
Cukup banyak persoalan di bidang trucking di Indonesia. Pemesanan kendaraan truk pun tergolong sulit karena sangat khusus dan armadanya tidak bisa di-tracking karena tidak dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS). Berbagai masalah inilah yang mendorong Roolin Njotosetiadi mendirikan perusahaan rintisan Logisly di bawah bendera PT Logistik Pintar Indonesia.
Sebelum mendirikan Logisly, Roolin sudah banyak mempelajari berbagai trucking marketplace di luar negeri. Bahkan, jauh sebelumnya, dia pernah bekerja di perusahaan trucking keluarga dan dia melihat perusahaan trucking ini running bisnisnya sangat manual.
“Saya mempelajari di luar negeri sudah banyak sekali benchmark trucking marketplace di mana ada agregasi secara digital pemain-pemainnya, yaitu supply dan demand di trucking adalah orang yang membutuhkan truk dan menyediakan truk, tetapi digital trucking di Indonesia tidak ada,” kata Co-Founder & CEO Logisly ini mengungkap latar belakang dibuatnya Logisly.
Roolin membesut Logisly dengan rekannya, Robbi Baskoro, yang saat ini menjadi Co-Founder & CTO Logisly. Hampir dua dekade, Robbi berkecimpung di dunia teknologi informasi dan sempat juga berkarier di pemerintahan.
Di Logisly, Robbi bertanggung jawab atas teknologinya yang memungkinkan startup ini mencapai skalabilitas dan menyelesaikan masalah-masalah yang tidak mungkin diselesaikan tanpa teknologi. Selain mengelola tim engineering, dia juga membawahkan bagian human resource.
Dari awal, Logisly sudah memiliki angel investor, tapi tidak lama kemudian ada modal ventura. Di April 2019, Logisly mulai berjualan, dan satu bulan setelahnya startup ini sudah memiliki transaksi pertama kalinya.
“Tentunya, di tahun pertama sangat masif karena sudah mendapatkan konsumen-konsumen besar yang hingga saat ini pun masih melakukan transaksi. Salah satunya, Unilever,” kata Roolin yang pernah bekerja di startup Kudo dan di Grab setelah Kudo diakuisisi Grab.
Saat ini, Logisly diklaim sebagai digital trucking terbesar di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang menyewa truk (shipper) dan menyewakan mobil truk (perusahaan trucking) yang bergabung dengan Logisly sudah cukup banyak.
“Kami sudah memiliki 600 shipper dan lebih dari 2.000 trucking. Kami ingin menjadi platform yang mendominasi dan kami ingin menjadi platform pilihan pertama untuk shipper. Shipper kami terbagi dari FMCG dan non-FMCG,” katanya.
Shipper Logisly di FMCG antara lain ada Unilever, Nabati, Coca-Cola, P&G, dan Santori. Di non-FMCG, banyak pemain elektronik, seperti Midea dan Haier. Selain itu, ada juga e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia. Tak hanya itu, Logisly pun mengangkut komoditas dan chemical seperti cat Dulux, biji plastik milik Chandra Asri, dan beras Bulog.
Roolin menjelaskan kelebihan bergabung dengan Logisly. Pertama, perusahaan trucking (yang menyewakan truk) atau transporter tidak perlu repot mencari orderan karena mereka akan mendapatkan order dari Logisly.
Kedua, perusahaan trucking tidak perlu memiliki akun yang banyak; deal bisnis dilakukan secara online, dan invoice bisa dibuat di platform Logisly.
Jadi, menurut Roolin, dari semua perusahaan trucking yang bergabung, 80% mengalami peningkatan pada operasinya. Hampir semuanya mengalami kenaikan income dari utilisasi mereka.
“Jadi, ketika mereka bekerjasama dengan Logisly, dibandingkan langsung dengan konsumen, mereka tidak usah repot lagi mengurusi admin, marketing. Dan, yang paling penting, yang dulunya perusahaan tracking performance terkadang bagus atau tidak, sekarang mereka bisa naik di angka hingga 90%,” Roolin menjelaskan.
Untuk shipper, keuntungan bergabung dengan Logisly cukup banyak. Misalnya, pesan armada dilakukan secara online dan mendapatkan kepastian dalam hitungan jam dari transporter yang terverifikasi dengan Service Level Agreement yang terjamin dan bebas Transport Management System.
Selain itu, Logisly bisa melacak keberadaan truknya karena sudah terintegrasi dengan GPS, dan semua surat jalan serta skema pembayaran sudah terdigitalisasi. “Selama empat tahun ini, Logisly sudah memiliki 600 shipper dan semuanya merupakan perusahaan besar,” ujar Roolin.
Selain itu, shipper bisa melakukan real-time tracking lokasi truk. Logisly menyediakan pula invoice digital sehingga memudahkan shipper dalam memeriksa dokumen; juga sistem Proof of Delivery, yang membuat shipper dapat mengetahui keberadaan dokumen atau barang yang sedang dikirimnya.
Menurut Roolin, peluang di bisnis ini semakin bagus kalau jaringannya semakin besar. Dia pun merasa, di tahun pertama dan kedua membangun fundamental, kemudian pihaknya mulai memiliki transporter dan shipper yang rutin. Jadi, mulai terlihat: semakin banyak shipper, semakin banyak juga transporter yang tergabung.
Dengan siklus seperti itu, Logisly akan lebih cepat lagi berkembang. Saat ini, Logisly memiliki 130 karyawan dan 50 freelancer.
Hingga saat ini, jangkauan pengiriman Logisly sudah ke 250 kota di Indonesia, dari Aceh sampai Papua (Merauke). Jumlah transaksinya pun telah mencapai hingga ribuan dalam sebulan. “Dalam setahun, revenue kami di atas Rp 100 miliar. Setiap tahun, kami targetkan peningkatan bisnis naik hingga 50%,” kata Roolin optimistis. (*)
Dede Suryadi dan Sri Niken Handayani