Persaingan usaha yang sehat antara aplikator transportasi online adalah mengeliminasi perang tarif dan kemitraan eksklusif antara aplikator dengan mitra pengemudi atau penyewaan kendaraan bermotor.
Hal ini disampaikan oleh Syarkawi Rauf, pengamat persaingan usaha, yang menghimbau aplikator transportasi menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat untuk menyokong pertumbuhan industrinya. “Di Indonesia, pasar transportasi berbasis aplikasi Online berubah, dari oligopoli menjadi duopoli. Pasar Indonesia masih diuntungkan karena keberadaan Go-Jek sebagai pemain lokal yang relatif besar sehingga pengambilalihan aset Uber oleh Grab tidak menyebabkan perubahan struktur pasar menjadi monopoli atau terdapat pemain tunggal seperti yang terjadi di Singapura,” tutur Syarkawi di Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Menurut Syarkawi, struktur pasar transportasi online di Asia Tenggara bergerak dinamis setelah Grab mengakuisi aset Uber di Asia Tenggara pada Maret silam. Kecuali di Indonesia, pengambilalihan aset Uber oleh Grab itu berdampak pada penguasaan pasar transportasi berbasis aplikasi online oleh Grab. “Grab Singapura menjadi pemain satu-satunya yang mendominasi atau memonopoli pasar Singapura. Sebelum akuisisi, Uber dan Grab bersaing satu sama lainnya di pasar ASEAN,” ucap Syarkawi, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2015-2018 ini.
Dia berpendapat iklim usaha transportasi online sebaiknya berbasis pada prinsip persaingan usaha yang sehat. “Pasar yang bersifat duopoli di Indonesia harus dijaga sehingga tetap bersaing secara sehat dan tidak mengarah pada predatory pricing dengan maksud mematikan pesaing yang berlindung dibalik program promosi. Atau menghambat masuknya pemain baru ke pasar dengan penetapan harga jual yang sangat rendah,” pungkasnya.
Menurut Syarkawi pengambilalihan aset Uber oleh Grab di Asia Tenggara, kecuali di Indonesia, menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap persaingan di industri transportasi berbasis aplikasi online atau ride hailing karena Grab menjadi pemain tunggal pasar transportasi berbasis aplikasi online di regional. Di Singapura, hal ini disikapi tegas oleh Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) yang pada pekan lalu merilis laporan mengenai penyatuan bisnis (merger) Grab-Uber itu diduga memonopoli pasar dan perang tarif (predatory pricing) di negara ini.
Predatory pricing, lanjut Syarkawi, biasanya cenderung memperlemah laju bisnis kompetitor dan menghilangkan persaingan usaha.Syarkawi menghimbau otoritas pengawas persaingan usaha rutin memantau persaingan usaha yang berpotensi mengarah ke praktik monopoli.. “Hal yang dapat dilakukukan di Indonesia adalah melakukan monitoring periodik terhadap tindakan yang dilakukan oleh Grab pasca akusisi itu. Salah satu yang dapat menjadi fokus KPPU adalah potensi predatory pricing, apa lagi jika perusahaan hasil akuisisi didukung oleh permodalan yang kuat yang banyak memberikan subsidi kepada mitra pengemudi dan pengendara,” imbuhnya. Tujuan pemantauan itu, lanjut Syarkawi, untuk menjaga agar industri transportasi berbasis aplikasi online tetap bersaing secara sehat. “Tanpa bertendensi ke arah predatory pricing,” ia menambahkan.
www.swa.co.id