Technology

Debut Maharaksa Biru Energi di Industri Hijau dan Energi Baru-Terbarukan

Debut Maharaksa Biru Energi di Industri Hijau dan Energi Baru-Terbarukan
Bobby Gafur Umar, presiden direktur PT Maharaksa Biru Energi Tbk.
Bobby Gafur Umar, presiden direktur PT Maharaksa Biru Energi Tbk.

Setelah berkiprah di bisnis infrastruktur dan telekomunikasi, Protech Mitra Perkasa (OASA) memutuskan bertransformasi dengan memasuki bisnis baru di industri hijau dan energi baru-terbarukan (EBT. Perubahan fokus bisnis ini diikuti dengan perubahan identitas nama dan logo baru perusahaan menjadi PT Maharaksa Biru Energi Tbk., yang lebih dikenal dengan nama BIRU.

Tetap dikomandani Bobby Gafur Umar sebagai presiden direktur, BIRU menggeluti bisnis pengolahan dan pengelolaan sampah, biomassa, teknologi EBT, sekaligus menjalankan peran sebagai kontraktor untuk proyek energi ramah lingkungan. “Kami yakini bidang usaha ini akan mendatangkan manfaat dan keuntungan yang besar, tidak hanya buat kami sebagai entitas bisnis yang menjalankannya, tapi juga buat semua stakeholder kami, termasuk masyarakat luas,” mantan bos PT Bakrie & Brothers Tbk. itu menegaskan.

Setelah pensiun dari Bakri, Bobby memang mulai melirik-lirik beberapa bisnis di sektor industri yang punya masa depan dan yang berbasis teknologi digital karena itu enabler dan pasti memiliki nilai tambah. Dari hasil tukar pikiran dengan teman-temannya, diputuskanlah industri EBT sebagai pilihan bisnis masa depan.

Alasannya, selain EBT sudah menjadi concern masyarakat dunia saat ini, Pemerintah Indonesia pun sudah menandatangani Paris Agreement, yang salah satu kesepakatannya adalah menurunkan emisi karbon 23% di 2025. “Tentu, kami dari sisi pengusaha melihatnya sebagai peluang bisnis,” ujar Bobby. Ia menambahkan, penggunaan EBT saat ini masih di kisaran di bawah 10% dari 51,6% yang ditargetkan pemerintah.

Salah satu sumber EBT potensial adalah sampah yang saat ini mencapai 68 juta ton per tahun. Selama ini manajemen sampah di Indonesia pada umumnya masih manual, diangkut dengan truk-truk yang tidak proper juga. Pada 2018 keluar Perpres mengenai pengolahan sampah menjadi energi listrik. Pemerintah kemudian juga mengadakan tender untuk 12 kota di Indonesia untuk mengolah sampahnya menjadi energi listrik.

Proyek pengolahan sampah pun sudah masuk Proyek Strategis Nasional. “Jadi, semakin kuat keyakinan saya bahwa ini adalah peluang (karena) sudah mendapat dukungan pemerintah,” kata Bobby.

Dari realitas itu, pihaknya menyiapkan konsep pengolahan sampah menjadi energi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan teknologi pembakaran zero carbon, pengolahan sampah ini dimungkinkan untuk mendapatkan sertifikat green karena emisi karbonnya berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan dunia. Beberapa negara sudah mengembangkan teknologi ini, seperti negara-negara Eropa dan Jepang.

Selain mengupayakan sertifikat hijau, Bobby juga mulai mengadaptasi green fund, jenis pendanaan yang sedang tren di dunia. Ada banyak lembaga keuangan global yang menyediakan pendanaan proyek-proyek hijau yang pertumbuhannya sedang naik saat ini.

“Nah, dengan sertifikat green itu, financing untuk proyek-proyek kami jadi lebih mudah,” ungkap Bobby. Untuk itu, pihaknya menggandeng mitra dalam negeri, yaitu WIKA dan Jakpro. Adapun mitra luar negerinya adalah pemilik teknologinya, Suez Group dari Eropa. Dengan formasi ini, pihaknya bisa percaya diri untuk siap menerima proyek bernilai Rp 7 triliun ini.

Karena ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional, melalui Perpres tadi pemerintah sudah mewajibkan PLN untuk membeli listrik dari EBT. Yang milik BIRU ini, dikatakan Bobby, untuk PLTSa (pembangkit listrik tenaga sampah). “Jadi, kami nggak ada lagi nego-nego dengan PLN untuk beli listrik kami,” ujarnya.

Pihaknya kini telah menghasilkan 45 MW. “Memang masih kecil, tapi ini dihasilkan dari 2.500 ton sampah per hari yang kami olah, dari total 6.000-7.000 ton sampah per hari di Jakarta,” Bobby mengungkapkan.

Saat ini EBT sudah mulai disiapkan di Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Surabaya, dan Yogyakarta. Namun, menurut Bobby, kalau ini semua sudah operasi pun, itu baru mengolah 6,8% dari total sampah per hari di seluruh kota besar Indonesia. “Jadi, bisa dibayangkan, ini kuenya masih besar sekali. Jadi, ini akan menghasilkan energi dari sumber yang berkelanjutan di masa depan,” katanya.

Selain proyek ini, cetak biru (blueprint) BIRU pun sudah disiapkan. “Jadi, cita-cita saya mau menghadirkan bisnis environmental technology group, semua bisnis yang prinsip dasarnya adalah menyelamatkan lingkungan hidup dengan berbasis teknologi,” Bobby menjelaskan.

Ada empat bidang utama yang akan digarap BIRU. Yaitu, biochemical, renewable energy, waste treatment, dan smart technology. Peluang biochemical sesuai dengan aturan soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri dari pemerintah, yakni menekan komposisi bahan baku impor dalam menghasilkan produk, misalnya obat.

Untuk renewable energy, selain yang dari sampah tadi, pihaknya juga akan masuk ke biomassa. Saat ini ada program pemerintah bernama co-firing, sebagai upaya untuk perlahan-lahan menggeser batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sekitar 5% dari total bahan bakar pembangkin listrik batu bara itu akan diganti dengan biomassa, misalnya jerami padi, batang jagung, tebu, dan kayu.

“Jadi, kami nanti mau produksi woodpelet dan woodchips-nya, bekerjasama dengan pemegang Hutan Tanaman Energi (dulu namanya Hutan Tanaman Industri). Nanti kalau sudah jalan, kami juga akan masuk sampai ke power plant-nya. Tapi, sekarang langkah pertama bikin woodchips sama woodpelet dulu,” kata Bobby.

Berikutnya, smart technologies. Kota-kota besar di dunia sudah mulai dikelola dengan smart techno yang disebut smart city, di dalamnya ada smart building, parking, home, dan smart waste management. “Nah, saya mau main di smart waste management itu, yang saat ini masih dikelola dengan manual, “ ujarnya.

Ia mencontohkan Jakarta. Menurutnya, manajemen sampah di Kota Jakarta masih konvensional dan belum disiapkan smart servicesnya, end-to-end dengan bantuan teknologi digital dan internet.

Mengapa Bobby sangat percaya diri dengan cetak biru ini? Ia menjelaskan, bisnis yang punya nilai untuk masa depan itu selalu diapresiasi dengan valuasi tinggi di pasar saham. Contohnya, GoTo, meski di bukunya masih negatif, valuasinya tinggi. Mengapa? Karena, bisnisnya bisnis future.

Dan, saat ini komposisi investor di bursa saham Indonesia didominasi milenial, yang sangat peduli dengan isu lingkungan hidup dan sosial. Maka, pihaknya kemudian mengajak Cinta Laura menjadi Komisaris BIRU. Cinta Laura dinilai sebagai profil anak muda yang peduli dengan isu lingkungan hidup. Ini, diungkapkan Bobby, semakin menguatkan posisi perusahaan di bursa. Saat pertama listing (Desember 2021) harga saham BIRU Rp 300, dan pada 15 September 2022 sudah Rp 900.

“Jadi, saya percaya, bisnis masa depan itu adalah bisnis yang fair dan solutif dalam segala aspek, misalnya kelestarian lingkungan hidup, serta melibatkan teknologi digital dan internet sebagai penggeraknya,” Bobby menandaskan. (*)

Dyah Hasto Palupi/Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved