Technology

Platform Collaborative Learning dari Prancis

Platform Collaborative Learning dari Prancis

Seperti sejumlah startup di bidang educational technology lainnya, 360Learning makin bersinar di masa pandemi. Pendanaan cukup besar baru saja diperolehnya belum lama ini. Apa yang ditawarkannya?

Pendiri 360Learning: Guillaume Alary, Nicolas “Nick” Hernandez dan Sebastien Mignot. (Foto dailyadvent.com).
Pendiri 360Learning: Guillaume Alary, Nicolas “Nick” Hernandez dan Sebastien Mignot. (Foto dailyadvent.com).

Situasi pandemi Covid-19 di seluruh dunia selama hampir dua tahun ini telah membuat kalangan perusahaan mengubah pola kerja karyawannya, dari umumnya work from office (WFO) menjadi work from home (WFH) ataupun work from anywhere (WFA). Seiring dengan itu, kegiatan pelatihan dan pembelajaran karyawan yang sebelumnya masih banyak diwarnai pelatihan di kelas (classroom training) secara offline, di masa pandemi ini juga bergeser kuat ke arah pembelajaran secara digital dan online (digital learning/online learning) demi meminimalkan pertemuan tatap muka.

Tak mengherankan, di masa pandemi ini kalangan vendor/penyedia layanan atau platform e-learning makin naik daun. Salah satu nama yang cukup menonjol adalah 360Learning, perusahaan startup di bidang educational technology (edtech) asal Prancis.

Pada 21 Oktober 2021, 360Learning menggaet pendanaan senilai US$ 200 juta (hampir EUR 171,6 juta) dari konsorsium yang terdiri dari Sumeru Equity Partners, SoftBank’s Vision Fund 2, dan Silver Lake Waterman. Investor sebelumnya, yakni Bpifrance’s Large Venture Fund, XAnge, dan Educapital, juga berpartisipasi dalam putaran pendanaan ini.

Angka pendanaan tersebut tentu capaian signifikan, mengingat pada putaran sebelumnya perusahaan rintisan ini hanya menggaet US$ 40 juta. Dengan pendanaan baru tersebut, berarti startup ini telah mengumpulkan total lebih dari US$ 240 juta (sekitar EUR 206 juta). Berkat guyuran dana baru tersebut, perusahaan ini berencana merekrut lebih banyak orang, ekspansi ke sejumlah pasar baru, juga melakukan akuisisi.

Hingga saat ini, ada sekitar 1.500 perusahaan besar di dunia yang sudah menggunakan platform 360Learning, termasuk nama-nama besar seperti LVMH dan Toyota. Mereka umumnya menggunakan platform ini untuk kebutuhan on-boarding karyawan, pelatihan software, dan aneka kursus lainnya yang membantu perusahaan pengguna meningkatkan kemampuan menjual, kepemimpinan, dan soft skill lainnya.

Boleh dibilang, platform 360Learning menggabungkan aplikasi Learning Management System (LMS) dengan collaborative tools. Platform ini memungkinkan para pemimpin dan pembelajar saling terhubung dan berkolaborasi. Platform ini berupaya menjadi semacam “Instagram for Learning”, di mana setiap orang bisa menciptakan suatu kursus, membuatnya menarik, dan menyebarkannya ke komunitas pembelajar mereka.

Platform ini merupakan aplikasi B2B (pasar kelembagaan) yang menargetkan kalangan departemen/divisi human resources (HR) korporasi menengah-besar, UMKM, dan sekolah-sekolah besar. Ini merupakan pasar yang sibuk dan butuh waktu panjang untuk penetrasinya. Sejauh ini, 360Learning cukup berhasil.

Belakangan, yang menjadi klien penggunanya dari kalangan perusahaan besar. Namun, untuk mencapai sukses tersebut, butuh perjalanan panjang.

Perusahaan startup ini didirikan oleh dua sahabat yang sudah dekat sejak kecil. Nicolas “Nick” Hernandez dan Guillaume Alary sama-sama satu sekolah di Ecole Polytechnique.

Hernandez lulus dari Ecole Polytechnique dan meraih gelar master pada 2008 dari ESSEC. Ia memulai kariernya di sebuah bank besar. Sempat setahun berkarier di sana, ia lalu mengundurkan diri, karena menganggap pekerjaannya tidak menarik.

Hernandez lalu mencari pekerjaan lain, hingga satu setengah tahun, tetapi tidak menemukannya. Di sisi lain, Alary juga merasakan hal yang sama.

Ketika bertemu, keduanya pun memutuskan membuat bisnis bersama saja. Di akhir 2010, Hernandez dan Alary sepakat pada suatu ide bisnis ⸺yang hampir tak ada hubungannya dengan 360Learning. Proyek ini disebut Myrtilla, yang menganalisis sejumlah besar data dalam bentuk grafik. Dengan sangat cepat, mereka mampu mengumpulkan EUR 280 ribu dari jaringan mereka sendiri.

Namun, duit cash itu menguap dengan cepat. Pasalnya pada produknya. Karena sangat bersifat teknologis, produk ini tidak mampu sukses secara komersial.

Menurut Hernandez, kegagalan ini karena dua faktor. Pertama, mereka mengembangkan produk yang kompleks, dengan tim pengembang yang kebanyakan terdiri dari orang magang.

Kedua, terkait dengan kondisi ekosistem pada saat itu. Seperti dimaklumi, pada 2010 itu inkubator masih jarang, dan semua literatur serta budaya digital entrepreneurship belum cukup tersebar di Eropa.

Setelah setahun penjualan teknologi mereka tak terkelola dengan baik, mereka bertemu dengan Sebastien Mignot, Co-founder 360Learning lainnya yang akhirnya diposisikan sebagai CTO. Seorang mentor kemudian menasihati mereka untuk tidak terlalu fokus pada teknologi tersebut, melainkan menemukan aplikasi yang pas dan sempurna berbasis teknologi ini.

Dari sini mereka pun memikirkan tentang pentingnya mengelola pengetahuan (knowledge). Mereka menyadari aplikasi data modeling mereka punya kemampuan menghasilkan tes pengetahuan canggih secara otomatis.

Kemudian di tahun 2012 itu, selama setahun mereka menjual aplikasi ini ke sekolah-sekolah, museum, dan para guru. Namun, tidak berhasil. Penyebabnya, kemampuan menjual mereka terbatas dan, di sisi lain, segmen pasar ini tidak bersedia membayar.

Pada awal 2013, investasi yang telah mereka terima dua tahun sebelumnya hampir habis. Padahal, belum ada pelanggan dan pendapatan. Hernandez menyebut di masa itu mereka sedang mengalami tekanan moral. Mereka pergi liburan dan berpikir untuk berhenti saja.

Namun, ketika kembali dari liburan, mereka bertemu dengan tim dari Orange (perusahaan telekomunikasi global yang berpusat di Bristol, Inggris) yang menanyakan apakah mereka bisa mengelola kegiatan social training. Di saat inilah, platform 360Learning dilahirkan. Deal pertama ini pun terjadi pada Januari 2013 dengan nilai EUR 5.000.

Memang angka itu tak memadai, tetapi ini momen yang menunjukkan konsepnya tervalidasi. Hernandez dan Alary memutuskan berinvestasi di Adwords untuk memperoleh lead penjualan. Langkah ini berhasil. Mereka mendapatkan 10 lead per minggu, dan berhasil meneken satu kontrak per bulan, hingga Juni 2013.

Para pendiri 360Learning berjumpa dengan Jean-David Chamborderon (pendiri ISAI) melalui jaringan alumni pada Juni 2013. Mereka berupaya menghimpun pendanaan untuk menggenjot pertumbuhan dan merekrut tim dengan orang-orang berkinerja bagus.

Setelah pertemuan pertama itu, Chamborderon meminta mereka bertemu lagi keesokan harinya. Setelah pertemuan-pertemuan itu, kesepakatan diteken pada September 2013, untuk suntikan dana senilai EUR 1,2 juta (sekitar US$ 1,5 juta) dari ISAI dan 3T Capital, sebagai pendanaan Seri A. Itulah suntikan dana awal yang cukup signifikan bagi startup ini.

Selepas itu, terjadi akselerasi pada pertumbuhan bisnis mereka. Pada 2014 dan 2015, mereka dapat melipattigakan jumlah pelanggannya per tahun. Secara umum, hal ini karena kemampuan mereka men-deliver produk yang sejalan dengan kebutuhan pasar, kemampuan menjual di lingkungan industri, dan akhirnya membangun tim yang sukses mendukung pertumbuhan bisnis.

Hingga kemudian bisnis startup ini terbang tinggi. Pada April 2019, 360Learning menggaet EUR 36,5 juta pada putaran pendanaan Seri B dari Bpifrance, Hi Inov-Dentressangle, XAnge, Educapital, dan ISAI. Dana ini digunakan untuk mengonsolidasikan posisi kepemimpinannya di Prancis, serta mengejar pertumbuhan bisnis di Inggris dan Amerika Utara dengan kantor barunya di London dan New York. Kemudian, datanglah momentum besar seperti banyak diberitakan belakangan, ketika 360Learning menerima pendanaan cukup besar, senilai US$ 200 juta, pada Oktober 2021.

Apa yang sesungguhnya ditawarkan oleh 360Learning? Perusahaan edtech ini membangun model desentralisasi dari pembuatan kursus untuk kalangan karyawan agar dapat belajar dari para ahli (subject matter expert/SME), terutama dari dalam perusahaan.

Karena bersifat kolaboratif, para peserta pembelajaran bisa berkolaborasi dan berpartisipasi dalam komunitas pembelajaran. Kursus-kursus ini bahkan bisa didesain untuk disisipkan dan diintegrasikan dalam hari-hari kerja, sehingga pembelajar bisa belajar dari mana pun dan kapan pun.

Dalam beberapa tahun, perusahaan edtech ini berupaya merevolusi pendekatan perusahaan dalam konteks pembelajaran dan pelatihan karyawan. Yaitu, dengan membuat program pembelajaran yang lebih berpola bottom-up ketimbang top-down.

Perlu diketahui, kebanyakan model pelatihan korporat tradisional memang bersifat top-down. Dalam arti, pihak manajemen perusahaan atau bagian HR ⸺khususnya learning & development (L&D)⸺ menentukan apa saja kebutuhan pembelajaran buat karyawan (learning needs), kemudian menciptakan atau membeli material pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sebaliknya, pada metodologi Collaborative Learning, setiap orang dalam anggota tim dapat membuat suatu permintaan ataupun menciptakan sebuah analisis kebutuhan pembelajaran. Artinya, setiap orang dalam organisasi dapat berkontribusi pada proses pembelajaran. Karyawan dapat mengusulkan skema kebutuhan belajar.

Lalu, ada karyawan lain yang berkat keterampilan uniknya dapat menciptakan konten untuk memenuhi aneka kebutuhan belajar. Selanjutnya, unit L&D membantu menerapkan Quality Control, mengumpulkan umpan balik, membantu karyawan menyelesaikan kursusnya, ataupun memastikan para peserta program pembelajaran memperoleh apa yang mereka butuhkan untuk sukses dalam bekerja.

“Seiring dengan tren kita makin banyak menghabiskan waktu untuk online, kalangan perusahaan makin menyadari pentingnya kekuatan pembelajaran kolaboratif. Kenyataannya, 75% pembelajar mengatakan, kolaborasi adalah cara paling penting untuk kita belajar,” kata Josh Bersin, analis industri global dan pendiri Bersin by Deloitte.

“360Learning adalah platform perintis yang men-deliver pembelajaran kolaboratif dengan cara unik dan membantu tim L&D untuk menerapkan pola kolaborasi ke dalam alur kerja,” kata Bersin lagi.

Boleh dikatakan, 360Learning telah mengembangkan sebuah platform pembelajaran yang memungkinkan setiap ahli di perusahaan untuk memimpin dan mengajar di kelas secara online, tanpa perlu menyewa seorang desainer konten. Teknologi canggih ini berbasis pada konsep yang sederhana: proses pembelajaran yang bagus berasal dari manusia, yakni dari para guru, fasilitator, dan para ahli (SME).

Platform 360Learning memungkinkan pengguna menggabungkan aneka jenis media, yang diramu dalam sebuah kursus/pembelajaran. Sebagai contoh, pengguna dapat menangkap video, menambah pertanyaan, dan memberikan umpan balik. Pengguna juga dapat menggunggah file-nya sendiri, menambahkan video YouTube, dan lainnya. Antarmukanya dibuat semudah mungkin, sehingga pengguna tidak perlu menjadi ahli e-learning untuk membuat sebuah program kursus.

Salah satu keistimewaan lagi, 360Learning telah menggunakan teknologi artificial intelligence (AI). Manfaatnya antara lain untuk mengidentifikasi kursus-kursus yang bisa ditingkatkan kualitasnya. Teknologi ini juga bisa membantu menemukan kursus yang tepat untuk karyawan pada saat yang tepat.

Cara kerja teknologi AI dalam hal ini adalah menganalisis sekumpulan data relevan yang dikumpulkan dari proses interaksi belajar dan memadukannya dengan umpan balik dari peserta untuk menjamin suatu proses belajar yang mutakhir (up-to-date) dan sesuai dengan kebutuhan peserta (custom-made).

Manajemen 360Learning mengklaim, ribuan perusahaan pelanggannya telah mampu memperbarui proses pembelajaran karyawan mereka dengan model pembelajaran kolaboratif, yang dipadukan dengan teknologi AI dan analisis data. Mereka mengaku menerima Skor Relevansi rata-rata 95%, di samping telah memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan.

Menurut Hernandez, Co-founder dan CEO 360Learning, dengan pendekatan dan teknologi pembelajaran yang tepat, L&D bisa menjadi pendorong pertumbuhan bisnis perusahaan. Manajemen 360Learning juga mengklaim, hasil penggunaan 360Learning menunjukkan bahwa tingkat retensi pembelajar meningkat dan pelatih merasa diberdayakan dan didorong untuk terus menciptakan pelatihan-pelatihan lainnya. Para pelatih pun bisa terdorong untuk menciptakan pengalaman belajar interaktif yang kaya dan bervariasi.

Kalangan investor memuji apa yang sudah dicapai 360Learning dan potensinya. Sebagai contoh, Sanjeet Mitra, Managing Director Sumeru, percaya bahwa tren pembelajaran karyawan akan memainkan peran penting dalam 25 tahun mendatang.

“Kami senang bermitra dengan Nick, tim manajemen, dan grup investor yang luar biasa untuk mendukung 360Learning yang menawarkan kemungkinan tanpa batas mengenai pembelajaran kolaboratif dalam era pembelajaran korporat mendatang,” kata Sanjeet Mitra, mewakili perusahaannya dalam rilis beritanya.

Di sisi lain, Hernandez menanggapi, “Kami senang untuk menerima sekumpulan investor brilian dari tiga benua berbeda untuk membantu kami menyebarkan terobosan transformatif di pasar solusi pembelajaran.”

360Learning berencana bisa mempekerjakan lebih dari 500 orang hingga akhir tahun depan. Perusahaan rintisan yang bermarkas di Paris, Prancis, ini juga berencana ekspansi ke mancanegara, antara lain ke Amerika Utara, Asia, Eropa, dan Amerika Selatan. Perusahaan ini pun tetap akan berinvestasi dengan pola merger dan akuisisi strategis serta meneruskan misinya untuk menjadi platform terbaik dalam ranah pembelajaran korporat (corporate learning) di dunia. (*)

Sekilas Profil 360Learning

Fungsionalitas yang Disediakan Platform 360Learning

Perusahaan Pengguna (Klien) Ternama

Orange (telekomunikasi), LVMH (barang mewah), Toyota (pabrikan mobil), Dior (fashion, parfum, dan barang mewah), Cap Gemini (consulting & digital manufacturing), SNCF (perusahaan kereta nasional Prancis), Adecco (agensi rekrutmen dari Swiss), BNP Paribas (perbankan dan jasa keuangan global), Havas (perusahaan iklan, pemasaran, dan komunikasi korporat global), HEC (European Business School), Criteo (periklanan digital untuk ritel Internet), Carrefour (perusahaan ritel multinasional), Ernst & Young (firma akuntasi global), Pernod Ricard (produsen minuman internasional), Danone (perusahaan makanan global), Stanley Black & Decker (produsen perkakas industri dan rumah tangga).

Penghargaan yang Pernah Diterima

Joko Sugiarsono

Riset: Armiadi Murdiansah (dari berbagai sumber)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved