
Setiap pengusaha pasti ingin bisnisnya semakin berkembang, sehingga dapat naik kelas atau yang disebut dengan scale up. Untuk mencapai itu, dibutuhkan berbagai upaya salah satunya adalah pengelolaan keuangan yang baik.
Meskipun produknya bagus dan laku di pasaran, tapi bisnis akan stagnan jika pemilik bisnis tidak tahu bagaimana cara melakukan alokasi anggaran yang efektif dan efisien.
Kali ini Ligwina Hananto, CEO & Lead Financial Trainer QM Financial bersama Ninja Xpress membagikan strategi jitu alokasi anggaran agar bisnis bisa naik kelas lebih cepat.
1. Pelajari kondisi keuangan bisnis
Ligwina yang berpengalaman selama lebih dari 18 tahun di bidang edukasi finansial menjelaskan bahwa scale up bisa menjaga persaingan bisnis dengan kompetitor.
"Bisnis yang ingin scale up harus dapat menunjukkan laporan keuangan yang baik. Alur kas dan laporan laba rugi yang positif menjadi indikator menjanjikan bagi pemilik usaha untuk melakukan proses scaling up," katanya.
Beberapa indikator finansial dan non-finansial yang dapat membantu pemilik usaha dalam menentukan waktu dan cara scale up bisnis di antaranya customer retention yang tinggi. Bisnis sudah memiliki nilai tambah yang diminati oleh pasar, pembeli juga sudah percaya dan puas atas produk atau jasa yang ditawarkan.
Kemudian, sistem perusahaan stabil, tidak berubah-ubah. Hal ini mencakup tingkat kepuasan konsumen, metode komunikasi dan divisi di dalam perusahaan, pemanfaatan tools IT dan teknologi yang memadai, hingga kebahagiaan karyawan.
Lalu, permintaan melebihi kapabilitas penawaran. Apabila pemilik usaha memiliki kesulitan berurusan dengan order dan kapasitas operasional, hal ini menjadi tanda untuk bisa segera melakukan scale up.
Baca juga: Jeje, Bonge Dkk, Ini Tips Mengelola Pendapatan Biar ‘Gak Ambyar’
2. Menghitung indikator finansial dengan tepat.
Scaling up menjadi salah satu proses bisnis yang paling berpotensi untuk kegagalan. Banyak sekali bisnis mengalami kebangkrutan dan ketidakpastian di dalam tahap ini.
Ligwina menguraikan beberapa indikator finansial yang perlu diperhatikan agar bisa mengetahui apakah proses scaling up yang dilakukan berpotensi untuk bangkrut atau tidak.
Pertama tekanan modal kerja (working capital pressures). Indikator ini menunjukkan seberapa besar jumlah modal kerja yang sepenuhnya digunakan untuk menjalankan bisnis. Apabila tidak tercukupi, sistem kerja bisnis akan terhambat dan berpotensi bangkrut.
Kedua, likuiditas (liquidity). Likuiditas mengacu pada seberapa mudah mengkonversikan aset yang menjadi milik kas tanpa mempengaruhi harga pasar yang ditawarkan. Ketiga, free cash flow. Arus kas bebas dapat didefinisikan sebagai kas yang dihasilkan oleh perusahaan setelah mempertimbangkan arus kas keluar untuk kebutuhan operasional dan pemeliharaan aset.
"Mudahnya, free cash flow adalah sisa uang kas yang diperoleh ketika ada hasil utang atas beban operasional dan capital expenditure. Hitungan ini akan membantu kamu dalam mengetahui seberapa besar kas menganggur yang tersedia, dan apakah dapat digunakan sebagai modal untuk melakukan scale up atau tidak," jelas Ligwina.
Keempat EBITDA, adalah perhitungan finansial yang mengkalkulasikan pendapatan sebuah perusahaan sebelum bunga, perpajakan, depresiasi, dan amortisasi.
3. Budgeting Akurat & Terinci
Untuk memastikan proses budgeting yang akurat, Ligwina menyampaikan pemilik usaha perlu merincikan dahulu biaya yang bisnis yang dimiliki saat ini, seperti biaya sewa, biaya peralatan, mesin, tanah, hingga gaji. Kemudian rencanakan perkembangan biaya yang akan terjadi sesuai dengan visi dan misi usaha yang dijalankan.
Rencanakan juga target penjualan, dan pastikan bahwa pendapatan yang diterima dari hasil penjualan dapat menutupi biaya perencanaan. Buatlah rencana laporan keuangan seperti laporan laba rugi, laporan arus kas, dan neraca keuangan.
Pastikan biaya dan penjualan yang ditetapkan realistis dan akurat, jangan meminimalisir biaya-biaya yang kamu tulis, dan membesar-besarkan jumlah uang yang masuk. Lakukan riset harga serta estimasi penjualan dan pendapatan untuk tipe produk. Hitung juga gaji, depresiasi, rencana pengeluaran, hingga perubahan harga di masa depan saat menghitung anggaran untuk scale up bisnis.
4. Jangan Mengabaikan Risk Management
Ligwina menyebut, risk management pada bisnis dan keuangan adalah proses menemukan dan mengendalikan ancaman-ancaman yang berpotensi meningkatkan resiko kegagalan atau kebangkrutan. Semua bergantung terhadap model bisnis dan rencana yang dirancang terhadap perkembangan bisnis.
"Misalnya, apabila kamu pemilik usaha kecil, risiko terbesar adalah kekurangannya kas dan juga kekurangan pembeli. Hal ini dikarenakan sebagai usaha kecil, prioritas utama adalah setidaknya 80% dari aset yang dimiliki adalah aset likuid, dan mendorong serta memprioritaskan penjualan layanan atau produk," terangnya.
Agar alokasi anggaran lebih maksimal pemilik bisnis juga perlu mempertimbangkan untuk bermitra dengan penyedia layanan logistik yang dapat membantu pengembangan usaha.
Editor : Eva Martha Rahayu
Swa.co.id