Technology

BARDI, Rumah Pintar Karya Anak Bangsa yang Mendunia

Para pendiri BARDI.
Para pendiri BARDI.

Salah satu perangkat rumah yang kian banyak dicari adalah rumah pintar atau populer disebut smart home. Perangkat berteknologi tinggi ini selain menambah kekuatan dan keamanan rumah, juga sangat memudahkan karena memungkinkan seluruh perlengkapan yang ada saling terhubung dengan sebuah sistem yang disebut dengan smart home system, dan dapat dikendalikan dalam jarak jauh (remote).

Karena manfaatnya yang besar, tak mengherankan, pertumbuhan pasar smart home terus meningkat setiap tahunnya. Hal itu terlihat dari jumlah pemain yang terus berkembang serta peruntukan fungsi yang juga terus bertambah hingga sekarang. Sebutlah, Philips Tunable Smart Wifi LED, Google Chromecast, Xiaomi Mijia Smart Hygrometer, Igloohome Smart Lock Deadbolt V2 Digital, Arbit Smart Wifi Socket EU, Bulb Camera, BARDI Smart Universal IR Remote, Cermin LED Touchscreen, Brid 3 Digit Combination, dan Amazon Echo Dot 3 Productations. Berbagai merek ini semakin banyak beredar di pasaran Indonesia.

Di antara brand-brand ternama tersebut, salah satunya merupakan produk buatan Indonesia karya anak bangsa. Yaitu, BARDI Smart Home, brand smart home asli Indonesia yang belakangan membuat sejumlah gebrakan distribusi serta pemasaran yang fenomenal dan mendunia.

BARDI didirikan oleh lima sekawan, yakni Ryan Maurice Tallulah, Co-Founder & Chief Accounting & Visionary Officer; Andy Tan, Co-Founder & Chief Technology Officer; Yudi Tukiaty, Co-Founder & Chief Partnership and Strategic Officer; Ricki Kurniawan, Co-Founder & CFLO; serta Michael Saputra, pemegang saham terbaru yang sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Kini BARDI Smart Phone telah mendunia.

Baru tiga tahun berdiri ―diluncurkan pertama pada akhir 2019― BARDI telah berkembang pesat dan telah memperluas penawaran produk pintar mereka ke hampir 100 SKU, termasuk smart bulb, smart wakeup lights, pet feeders, dan water fountains, yang dapat dihubungkan atau dikendalikan oleh BARDI Smart Home App Powered by Tuya. Selain itu, BARDI sudah dijumpai di mancanegara, antara lain di Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Brasil. Bahkan, April 2023, juga akan hadir di Australia.

Menurut Ryan Maurice Tallulah, awal kelahiran BARDI sebenarnya hanya coba-coba. Bermula dari kegalauannya saat masih bekerja di agensi digital marketing Next Digital bersama Yudi Tukiaty dan Andy Tan. Saat itu, ia penasaran mengapa usulan konsep kampanye yang menurutnya bagus atau sebaliknya jelek, tetapi tetap saja tidak memuaskan klien.

Ryan tertantang bagaimana jika memasarkan produk baru sendiri; apakah klien juga akan sulit terpuaskan atau tidak. Selain itu, ia juga ingin tahu kampanye digital seperti apa yang bisa membuat suatu produk di-repeat atau sebaliknya di-avoid. Bagi Co-Founder & Chief Accounting & Visionary Officer BARDI ini, apa yang sebenarnya bekerja dan tidak bekerja dalam kegiatan kampanye pemasaran digital merupakan pengetahuan yang harus diketahuinya langsung.

Setelah berembuk dengan para mitra, mereka terpikirkan mencoba membuat produk baru dan memasarkan sendiri sesuai dengan keterampilan yang dimiliki (digital marketing). Syaratnya?

Bisnis yang digeluti harus berbasiskan teknologi dan tidak membutuhkan SDM yang banyak. Karena, ke depan SDM akan semakin langka dan banyak orang yang berpaling mengandalkan teknologi. “Setelah melalui diskusi-diskusi panjang, mengerucut untuk memproduksi teknologi smart home,” ungkap Andy Tan. Hasil diskusi tersebut didukung penuh oleh para mitra.

Dijelaskan Andy, sesuai dengan karakter produknya yang modern, target pasar pertama adalah technophile (orang yang antusias terhadap teknologi baru), yang suka teknologi atau early adopter teknologi. Sayangnya, technophile ini rata-rata adalah pria (suami) yang secara psikografis tidak pegang uang.

“Oleh karena itu, kami mulai garap young mom. Setelah selesai kategori young family, kami mulai masuk ke anak-anak muda, yaitu mahasiswa dan gamers,” kata Co-Founder & CTO BARDI itu.

Michael Saputra menambahkan, mengingat target pasarnya sangat tegas dan jelas, pihaknya berusaha fokus pada distributor yang sudah difilter. “Total distributor kami saat ini 50-an, hampir 60, yang tersebar di 33 provinsi. Jadi, di awal kami membangun penetrasi melalui ritel, bekerjasama dengan marketplace,” ungkap sang CEO BARDI.

Menurut Michael, saat ini pihaknya fokus membangun di B2B. Misalnya, di pengembang perumahan dan apartemen, melalui system integrator ataupun distributor yang fokus di bidangnya.

Namun, diakuinya, membesarkan perusahaan tidak bisa setengah-setengah dan harus terintegrasi dengan seluruh elemen perusahan. Ada tiga pilar utama yang menjadi perhatian pembangunan, yakni SDM, SOP, dan produk.

“Tiga pilar itu yang menentukan keberhasilan perusahaan,” ujar Andy. Ia optimistis karena para pendiri memiliki ownership terhadap perusahaan. Mereka pasti akan melakukan segenap kemampuan untuk melakukan tugas masing-masing.

Bagi Andy, yang penting semuanya harus melalui proses. Apa yang dijalankan perusahaan tidak serta-merta menjadi besar. Seperti juga perjalanan BARDI, awalnya perusahaan ini juga menggunakan bohlam karena itu sesuatu yang mudah untuk didemonstrasikan.

Dari situ orang mengenal bahwa ada barang yang bisa dikendalikan dari telepon seluler. Ketika orang mulai mengenal smart home dan BARDI, mereka sudah memiliki ketertarikan untuk mempelajari ekosistemnya.

Setelah tertarik dan mempelajari, ternyata yang memiliki value added paling besar terhadap efektivitas hidup mereka adalah IP Camera. Jadi, pergeseran itu bukan karena Covid-19, melainkan karena maturity cycle audiensnya.

Sejauh ini, perjalanan BARDI memang mulus dan lancar, tapi bukan berarti tanpa tantangan. Dikatakan Andy, tantangan yang masih dihadapinya adalah meyakinkan masyarakat bahwa BARDI adalah karya anak bangsa Indonesia dan investasi penuh dari dana Indonesia.

Diakuinya, masih banyak masyarakat kita yang tidak percaya dengan kemampuan bangsa sendiri. “Berkali-kali kami harus meyakinkan bahwa BARDI adalah produksi dalam negeri, BARDI adalah brand Indonesia,” ujarnya gundah.

Untuk membuktikannya, BARDI berusaha benar-benar eksis di pasar Indonesia. Caranya? Dengan memperbanyak gerai, bekerjasama dengan distributor.

“Kami mewajibkan distributor untuk memiliki tempat atau lahan yang bisa menerima after sales atau klaim garansi,” kata Michael. Selain itu, BARDI juga mewajibkan distributor memiliki toko dengan benefit yang memang sudah diatur sebagai bentuk experience store.

Di luar gerai hasil kerjasama dengan distributor, BARDI juga memiliki gerai yang ditangani sendiri. Yakni, di Banjarmasin dan Jakarta.

Pilihan Banjarmasin bukan tanpa alasan. “Karena, kami menerima SDM itu kebanyakan dari Banjarmasin. Jadi, kami melirik SMK-SMK yang bisa menyalurkan bakat dan potensinya untuk bisa kami gunakan, dan agar penggunaan SDM-nya bisa lebih tepat,” Andy menandaskan. Selain itu, BARDI juga mengadakan pelatihan untuk teknisi yang akan disebar di 33 provinsi.

Ke depan, menurut Yudi Tukiaty, pihaknya selalu berusaha tap in ke target pasar, terutama anak muda yang suka animasi, cosplay, dan game. Jadi, BARDI berusaha mencari sesuatu yang relate dengan mereka. Karena itulah, pihaknya pun membuat superhero sendiri, yaitu Bardion.

Yudi mengatakan, itu merupakan karya fiksi seperti Satria Baja Hitam. Karya ini juga mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan. Jadi, dipastikan ada brand affection untuk generasi muda.

“Ini strategi marketing kami. Show mingguan yang di setiap episodenya juga ada produk BARDI dan nilai kebaikan dan keadilan. Sebagaimana anak muda seharusnya,” kata Co-Founder & Chief Partnership and Strategic Officer BARDI itu.

Akan diluncurkan pada kuartal II/2023, BARDI sedang berusaha masuk ke on demand atau YouTube. Saat ini Bardion masih berupa web series dengan enam episode. Ketika ini berhasil, tahun berikutnya, 2024, akan dicoba dimasukkan ke Disney Plus, Netflix, atau on demand.

“Kalau bagus lagi, tahun berikutnya kami berharap masuk ke bioskop. Kami harap superhero Indonesia buatan BARDI ini banyak disukai masyarakat sehingga kecintaan masyarakat terhadap BARDI pun akan lebih kuat,” kata Yudi.

Adopsi barang-barang smart semakin diperlukan. Dunia kini sudah dikontrol oleh Internet of Things, artificial intellence, mobil elektrik, dsb. Kita berbicara untuk memperbaiki kehidupan masyarakat secara general. Lalu, dari adanya industri smart ini, pihaknya merasa produk BARDI banyak berkembang, yang akan berfokus untuk membuat hidup manusia menjadi lebih mudah.

Ini baru permulaan. Karena, berdasarkan data statistik, Indonesia yang sebegitu besar pun masih tidak ada apa-apanya dibandingkan Australia yang sudah sangat maju.

Ini bukan hanya produk marketing biasa. Ini adalah produk untuk mengubah gaya hidup seseorang. Ketika seseorang mengadopsi sebuah barang smart, mereka akan menambah terus buat kasih makan ikannya; mobil juga terkoneksi semua. BARDI berharap akan terus menginovasi produk, serta manjangkau perkembangan revolusi dan adopsi smart home di Indonesia.

Saat ini BARDI sudah menjadi mature company, tidak seperti di awal-awal. Pertumbuhannya belasan kali lipat per tahun. Menuju 2023, jika pasar Indonesia bisa dua kali lipat saja, itu sudah suatu achievement yang sangat baik. Namun, karena BARDI juga sudah ada di Singapura dan Australia, pihaknya berharap secara global scale ada pertumbuhan, masih di atas dua kali lipat.

Sampai saat ini ekspor memang belum besar. Manajemen BARDI bertekad akan terus meningkatkannya. Sebab, konten tidak semata-mata bisa dijiplak lalu dimasukkan ke luar negeri. Kita harus bisa mempelajari mereka. Dan, bagaimana bisa mempelajari dan beradaptasi dengan keinginan pasar tersebut merupakan nilai tambah seorang manusia.

Secara attraction sudah naik jauh. Namun, layaknya menanam kentang, tidak terlihat ketika dia tumbuh. Baru saat panenlah hasilnya akan terlihat. Demikian juga dengan ekspor BARDI, meski belum sampai 1%, tanda-tandanya sudah mulai terlihat bahwa hasil yang besar akan datang sesaat lagi. (*)

Dyah Hasto Palupi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved