Business Research Technology Trends zkumparan

Persepsi Milenial Terhadap Aplikasi On-demand

Persepsi Milenial Terhadap Aplikasi On-demand
Hasanuddin Ali, CEO & Founder Alvara Research Center (kanan)

Pada 2020 nanti, generasi milenial akan mendominasi demografi Indonesia sebanyak 34 persen dan akan terus menjadi mayoritas hingga tahun 2035. Dari perspektif bisnis, ini berarti kelompok orang yang lahir tahun 1981 hingga 1997 ini akan menjadi pasar dominan. Artinya, memahami karakter mereka menjadi hal penting.

Hasanuddin Ali, CEO & Founder Alvara Research Center, menyampaikan bahwa ada 3 karakter milenial yang berbeda dengan generasi pendahulunya, baby boomers dan X. “Kami menyebutnya 3C. Pertama, creative, bisa berpikir out of thebox. Kedua, confident, tidak sekadar kreatif, tapi punya kepercayaan diri untuk mengaktualisasikan diri dan gagasan jadi barang jadi. Makanya startup saat ini mayoritas didirikan oleh milenial. Ketiga, connected, tidak hanya maya tapi juga nyata. Tidak hanya di media sosial, tapi juga di warung-warung kopi,” tuturnya di Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Selain itu, generasi yang menggunakan Internet 7 jam sehari ini juga cenderung tidak loyal, multitasking, suka berbagi konten atau donasi, dan suka bepergian. “Travelling tiba-tiba jadi kebutuhan primer. Bukan untuk menikmati alam, tapi untuk sekadar eksis di media sosial. Implikasinya, durasi wisata menjadi cepat. Mereka akan banyak mengunjungi tempat, tapi lebih singkat. Kemudian, mereka tidak harus memiliki. Selama mereka bisa mengambil manfaat dari suatu benda, mereka tidak perlu ownership,” jelas Hasan.

Tak ayal, platform on-demand jadi laris di pasar ini. Dilansir dari Katadata, potensi transaksi e-commerce Indonesia tumbuh eksponensial, dari Rp 261 triliun tahun 2016 menjadi Rp 1.700 triliun tahun 2020. Kehidupan milenial, mulai dari berbelanja, berkendaraan, hingga membeli tiket pesawat dan hotel, kebanyakan dilakukan lewat aplikasi.

Alvara Research Center mengadakan survei yang diisi oleh 1.204 milenial untuk mengetahui profil dan persepsi mereka terhadap aplikasi on demand. Ternyata, mayoritas pengguna mobile apps berada pada rentang usia 25-34 tahun dan merupakan kelompok menengah atas. Penetrasi pengguna mobile apps terbesar ada pada industri transportation on-demand (96,4 persen), disusul oleh food delivery apps (87,8 persen). Saat berbelanja online, mereka cenderung mencari produk fashion, elektronik, dan smartphone.

Sementara itu, berdasarkan survei tersebut, awareness responden terhadap jenama Gojek (100 persen) sedikit di atas Grab (99,2 persen). Untuk top of mind dan future intention, Gojek sebagai platform transportasi on deman lokal cenderung lebih tinggi. Dari segi aplikasi pembayaran digital, Gojek mendapatkan 100 persen awareness dari responden, disusul oleh Ovo (96,2 persen), Dana (50,3 persen), PayTren (47 persen), dan LinkAja (35 persen).

Untuk aplikasi belanja, Lazada paling banyak digunakan milenial (47,9 persen), disusul oleh Shopee (32,2 persen), Tokopedia (15,4 persen), dan Bukalapak (14,4 persen) [Responden bisa memilih lebih dari 1 aplikasi]. Dari aplikasi pemesaan tiket Traveloka mendominasi (79 persen).

Hasan menyampaikan, peningkatan ekonomi digital Indonesia dapat mencetak pemain baru yang siap dengan inovasi. Hal tersebut penting guna memastikan Indonesia tidak tergusur dari persaingan global, sehingga kembali hanya dijadikan pasar.

Menurut Bima Laga, Head of Digital Economy Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA), segmen market untuk e-commerce sudah mulai terbentuk di Indonesia. Maksudnya, segmen-segmen itu berbeda-beda di setiap rentang usia yang ada. Maka dari itu, pencapaian e-commerce sendiri tidak dapat hanya dilihat melalaui GMV saja. “Contoh ada (e-commerce) yang nilai GMV-nya lebih rendah dari yang lain, tapi frekuensi transaksinya tinggi. Begitu pula sebaliknya. Segmentasi dan loyalitas customer itu berbeda-beda,” ujar Bima.

Dari perspektif pemerintah, Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Telekomunikasi dan Informatika mengatakan bahwa pihaknya berusaha untuk mempermudah birokrasi perizinan. “Jangan sampai ada regulasi yang menghambat inovasi. Kami melihat ulang peraturan kami, perizinan modelnya sudah berubah. Sekarang, persyaratan ada, tinggal daftarkan, hari itu juga bisa diluncurkan. Di era digital, yang terpenting bukan terbesar dan terkuat, tapi yang tercepat,” tegas Semuel.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved