi baru, mendukung iterasi perangkat lunak reguler, sebelum pada akhirnya mengakselerasi pertumbuhan bisnis.

Terakhir adalah Ketahanan Arkitektur. Di era digital, bisnis diharapkan mampu memenuhi tuntutan secara berkesinambungan. Hal ini memberikan efek riak ke seluruh organisasi, terutama di jabatan CIO. Pasalnya kebutuhan infrastruktur berseberangan dengan prinsip “business as usual” dan brand value. Sejumlah perusahaan kemudian memastikan bahwa sistem mereka didesain untuk menghadapi kegagalan, memanfaatkan teknologi modular, serta proses pengujian tingkat tinggi, bukannya mendesain sesuai spesifikasi.

Paul Daugherty, Chief Technology Officer (CTO) Accenture menyadari bahwa dampak pergeseran teknologi kepada prioritas strategis dan operasional organisasi di seluruh dunia memberikan kesempatan emas bagi setiap eksekutif C-level untuk menjadi digital disruptor. “Ini demi menemukan dan mendefinisi kembali bisnis mereka agar dapat menciptakan manfaat kompetitif yang tahan lama,” jelasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved