Technology

Payfazz, Menciptakan Inklusi Keuangan bagi Masyarakat Unbanked

Payfazz, Menciptakan Inklusi Keuangan bagi Masyarakat Unbanked
Hendra Kwik, CEO dan co-founder Payfazz.

PT Payfazz Teknologi Nusantara, yang biasa dikenal sebagai Payfazz, merupakan perusahaan pengembang teknologi finansial dalam bentuk aplikasi berbasis keagenan. Teknologi yang dikembangkan Payfazz merupakan layanan keuangan sebagai solusi utama pembayaran sehari-hari bagi masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang belum memiliki rekening bank (unbanked). Untuk itu, Payfazz menjalin kerjasama dengan berbagai mitra, mulai dari bank, penyedia payment point online bank (PPOB), agen jual-beli pulsa, hingga lembaga keuangan.

Pada 28 Juni lalu, Payfazz telah mendapatkan lisensi penyelenggaraan uang elektronik dari Bank Indonesia sebagai penyedia uang elektronik berbasis server melalui PT Cashfazz Teknologi Nusantara, anak usaha Fazz Financial Group. Fazz Financial Group adalah perusahaan induk yang dibentuk setelah Payfazz melakukan investasi pada Xfers (startup pembayaran peer-to-peer [P2P] asal Singapura) pada awal tahun ini.

Lisensi uang elektronik ini sangat menguntungkan karena dapat memosisikan perusahaan dalam memberikan produk dan layanan keuangan yang lebih baik bagi nasabah atau pelanggannya. Lisensi yang sulit didapatkan ini berhasil diberikan kepada Payfazz. Artinya, Payfazz telah memosisikan diri untuk terus menciptakan inklusi keuangan kepada masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di daerah dan pedesaan.

Sejak diluncurkan pada 2017, Payfazz telah memberikan dampak kepada lebih dari 700 ribu UMKM atau agen yang telah melayani lebih dari 80 juta orang melalui aplikasinya. Lisensi ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperbarui untuk lima tahun berikutnya.

“Ini merupakan pencapaian Payfazz yang sangat signifikan yang telah lama kami nantikan. Dengan adanya lisensi uang elektronik ini, kami dapat mendekatkan tujuan perusahaan menjadi aplikasi penyedia jasa keuangan terpadu bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan,” kata Hendra Kwik, CEO dan co-founder Payfazz.

Lalu, bagaimana Payfazz melakukan scaling up bisnisnya? Hendra menjelaskan, secara garis besar ada dua cara yang dilakukannya. Cara pertama, pihaknya menambah jumlah distribusi dan pengembangan agen jaringan perbankan berbasis warung. “Dua tahun lalu, kami hanya 80-100 ribu agen, sekarang sudah 300 ribu agen,” ujarnya.

Setelah pihaknya mempunyai jaringan distribusi, dan dari segi layanan yang disediakan juga bertambah, agen pun diberi layanan penambahan modal, seperti pinjaman, bekerjasama dengan Modal Rakyat (pembiayaan P2P berlisensi OJK). Payfazz juga bekerjasama dengan BRI Agro untuk penyaluran kredit rakyat dan pembukaan tabungan.

Cara kedua, Payfazz berusaha memperluas layanan dengan menambah jumlah produk yang ditawarkan. Kepada 300 ribu agen yang mampu digaetnya, Payfazz memberikan peluang untuk berjualan dan menambah varian yang dijual. “Jadi, kalau kita bicara warung kecil, biasanya cuma jualan sayur dan consumer goods. Tapi dengan Payfazz, dia juga bisa menjual jasa,” Hendra mencontohkan.

“Selain itu, warung kecil juga tidak mungkin bisa membangun sendiri sistem untuk mengelola logistik dan lain-lainnya,” lanjutnya. Dengan menggunakan teknologi yang sudah dibawa oleh Payfazz, warung kecil bisa membangun sistem sendiri.

Payfazz membuat mereka bisa berjualan lebih dari sekadar consumer goods, tetapi juga service dan bisa mempermudah warung untuk memesan barang (stok) yang relatif lebih murah karena pemesanannya bisa kolektif gabungan dari beberapa warung kecil. “Dengan begitu, harga jadi lebih kompetitif, kan. Ini menambah benefit warung yang menjadi agen Payfazz,” kata Hendra yang bekerjasama dengan Modal Rakyat bisa memberikan semacam paylater buat warung.

Soal pendanaan, layanan keuangan untuk transaksi dan pembayaran digital ini pada Juli lalu mendapatkan pendanaan Seri B senilai US$ 53 juta atau sekitar Rp 765 miliar. Pendanaan Seri B yang diterima Payfazz tersebut dipimpin oleh dua investor asal Singapura, yakni B Capital dan Insignia Ventures Partners. Dalam pendanaan ini, investor sebelumnya juga turut terlibat, yaitu Tiger Global, Y Combinator, dan ACE and Company. Sementara investor pendukung lainnya adalah BRI Ventures.

Sebelumnya di 2018, Payfazz mendapatkan pendanaan Seri A senilai US$ 21 juta yang dipimpin Tiger Global. Juga, ada seed funding sekitar US$ 400 ribu, itu bootstraps dan investornya ada Y Combinator dan MDI venture. “Hingga pertengahan 2021 ini, kami sempat profitable. Jadi, cash kami masih banyak dan belum berpikir untuk pendanaan lagi,” ucapnya.

Apa lagi yang akan dikembangkan Payfazz? “Kami mau fokus menambah jumlah warung (agen) kami. Ada 6 juta warung lagi yang masih bisa digandeng sebagai agen kami. Dan, kami akan fokus pada layanan perbankan dan distribusi logistik FMCG untuk warung. Targetnya, sampai akhir tahun ini agen akan tumbuh dua kali lipat,” kata Hendra optimistis. (*)

Arie Liliyah dan Dede Suryadi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved