Technology zkumparan

Alexander Rusli Ramaikan Arena Fintech

Alexander Rusli, founder Digiasia Bios, perusahaan financial technology.
Alexander Rusli, founder Digiasia Bios, perusahaan financial technology.

Selepas menjadi CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli memilih menekuni bisnis financial technology. Digiasia Bios adalah perusahaan yang diluncurkan Alex, bersama co-founder lainnya, Prashant Gokarn, mantan Chief Digital & Service Officer Indosat Ooredoo, pada akhir 2017. Misi perusahaan fintech ini adalah meningkatkan inklusi layanan keuangan digital, baik untuk pembayaran, pengiriman uang, pinjaman, maupun investasi.

Digiasia Bios diposisikan sebagai holding company yang menaungi sejumlah anak perusahaan dengan layanan yang berbeda-beda. Kaspro membidangi layanan mobile payment gateway. KreditPro merupakan platform peer to peer (P2P) lending. Adapun RemitPro bergerak di layanan remitansi. Dari aspek legalitasnya, KasPro telah beroleh izin penyelenggara uang elektronik dari Bank Indonesia (BI), KreditPro telah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan RemitPro telah memiliki izin penyelenggaraan jasa transfer dana dari BI.

Meski bisnisnya beragam, strategi go-to market yang dijalankan pihaknya hanya melalui satu pintu: lewat Digiasia Bios. “Kami menggunakan pendekatan B2B2C dalam membantu mitra bisnis untuk mendigitalisasi operasional perusahaan dan basis pelanggan mereka,” kata Alex. Sehingga, ia menambahkan, hal ini dapat mengembangkan ekosistem digital dan cashless secara efektif.

Alex mengungkapkan, model bisnis yang saat ini berjalan tidak serta–merta berhasil. Sebab, sejak awal berdiri pihaknya terus melakukan penajaman format dan model bisnis. Apalagi, persaingan di dunia fintech sudah cukup ketat. Hingga akhirnya mereka fokus pada model B2B2C pada akhir 2018. “Setelah itu, baru terlihat dari proposisi tersebut kami mendapat sambutan yang baik dari market,” ujar pria bergelar Ph.D di bidang Sistem Informasi dari Curtin University of Technology, Australia ini.

Pihaknya tidak mendekati pelanggan dengan cara marketing biasa. Pendekatan diambil pada level strategis atau di jajaran direksi. Pasalnya, layanan yang mereka tawarkan akan mengubah proses bisnis perusahaan pelanggan, sehingga mereka harus mendapatkan komitmen dari level direksi.

Salah satu kekhasan manajemen Digiasia Bios adalah bergabungnya sejumlah pebisnis senior dalam bisnis besutan Alex ini. Mereka inilah yang mampu melakukan pendekatan ke C-level di berbagai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan Alex, layanan Digiasia Bios mengombinasikan teknologi yang dimilikinya dengan mitra bisnis untuk menciptakan solusi finansial baru. Selain itu, Digiasia Bios juga lebih mengambil peran di belakang (B2B), sebagai enabler bagi pihak lain, dan pihak lain inilah yang akan melayani konsumen atau end-user langsung (B2C).

Ia mencontohkan, perusahaan semen yang menjual produknya ke toko atau jaringan ritel, akan ada pilihan pembayaran cash atau kredit. Jika membayar secara kredit, akan keluar layanan dari Digiasia Bios. “Jadi, kami memang lebih banyak bersembunyi di belakang solusi perusahaan lain dalam rangka mempermudah customer experience,” Alex menjelaskan.

Perjalanan Digiasia Bios diakuinya memang mengalami up and down. Sebab, awalnya masih fokus pada model B2C, yang sudah diramaikan banyak pemain besar. Selain itu, perusahaan-perusahaan di bawah Digiasia Bios juga memang hasil akuisisi, jadi sudah ada existing people dan infrastrukturnya. Karena itu, yang lebih banyak dilakukan adalah restrukturisasi. “Kami bersyukur, pada tahun pertama sudah mendapat format bisnis yang tepat, sehingga pada tahun kedua sifatnya growing,” imbuhnya.

Sebagai bukti pertumbuhannya, Digiasia Bios telah bermitra dengan sejumlah perusahaan yang menggunakan layanannya, antara lain Holcim, Nestle, BNI, Mandiri Taspen, Mandiri Syariah, Mastercard, Bayer, Unilever, Semen Indonesia, Indomaret, Alfamart, Starbucks, Metrodata, Pos Indonesia, dan Western Union. Peran Digiasia adalah menyediakan kemudahan transaksi keuangan.

Alex meyakini pandemi Covid-19 akan mendorong banyak pihak membutuhkan layanan keuangan digital. Masyarakat juga akan menghindari pembayaran secara tunai demi mencegah penyebaran virus.

Alex optimistis akan semakin banyak perusahaan lain yang membutuhkan layanan perusahaannya. Sebab, perusahaan bisa tetap fokus pada core business masing-masing dan tidak usah pusing-pusing memikirkan membangun sistemnya.

Pada Maret lalu Digiasia Bios telah memperoleh pendanaan seri B yang dipimpin Mastercard (jumlahnya tidak disebutkan). Tentunya, dukungan strategis ini diharapkan dapat memperkuat Digiasia Bios dalam kancah industri fintech di Indonesia, terlebih dengan memanfaatkan jaringan bisnis Mastercard.

Alex yakin ia sudah berada pada industri yang benar. “Yang menjadi tantangan adalah bagaimana kami bertahan dan mampu tumbuh di tengah masa yang sulit ini,” katanya. (*)

Jeihan Kahfi Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved