Management Trends

Tim Cobra Polres Lumajang: Waspadai Penipuan Qnet Berkedok Perusahaan Penjualan Langsung

Hasil penelusurusan mendalam antara Tim Cobra Polres Lumajang dengan Kementerian Perdagangan RI, SIUPL Qnet (PT QNII) telah habis masa berlakunya sejak tanggal 24 Maret 2018

Dalam siaran persnya pada 9 September 2019, PT Qnet Indonesia mengklarifikasi sebagai perusahaan penjualan langsung. “Qnet bukan perusahaan money game seperti yang diberitakan pada beberapa media. Sebab, Qnet tergabung dalam Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) yang mengontrol ketat setiap aktivitas bisnis para anggotanya,” ujar Ganang Rindarko, General Manager Qnet Indonesia mengklaim.

Namun, pada 15 November 2019 berita mengejutkan datang dari Kapolres Lumajang, Jawa Timur, AKBP Dr.Muhammad Arsal Sahban SH, SIK, MM, MH. Kepada media, Arsal menegaskan bahwa PT QN International Indonesia / PT QNII atau Qnet adalah perusahaan illegal di Indonesia karena beroperasi tanpa adanya Surat Izin Usaha penjualan Langsung (SIUPL).

“Hasil penelusurusan mendalam antara Tim Cobra Polres Lumajang dengan Kementerian Perdagangan RI, SIUPL Qnet (PT QNII) telah habis masa berlakunya sejak tanggal 24 Maret 2018. Itu artinya mereka beroperasi menjalankan penjualan langsung di Indonesia tanpa adanya izin resmi dari pemerintah,” ungkap Arsal meyakinkan.

Arsal menjelaskan SIUPL merupakan surat izin yang dikeluarkan langsung oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perusahaan yang bergerak di bidang direct selling (penjualan langsung) atau pemasaran berjenjang (Multi Level Marketing / MLM). Tanpa adanya SIUPL maka usaha yang dijalankan masuk dalam kategori illegal.

Menurut Arsal, Qnet memang memiliki kode etik perusahaan, tapi telah banyak diselewengkan dan dilanggar oleh merek sendiri. Sistem komisi bonus juga tidak sesuai antara yang didaftarkan kepada pemerintah dengan yang diterapkan kepada jaringan anggotaya. Itu artinya ada penyelewengan yang dilakukan oleh Qnet. “Dua hal ini saja sudah menyulitkan bagi perusahaan Qnet untuk mendapatkan SIUPL. Padahal masih banyak penyelewengan yang dilakukan oleh Qnet yang saat ini sedang diusut oleh Tim Cobra Polres Lumajang,” ujarnya.

Penyidikan Tim Cobra Polres Lumajang menjelskan beberapa penemuan investigasi kasus Qnet

Penyidikan Tim Cobra Polres Lumajang juga membuktikan kalau SIUPL PT QNII telah berakhir sejak Maret 2018. Dengan tidak adanya SIUPL yang dimiliki oleh PT QN International Indonesia, menandakan bahwa semua penjualan produk Qnet yang dilakukan oleh jaringan member PT QNII adalah ilegal. Para anggota PT QNII yang masih menawarkan produk Qnet dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan dan melakukan perdagangan tanpa izin. Dia menghimbau kepada masyarakat Indonesia, apabila ada orang yang menawarkan produk Qnet, agar dilaporkan ke Polres terdekat.

Hasil penyidikan juga menemukan fakta, ternyata Qnet Limited (induk usaha PT QNII di Indonesia), menciptakan sistem lalu lintas keuangan yang sedemikian rupa untuk menghindari pajak dan untuk menyembunyikan transaksinya agar tidak mudah diketahui oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Qnet Limited yang merupakan sister company dari Qi Ltd menciptakan sistem keuangan Electronic Card (E-Card). Komisi yang dibayarkan untuk anggota mencapai keseimbangan 3 kirian 3 kanan senilai US$225 ini dapat ditarik melalui E-Card. Nah, hasil komisi dalam bentuk E-Card ini yang nantinya digunakan untuk transaksi di E-Store Qnet dengan membeli produk bagi member yang baru gabung. Sehingga uang yang diperoleh dari member baru yang akan gabung disetorkan atau diberikan kepada senior membernya.

Nantinya senior member tersebut akan mencari senior membernya lagi yg memiliki E-Card untuk transaksi di E-Store. Anggota yang memiliki E-Card juga tidak semuanya, hanya member yang sudah menjadi leader yaitu yang sudah memilki setidaknya 10 circle. Setiap 1 circle sudah memilki 3 member di kaki kanan dan 3 member di kaki kiri, berarti kalau 10 circle sudah memiliki setidaknya 30 member di kaki kanan dan 30 member di kaki kiri.

“Jadi uang yang dari member ke rekening penampungan tidak akan masuk ke rekening perusahaan QNet Limited atau ke rekening PT QNII di Indonesia, tapi uang diambil langsung oleh leader yang memiliki E-Card sebagai pengganti komisi yang didapat,” jelas Arsal.

Beberapa perusahaan yang menampung dana member baru hasil penyidikan Tim Cobra Polres Lumajang adalah PT Wira Muda Mandiri, PT Amoeba Internasional, PT Galaxi, PT-Team, dan masih banyak lagi. Maayoritas di bawah kendali PT Amoeba Internasional. Amoeba sendiri merupakan mitra usaha/support systemdari PT QNII. QNII merupakan support system dari Qnet limited yang berkedudukan di Hong Kong.

Lebih parahnya lagi, komisi yang dibayarkan oleh perusahaan Qnet kepada anggotanya tidak ada pemotongan pajak penghasilan. Demikian pula dengan penjualan tidak ada unsur pajak penjualan. Lalu, perusahaan mana yang membayar komisi kepada member, PT QNII atau Qneet Limited?

Sejatinya, PT QNII tidak pernah membayarkan komisi kepada anggotanya. Mengapa? “Karena PT QNII hanya bertindak sebagai perusahaan boneka saja di Indonesia. Pembelian dilakukan member langsung ke portal Qnet Limited. Demikian halnya komisi dibayarkan oleh Qnet Limited melalui E-Card. Konsep yang sangat cerdas dalam mengelabui hukum di Indonesia. Selain menipu banyak masyarakat Indonesia, ternyata Qnet juga melakukan penggelapan pajak yang luar biasa,” Arsal menguraikan hasil penyidikan Tim Cobra Polres Lumajang.

Untuk menghindari pajak, Qnet melakukan aksi kejahatan money laundering. Dia mengungkapkan bahwa transaksi keuangan Qnet dari Indonesia ditransfer ke Hong Kong. Setelah itu, ditransfer ke Malaysia. Namun, pergeseran uang dari Indonesia ke Hong Kong menggunakan model sistem tertentu untuk mengelabui PPATK.

“Pelaku money laundering selalu menyembunyikan asal usul transaksi keuangannyasekaligus menghindari pajak. Mereka menciptakan sistem yang sedemikian rupa untuk menghindari terlacak oleh pajak dan PPATK. Namun, kami yakin PPATK akan tetap mampu melacak model transaksi apapun yang mereka lakukan untuk membantu penyidikan yang dilakukan oleh Tim Cobra Polres Lumajang,” papar Arsal yang mengaku telah berkomunikasi dengan Kantor Pajak untuk menelusuri penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT QNII maupun Qnet Limited di indonesia.

Temuan lain dari penyidikan menyebut bahwa penipuan bisnis Qnet dilakukan dengan skem piramida. Sejumlah perusahaan tersert dalm kasus sindikat jahat ini, yakni PT QN International Indonesia, PT Amoeba Internasional serta PT Wira Muda Mandiri. Ketiga perusahan ini bertanggung jawab atas penipuan investasi yang dilakukan selama kurang lebih 21 tahun di Indonesia.

Ketiga perusahaan tersebut berbagi peran. PT QN International Indonesia (pemilik brand Qnet) berperan untuk mengurus legalitas perusahaan dengan memanfaatkan celah hukum yang berada di Indonesia. Tugasnya vital, sehingga jika terjadi masalah pada perusahaan yang telah berafiliasi dengan PT QNII, maka payung hukum milik PT QNII lah yang akan digunakan sebagai tameng. Hal ini terjadi saat PT Amoeba Internasional disidik oleh Kepolisian, maka yang diperlihatkan legalitasnya adalah milik PT QNII.

PT Amoeba selalu mengatakan bahwa mereka adalah mitra usaha dari PT QNII, sehingga legalitas PT QNII lah yang dijadikan sebagai dasar legalitas PT Amoeba Internasional. Hal inilah yang menyebabkan beberapa kali penyidikan yang dilakukan oleh polisi kepada PT Amoeba Internasional selalu mentah dan mereka selalu lolos dari jerat hukum.

PT QNII juga bertanggung jawab dalam pergantian nama brand perusahaan dari Gold Quest lalu menjadi Quest Net hingga akhirnya menjadi Qnet. Setiap pergantian nama perusahaaan, PT QNII selalu berusaha melegalkan perusahaan dengan diawali bergabung dalam keanggotaan APLI selanjutnya mengurus SIUPL untuk menjalankan perusahaan.

Setelah legalitas rapi, PT Amoeba yang akan menjalankan perusahaaan dengan merekrut anggota. Jurus yang dijalankan banyak teknik penipuan investasi. Salah satunya yang terkenal adalah doktrim UGD (utang, gadai, dol (bahasa Jawa berarti jual). Mottonya adalah Panen Duit.

Awalnya mereka minta verifikasi kepada APLI agar bisa menjadi anggota. Hasil verifikasi tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mendaftarkan ke BKPM untuk mendapatkan SIUPL.

Surat pernyataan APLI yang memecat Qnet Indonesia sebagai anggota

Boleh dibilang sindikat white collar crime yang dijalankan oleh 3 perusahaan ini sangat canggih dan rapi dalam menjalankan penipuan investasinya. Sulit sekali membongkar kejahatan mereka karena mereka berlindung di balik legalitas perusahaan. Asosiasi penjualan langsung yang harusnya sebagai ‘polisi’ anggotanya, sangat mudah kebobolan dan menjadikannya sebagai anggota asosiasi. Bahkan penipuan investasi yang telah dijalankan selama 21 tahun seperti tak terlihat oleh APLI.

“Namun, saat ini penyidik kami sudah dapat melihat 4 Tindak Pidana yang mereka lakukan yaitu Tindak Pidana Penipuan, Tindak Pidana melakukan perdagangan tanpa memiliki perizinan di bidang perdagangan, Tindak Pidana menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang dan Tindak Pidana mengedarkan alat kesehatan tanpa izin edar,” ucap Arsal lagi.

Dalam perkembangannya, Tim Cobra Mapolres Lumajang menetapkan 14 orang tersangka yang terlibat kasus tersebut. . Sistem piramida ini jelas-jelas melanggar undang-undang perdagangan dengan ancaman 10 tahun penjara.

Ke 14 orang tersebut berasal dari 3 perusahaan yang berbeda namun dalam satusindikat white collar crime yang menjalankan bisnis QNet dengan berbagi peran. Yang telah ditetapkan tersangka 5 orang dari PT QN International Indonesia, 8 orang berasal dari PT Amoeba Internasional, 1 orang dari PT Wira Muda Mandiri.

Tim Cobra Mapolres Lumajang menetapkan 14 orang tersangka yang terlibat kasus Qnet

Adapun 14 orang tersangka kasus penipuan Qnet adalah:

Sebanyak 8 tersangka dari Direksi PT Amoeba Internasional:

1. Gita Hartanto alias Tobing (pria, 49 th) sebagai Direktur PT Amoeba

2.Tri Hartono (pria, 49 th ) sebagai Direktur PT Amoeba

3.Deni Hartoyo (pria, 39 th) sebagai Direktur PT Amoeba

4.Muh Ansori (pria, 49 th) sebagai Direktur PT Amoeba

5. Ahmad Junaidi (pria, 44 th) sebaga Direktur PT Amoeba

6. Kristian Ali Nafa (pria, 38 th) sebagai Direktur PT Amoeba

7. Edhy Yusuf (pria, 47 th) sebagai Direktur PT Amoeba

8. Mohamad Karyadi (pria, 48 th) sebagai Direktur PT Amoeba (tertangkap)

Sebanyak 1 tersangka dari Direksi PT Wira Muda Mandiri :

9. Suyanto (pria, 40 th) sebagai Direktur P Wira Muda Mandiri

Sebanyak 5 tersangka dari PT QN International Indonesia:

10. Stevenson Charles (WN Malaysia) sebagai Direktur Utama PT QN International Indonesia

11.T.A Ganang Rindarko (pria, 52 th) sebagai Komisaris sekaligus merangkap sebagai manajer Operasional PT QN International Indonesia

12.Tommy alias Santokh alias Singh Bail (pria, 60 th) sebagai Direktur PT QN International Indonesia

13. Ina Herawati Rachman (wanita, 43 th) sebagai Direktur PT QN International Indonesia

14. Hendra Nilam (pria, 65 th) sebagai Direktur PT QN International Indonesia

Untuk menjerat Qnet, tiga Undang Undang sekaligus digunakan, yaitu KUHP terkait dengan penipuannya, Undang-Undang tentang perdagangan terkait dengan larangan skema piramida dalam mendistribusikan barang serta Undang-Undang Kesehatan terkait tidak adanya izin edar dari alat kesehatan yang dipasarkan Qnet.

Nasib Qnet makin suram manakala sekarang Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) juga tidak diperpanjang lagi oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan Qnet pun sudah dikeluarkan dari keanggotaan APLI.

Hingga saat ini manajemen Qnet Indonesia tidak bisa dihubungi Swa.co.id lewat telepon seluler yang biasanya digunakan untuk komunikasi dengan media. Ganang Rindarko, General Manager Qnet Indonesia yang selalu bertindak sebagai juru bicara juga lebih suka menonaktifkan ponselnya. Klarifikasi terbaru pihak Qnet pun belum ada terkait kasus ini. (***)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved