Technology

GudangAda, Melengkapi Ekosistem Pemain B2B Menuju One Stop Solution

GudangAda, Melengkapi Ekosistem Pemain B2B Menuju One Stop Solution
StevenSang, Pendiri GudangAda.

Dua puluh lima tahun bekerja di industri fast moving consumer goods (FMCG) membuatnya paham betul dengan pergerakan dan dinamika FMCG di Indonesia yang terus mengalami shifting dari tahun ke tahun. “Indonesia merupakan negara kepulauan dan tantangan terbesar berada di ongkos logistik yang terus meningkat dari tahun ke tahun,” katanya. Karena itu, menurutnya, kehadiran perusahaan lokapasar (marketplace) B2B khusus produk FMCG sangat diperlukan.

Dialah StevenSang, mantan Presiden Komisaris & Presiden Direktur perusahaan distribusi nasional Orang Tua Group (PT ABC), yang di tahun 2018 membidani lahirnya GudangAda. Sebuah perusahaan lokapasar yang fokus memberdayakan seluruh rantai pasok (supply chain), sehingga memudahkan bisnis mengakses berbagai produk secara efisien.

Dalam pandangan Steven, dengan teknologi yang disajikan, para penjual yang bertransaksi melalui GudangAda dapat melihat kenaikan volume penjualan, perputaran barang yang lebih cepat, biaya operasional dan harga pengadaan yang lebih rendah, serta transparansi transaksi. Dengan demikian, di saat yang bersamaan, pedagang juga dapat mengakses jaringan pelanggan, pelaku bisnis, serta pilihan produk yang lebih luas daripada sebelumnya.

Harapan itu bukan mengada-ada. Pasalnya, ongkos logistik terus meningkat dari tahun ke tahun. Di satu sisi, produktivitas cenderung menurun karena jalanan semakin macet dari hari ke hari, parkir semakin susah; di sisi lain juga telah mempersulit mobilitas tim penjualan ataupun pengiriman. “Saat ini banyak anak muda Indonesia lebih memilih bekerja sebagai driver Gojek, Grab, dll. Sehingga, sales brand offline di industri FMCG semakin langka dari hari ke hari,” ungkap Steven.

Ia meyakini, tantangan ini bukan hanya dihadapi prinsipal dan distributor, tetapi juga pedagang, khususnya pedagang grosir. Grosir masih menguasai industri FMCG dan kebutuhan pokok lain sebanyak 80% di Indonesia. Grosir di Tanah Air kebanyakan adalah bisnis keluarga secara turun-temurun. Mereka biasanya hanya fokus pada investasi gudang, mobil, dll. dan tidak berinvestasi di teknologi. Mereka masih menggunakan cara tradisional, sementara digitalisasi tidak bisa dihindari.

Biaya semakin meningkat, sehingga banyak grosir yang pasif menunggu di toko. “Dulu, grosir banyak yang memiliki karyawan yang bertugas keliling mencari pengecer. Saat ini, mereka di toko menunggu pengecer datang ke toko mereka,” katanya.

Selain itu, tak sedikit anak muda yang menggantikan orang tuanya menjaga toko, dan banyak dari mereka juga sudah tidak mau berbelanja di grosir. Sehingga, terjadi penurunan pembelian di grosir. Di sisi pengecer, mereka juga memiliki tantangan, yaitu sulit mendapatkan barang-barang fast moving item dengan harga yang baik.

Nah, dengan adanya GudangAda, Steven berharap dapat memberdayakan pedagang tradisional atau pasar basah. “Saya memiliki visi bahwa warung dan pengecer, meskipun masih berjualan secara tradisional, bisa mengembangkan warungnya dengan pengetahuan dan skill yang tepat. Mereka juga bisa mendapatkan barang fast moving dengan harga yang kompetitif,” katanya. “Dan jika bisnisnya tumbuh, mereka juga bisa mendapatkan pendanaan,” lanjutnya optimistis.

Bagi Steven, GudangAda yang mulai beroperasi akhir Januari 2019 tidak dimaksudkan untuk menggantikan atau mendisrupsi bisnis yang sudah ada sebelumnya. Justru ini dimaksudkan untuk memberdayakan seluruh rantai distribusi yang telah ada, mulai dari prinsipal, distributor, grosir, sampai warung. Sehingga, mereka yang sebelumnya mengunjungi toko fisik bergeser menjadi menggunakan GudangAda.

“Ada empat manfaat bagi pengguna GudangAda,” ujarnya. Pertama, mempercepat perputaran barang. Barang dari prinsipal di toko grosir yang awalnya membutuhkan waktu seminggu untuk terjual, dengan GudangAda bisa langsung terjual.

Kedua, lebih murah dari sisi biaya operasional sehingga mereka bisa menjual barang dengan harga lebih murah. Ketiga, pedagang dapat mengelola bisnisnya dengan lebih pintar. Dan keempat, menghubungkan semua seller dengan konsumen. “Jika tadinya mungkin grosir hanya bisa terhubung dengan 100 pembeli. Nah, di GudangAda, mereka bisa mendapatkan akses konsumen yang lebih luas,” kata Steven.

Dengan kehadiran GudangAda, ia menargetkan merangkul 750 ribu sampai 1 juta user sampai akhir tahun 2021. Untuk itu, strategi yang dilakukan antara lain aktif di digital marketing, melakukan edukasi melalui media sosial, membuat event di YouTube, serta melakukan komunikasi di radio dan area pasar.

“Kami juga memiliki tim yang sudah punya pengalaman kerja hampir 10 tahun di masing-masing kota. Mereka yang melakukan edukasi produk ke masyarakat,” ungkap Seven.

Setelah dua tahun berjalan, diakuinya, pertumbuhan bisnis GudangAda sangat menjanjikan, naik lebih dari 50%. “Selama pandemi, kami tetap mendukung ketersediaan pangan,” ujarnya. Baginya, pandemi membuat adopsi terhadap teknologi semakin meningkat. Pandemi mengakselerasi bisnis dan pengadopsian teknologi.

Bahkan, berkat keteguhan dan konsistensinya membangun bisnis, startup e-commerce marketplace B2B ini mengantongi lebih dari US$ 100 juta atau hampir Rp 1,5 triliun dalam putaran pendanaan Seri B yang dipimpin oleh Asia Partners dan Falcon Edge. Investor sebelumnya, yakni Sequoia Capital India, Alpha JWC, dan Wavemaker, turut berpartisipasi pada putaran pendanaan yang mengalami kelebihan permintaan atau melampaui target pendanaan sebesar US$ 75 juta sehingga total keseluruhan pendanaan saat ini telah menembus US$ 135 juta.

Dana terbaru tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun tim teknologi, sehingga bisa menghasilkan produk yang bisa memberdayakan pedagang di Indonesia. Selain itu, juga untuk melengkapi ekosistem marketplace dan layanan logistik, serta membangun RAP, sistem yang membantu toko mengelola inventori, memiliki pembukuan, dan memiliki financial report yang sederhana, sehingga mereka bisa mengelola bisnisnya secara modern dengan menggunakan data.

Selain itu, GudangAda juga akan mengalokasikan dana untuk membangun financial service, bekerjasama dengan lembaga keuangan di Indonesia. Banyak pedagang yang bisnisnya tumbuh, tetapi tidak bisa mendapatkan pinjaman karena mereka tidak punya data.

“Kami siap membantu untuk membangun data. Dari sana kami bisa memberikan referensi institusi keuangan mana yang bisa mendukung mereka dengan dana murah untuk mengembangkan bisnis,” kata Steven.

Ia mengimbau, siapa pun yang ingin membangun bisnis B2B silakan datang ke GudangAda untuk mendapatkan customer benefit services, logistic services, financial services, market services, hingga data services. “Kami memiliki roadmap yang jelas dan saya memiliki tim yang solid,” ujarnya.

Ia siap membantu mereka yang ingin mengembangkan diri. “Kami sangat terbuka dengan ide-ide dan siap untuk saling berdiskusi,” Steven menegaskan. (*)

Dyah Hasto Palupi dan Anastasia A.S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved