Technology

Swvl, Sang Pembaru Transportasi dari Mesir

Swvl, Sang Pembaru Transportasi dari Mesir

Hanya dalam lima tahun, Swvl telah mengubah wajah transportasi di Mesir dan negara sekitarnya. Layanan berbasis platform yang dibesut sejumlah youngster ini merupakan unicorn terbesar dari Timur Tengah yang melantai di bursa Nasdaq. Bagaimana perjalanan dan prospek startup ini?

Mostafa Kandil, Founder & CEO Swvl.
Mostafa Kandil, Founder & CEO Swvl.

Nama Swvl buat orang Mesir mungkin sama halnya dengan nama Gojek buat orang Indonesia. Kedua nama itu sama-sama sudah menjadi andalan masyarakat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain, karena sama-sama merupakan platform untuk layanan ride hailing atau ride sharing. Kesamaan lainnya, keduanya juga sudah didukung pendanaan investor internasional/global dalam pengembangan usahanya.

Hanya saja, ada bedanya dari aspek jenis alat transportasi yang dimanfaatkan. Pada Gojek, kendaraan yang dipakai untuk layanan ride sharing adalah kendaraan individu, baik berupa mobil maupun sepeda motor. Adapun pada Swvl, alat transportasinya adalah jenis bus atau shuttle. Selain itu, berbeda dengan Gojek yang layanannya bersifat individu, layanan ride sharing Swvl disediakan sebagai transportasi massal.

Lewat aplikasi Swvl, pelanggan dapat melakukan reservasi dan membayar tumpangan pada bus-bus swasta yang beroperasi di rute-rute tetap. Algoritme perusahaan ini menggunakan lokasi dan destinasi penumpang untuk mengalkulasi waktu perjalanan tercepat berbasis pada titik pemberhentian bus terdekat.

Teknologi ini juga memungkinkan efisiensi lebih baik daripada transportasi publik konvensional, yang berdampak juga pada emisi yang lebih rendah. Selain layanan transportasi umum, perusahaan startup yang didirikan pada 2017 di Kairo, Mesir, ini juga menyediakan layanan B2B untuk korporat dan institusi.

Di bisnis layanan ride sharing bus di Mesir ini, Swvl tidak sendirian. Uber, perusahaan ride sharing global, dan Careem, perusahaan kompetitor asal Dubai, Uni Emirat Arab, juga telah menyediakan layanan berbasis bus ini di akhir 2018. Boleh dibilang keduanya berkompetisi langsung dengan Swvl.

Sesungguhnya, Swvl tidak hanya beroperasi di Mesir. Perusahaan rintisan ini juga telah menjadi perusahaan multinasional alias global player. Swvl kini beroperasi di lebih dari 100 kota di 20 negara, mencakup kawasan Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.

Perusahaan ini sudah melayani jutaan perjalanan per bulan. Targetnya cukup hebat, yakni 2 juta trip per hari pada tahun 2025. Kantor administrasi Swvl ada di Dubai dan operasi utamanya di Mesir. Berdasarkan data per Agustus 2021, Swvl memiliki sekitar 600 karyawan (400 orang bekerja di Mesir), serta diperkuat armada sekitar 5 ribu unit bus, dengan mayoritas berada di Mesir.

Pada Juli 2021, Swvl menyepakati kesepakatan merger dengan sebuah entitas SPAC (special purpose acquisition company) asal Amerika Serikat bernama Queen’s Gambit Growth Capital. Merger dengan SPAC Queen’s Gambit ini ditutup (diselesaikan) pada 31 Maret 2022.

Selanjutnya, perusahaan hasil penggabungan ini mulai memperdagangkan sahamnya di bawah kode (ticker) SWVL. Kesepakatan merger tersebut juga membuat valuasi Swvl menjadi US$ 1,5 miliar, sehingga membuatnya menjadi unicorn Timur Tengah terbesar yang go public di bursa Nasdaq, AS.

Swvl didirikan oleh Mostafa Kandil dan dua temannya saat di sekolah dasar, Mahmoud Nouh dan Ahmed Sabbah, dengan uang dari kantong mereka sendiri sebesar US$ 30 ribu. Belakangan, kedua co-founder ini meninggalkan Swvl: Nouh pada 2019 dan Sabbah pada 2021.

Perusahaan ini mulanya mengembangkan aplikasi untuk memecah keruwetan lalu-lintas di Kairo, tapi kemudian beralih dikembangkan sebagai platform untuk memesan perjalanan bus murah di kota tersebut. Setelah empat bulan beroperasi, perusahaan ride sharing yang lebih besar asal Dubai, Careem, ikut berinvestasi US$ 500 ribu.

Kehadiran Swvl tak bisa dipisahkan dari perjalanan hidup Mostafa Kandil, sang pendiri utama. Pada 2016, Kandil yang kala itu berusia 24 tahun, bekerja di kantor Careem yang ada di Kairo. Tugasnya, memperkenalkan kehadiran perusahaan layanan ride hailing asal Dubai itu ke pasar-pasar baru.

Timnya secara rutin melapor kepada Mudassir Sheikha, CEO Careem, untuk mengevaluasi hasilnya. Salah satu ukuran kunci yang mereka sering diskusikan adalah ongkos perjalanan rata-rata (average trip fare). Saat itu, di Timur Tengah, layanan transportasi on-demand semacam itu ongkosnya berkisar US$ 3-4 sekali naik.

Dalam pengamatannya, Kandil menilai ongkos sebesar itu terlalu mahal untuk kebanyakan daerah miskin. Tak terkecuali di Mesir. Di negeri ini, devaluasi poundsterling menyebabkan inflasi melonjak. Di sisi lain, meskipun transportasi publik di Kairo terbilang murah, kualitas layanannya parah.

Dari fakta itulah, Kandil mengembangkan ide untuk mengombinasikan efisiensi layanan yang dimiliki Careem, dengan ongkos sebagaimana diterapkan layanan transportasi publik. Lalu, pada Februari 2017, ia memutuskan keluar dari Careem, untuk memulai usaha sendiri. Dengan bantuan Nouh dan Sabbah, pada 2017 itu ia mengembangkan aplikasi yang menghubungkan para commuter dengan bus-bus yang tersedia, yang akhirnya menjadi platform bernama Swvl.

“Kami berupaya membangun transportasi publik milik kami sendiri, yang pada dasarnya lebih cerdas (daripada sebelumnya),” ujar Kandil, yang bersama dua sahabatnya itu pernah masuk daftar peringkat Forbes Middle East’s 30 Under 30.

Mengenai pembagian tugasnya, Nouh bertanggung jawab atas urusan operasional Swvl dan Sabbah menangani urusan teknologi. Adapun Kandil, seperti katanya sendiri, bertanggung jawab atas “urusan lainnya”.

Untuk membangun jejaring pengemudi, mereka mendekati para operator private tour, yang senang berbagi armada bus dan van dengan AC yang berkualitas tinggi. Armada ini sering menganggur karena stagnasi industri pariwisata.

Agar operator tur mau bergabung, Swvl harus bersedia menggaransi bayaran untuk para pengemudi per tumpangan (ride) hingga angka tertentu, setelah itu baru mereka mau berbagi revenue. Dalam tiga bulan, cuma 30 pengemudi yang mendaftarkan diri.

Seiring perkembangan waktu, akhirnya Swvl berhasil memiliki akses terhadap ribuan bus dan van. Pelanggan dapat menjadwalkan titik jemput dan turun pada rute-rute yang sudah tetap di waktu yang juga sudah tetap, dan membayar melalui aplikasi atau secara tunai. Ongkos perjalanan tiap 25 km sebesar EGP 35 (US$ 1,98) ―sebagai perbandingan, Careem atau Uber mematok EGP 150.

Pada masa-masa awal itu, layanan Swvl tersedia untuk 140 rute di Kairo dan Alexandria ―dua kota penting di Mesir. Perusahaan ini menganalisis data pencarian pengguna untuk menentukan destinasi paling populer. Kala itu, Swlv menangani lebih dari 10 ribu tumpangan per minggu (ride per week).

Untuk menargetkan kalangan milenial yang lebih melek teknologi, Swvl memanfaatkan iklan online. “Kami lebih menginginkan yang menggunakan layanan Swvl adalah kalangan anak muda,” ujar Kandil, “karena kami ingin kelihatan cool.”

Di Kairo, Swvl bukanlah yang pertama menawarkan layanan ini. Buseet, yang didirikan pada 2016, menyediakan layanan yang sama dan telah berekspansi ke Dubai. Careem ―yang kemudian menjadi anak usaha Uber― juga menyediakan layanan bus di Kairo. “Kami datang ke arena bisnis yang sungguh ramai. Kompetisinya ketat,” kata Kandil.

Sementara itu, Pemerintah Mesir tidak mempersoalkan layanan yang disediakan Swvl. “Mereka cukup netral untuk urusan ini,” katanya. Keuntungan lainnya, dukungan cukup berarti diperoleh Swvl, yakni dari Careem. Hanya empat bulan setelah mendirikan Swvl, Kandil menerima seed funding sebesar US$ 500 ribu dari eks perusahaannya itu.

Pada saat Swvl baru mengoperasikan 10 rute di Kairo, Mudassir Sheikha, CEO Careem, membuat pesan minta bertemu di Kairo. Sampai saat itu, ketiga pendiri Swvl telah menginvestasikan dana US$ 30 ribu dari kantong mereka sendiri. Upaya mereka bertiga untuk mencari pendanaan dari kalangan pemodal ventura (VC) hingga saat itu belum berhasil, terutama lantaran usia muda mereka. “Saya ingat dalam beberapa meeting, beberapa orang kelihatan tidak serius menanggapi kami,” ujar Kandil.

Namun, tidak demikian dengan Sheikha ataupun co-founder Careem, Magnus Olsson. “Mereka telah menunjukkan bahwa mereka sanggup bergerak dan beriterasi dengan cepat, yang merupakan hal penting untuk menemukan situasi kecocokan pasar dan produk,” kata Sheikha.

Dengan dana tersebut, Kandil dapat memperluas jaringan pengemudi Swvl, dan menambahkan Alexandria sebagai kota garapannya setelah Kairo. Setelah itu, menyusul ke kota-kota di negara tetangga, yakni Karachi (Pakistan) dan Riyadh (Arab Saudi).

Kandil lahir dan dibesarkan di Kairo. Mulanya, aspirasinya adalah menjadi insinyur perminyakan, sehingga pada 2009 ia mendaftarkan diri untuk menjadi mahasiswa Jurusan Petroleum and Energy Engineering, American University of Cairo. Ketika masih kuliah, ia sempat magang di perusahaan layanan ladang minyak bernama Schlumberger. Inilah yang mengubah pemikirannya. Di sana ia merasa mentok dan tak menyukai gaya hidup korporat. Karenanya, ia mulai mencari karier lain.

Kami berupaya membangun transportasi publik milik kami sendiri, yang pada dasarnya lebih cerdas (daripada sebelumnya).

Mostafa Kandil, Founder & CEO Swvl

Pada 2013, Kandil berpartisipasi dalam sebuah program pelatihan sebulan, yang dijalankan oleh Google di Dublin. Para partisipan belajar tentang digital advertising.

Kembali ke Kairo, ia mengambil cuti dari studinya untuk melamar sebuah posisi di perusahaan bernama Rocket Internet, perusahaan asal Jerman yang telah melahirkan sejumlah startup. Melalui program Global Venture Development Management yang digelar Rocket, Kandil ditugaskan untuk membantu menjalankan marketplace khusus mobil di Filipina, bernama Carmudi, di tahun 2014 bersama dua karyawan lainnya.

Seusai program tersebut, Kandil balik ke Mesir dan menyelesaikan kuliahnya hingga lulus sebagai sarjana (bachelor) bidang perminyakan. Ia sempat bekerja di sejumlah perusahaan, termasuk di sebuah VC asal Kairo dan juga anak usaha Rocket Internet.

Setelah itu, ia bergabung dengan Careem. “Ini satu kesempatan yang saya tidak ingin lepaskan,” ujarnya. Ia membantu Careem hingga berekspansi ke delapan kota di Mesir, Turki, dan Pakistan. Tim Kandil menjalankan fungsi legal research, melakukan rekrutmen, dan merancang harga.

Keinginan memulai bisnis sendiri muncul karena melihat adanya peluang untuk mendisrupsi layanan transportasi publik. Secara pribadi, ia juga ingin keluar dari zona nyamannya. Nouh dan Sabbah juga punya perasaan yang mirip.

Pengalaman bekerja di Careem dan Rocket Internet membentuk sosok Kandil sebagai seorang entrepreneur digital. Ia mengambil pelajaran dari fokusnya Rocket Internet pada aspek efisiensi operasional dan upaya memaksimalkan produktivitas. Adapun Careem tampaknya memengaruhi pendekatan Kandil dalam hal pengembangan produk, yakni selalu mencari cara baru untuk automasi dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan teknologi.

Selama tiga bulan pertama, karyawan Swvl hanyalah tiga co-founder perusahaan ini. Mereka bekerja penuh, mengembangkan suatu sistem otomatis yang menugaskan para pengemudi untuk menuju rute yang diminta.

Kepercayaan dari Careem di tahap seed funding tampaknya menarik perhatian investor lainnya. Pada 2018, sekitar setahun kemudian dari waktu berdirinya, Swvl memperoleh pendanaan Seri A dan juga Seri B. Pada Seri A, Swvl berhasil meraih pendanaan US$ 8 juta. Adapun pada Seri B sekitar US$ 30 juta, sehingga valuasinya ketika itu menjadi US$ 100 juta. Kedua seri pendanaan ini dipimpin oleh BECO Capital dari Dubai, Silicon Badia, serta DiGame, investor dari Afrika.

Bagi Swvl, 2019 boleh dibilang tahun ekspansi area layanan. Pada awal 2019, perusahaan startup ini mengembangkan pasarnya ke Kenya, bermitra dengan BRCK untuk menyediakan layanan Wi-Fi gratis di bus. Di tahun yang sama Swvl berekspansi ke Nigeria.

Pada Juni 2019, perusahaan ini meraih pendanaan Seri C senilai US$ 42 juta dari sejumlah VC, seperti BECO Capital (Dubai), Vostok (Swedia), MSA (China) Endeavor Catalyst (New York), Autotech (Palo Alto), dan Oman Technology Fund (Oman).

Selanjutnya, Swvl melebarkan operasinya ke Pakistan pada Juli 2019, dimulai dari Lahore. Kemudian ke Jordania, dimulai dari Kota Amman pada November 2019. Di akhir 2019, perusahaan ini memindahkan kantor pusatnya dari Kairo ke Dubai.

Nah, pada Juli 2021, Swvl meneken kesepakatan merger dengan Queen’s Gambit Growth Capital, SPAC pertama yang semua direksinya wanita. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, CEO Queen’s Gambit, Victoria Grace, dan sejumlah eksekutif lainnya bergabung dalam jajaran eksekutif (board of executives) dan jajaran penasihat (advisory board) Swvl.

Kesepakatan merger tersebut membuat valuasi Swvl menjadi US$ 1,5 miliar, membuatnya sebagai unicorn Timur Tengah terbesar yang go public di Nasdaq. Sebagai bagian dari transaksi itu, Swvl meraih dana US$ 121,5 juta dalam skema PIPE (Private Investment in Public Equities). Para investor PIPE ini mencakup Agility, Chimera, EBRD (European Bank for Reconstruction and Development), Luxor Capital, Teklas Ventures, dan Zain.

Tak lama setelah pengumuman merger SPAC itu, Swvl membuat sejumlah langkah akuisisi, dengan berekspansi ke Eropa dan Amerika Latin. Agustus 2021, Swvl mengakuisisi Shotl, layanan tumpangan on-demand yang menggunakan shuttle bus di Eropa dan Brasil. Lalu, pada November 2021, mengambil alih ViaPool, perusahaan transportasi massal yang bersifat private-public hybrid, yang beroperasi di Argentina dan Cile.

Sekilas Profil Swvl

–Nama perusahaan : Swvl Inc.

–Bidang bisnis : layanan/solusi transportasi untuk publik (B2C) maupun pelanggan institusi (B2B) berbasis platform ride sharing dan layanan mobility as a service

–Waktu berdiri : April 2017 di Kairo (Mesir)

– Pendiri : Mostafa Kandil, Mahmoud Nouh, dan Ahmed Sabbah (dua nama terakhir sudah meninggallkan Swvl)

–Tokoh kunci saat ini : Mostafa Kandil (CEO) dan Youssef Salem (CFO)

–Kantor utama : Dubai (Uni Emirat Arab), sebagai kantor pusat dan Kairo (Mesir)

–Kawasan operasional : Lebih dari 100 kota di 20 negara, di kawasan Asia (terutama Timur Tengah), Afrika, Eropa, dan Amerika Latin

–Status : perusahaan publik di Nasdaq Stock Exhange (AS) dengan ticker SWVL

–Nilai valuasi : diperkirakan lebih dari US$ 1,5 miliar

–Penyandang dana penting sejak berdiri: Careem, BECO Capital, Silicon Badia, DiGame, Vostok, MSA, Endeavor Catalyst, Autotech, Oman Technology Fund, EBRD, Chimera, Agility, Luxor Capital

–Revenue : US$ 38,35 juta (2021, menurut Wikipedia) atau US$ 79 juta (2021, menurut Reuters)

–Net income : US$ -141 juta (2021, menurut Wikipedia)

–Jumlah karyawan : lebih dari 600 orang (Desember 2021)

Sumber: Wikipedia dan sumber lain

Selanjutnya, pada Maret 2022, Swvl mencaplok Door2door. Perusahaan software yang berpusat di Berlin ini melisensikan teknologi untuk kota-kota, perusahaan transportasi, dan perusahaan swasta lainnya di 10 negara Eropa.

Youssef Salem, CFO Swvl, kepada Reuters (12 Agustus 2021) mengungkapkan bahwa perusahaannya siap mencatatkan profit pertama pada 2024, seiring dengan ekspansinya ke pasar-pasar baru. Ia menargetkan profitnya pada 2024 sekitar US$ 13 juta, sedangkan di 2025 bisa mencapai US$ 170 juta.

Meskipun aktif berekspansi dalam hal area layanan, Swvl tampaknya juga memperhatikan efisiensi operasional. Langkah pentingnya adalah mengoptimalkan rute armadanya dan mengurangi jumlah tenaga kerja sekitar 32%. Adapun pengurangan karyawan diarahkan pada peran-peran yang sudah diautomasi perusahaan.

Selain menyediakan layanan transportasi untuk umum (publik), Swvl pun menyediakan layanan B2B. Pertama, layanan transportasi untuk kalangan institusi yang disebut Transport as a Service (TaaS). Pelanggannya: kalangan korporat, sekolah dan universitas, fasilitas industri, maskapai penerbangan, serta pelanggan institusional lainnya. Kedua, layanan Software as a Service (SaaS), dengan menyewakan lisensi teknologi transportasinya untuk agen-agen perjalanan, operator bus, serta para pemilik armada kendaraan berkapasitas besar.

Menurut Salem, kedua bisnis ini ―layanan TaaS dan layanan SaaS― tumbuh pesat. Dalam hal bisnis untuk pelanggan institusional ini, Swvl telah memiliki lebih dari 500 akun aktif di empat benua, dengan revenue bulanan sudah lebih dari US$ 5 juta. “Akuisisi kami pada Viapool, Volt Lines, dan Shotl, juga door2door, berkontribusi pada pertumbuhan bisnis (baru) ini,” demikian pernyataan pers yang dirilis perusahaan ini.

Hal yang menarik juga, mulai tahun 2023 Swvl akan mengembangkan layanan lain di luar jasa transportasi. Antara lain, logistik, layanan iklan, dan layanan keuangan.

Langkah-langkah ini, diyakini Salem, akan melejitkan revenue Swvl menjadi US$ 800 juta pada 2024. Ini memang proyeksi yang sangat percaya diri, mengingat pada 2021 revenue-nya diperkirakan (menurut catatan Wikipedia) baru US$ 38,35 juta. Bahkan, Salem menyebutkan, perusahaannya juga menargetkan revenue melebihi US$ 1 miliar pada 2025. (*)

Joko Sugiarsono

Riset Bahan: Armiadi Murdiansah (dari berbagai sumber)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved