Trends Economic Issues

Tren Perusahaan Berbasis Energi Fosil Bergeser ke EBT Marak

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam acara Energy Transition Mechanism UI.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat dunia sudah banyak beralih ke energi yang ramah lingkungan seperti Energi Baru Terbarukan (EBT). Tren pemanfaatan energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan diperkirakan akan terus meningkat seperti yang dilakukan beberapa perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi besar dunia seperti, Total, Equinox, Shell, dan Eni.

“Tren masyarakat global saat ini untuk menurunkan emisi sudah dilakukan, perusahaan-perusahaan besar seperti Total, Equinox, Eni, Shell, BP dan PTT juga Petronas. Ini semua sudah bergerak ke arah penyediaan energi bersih yang selama ini mereka bisnisnya adalah berbasis energi fosil (kemigasan) dan anggaran 5-6 tahun terakhir mereka melakukan transaksi yang besar untuk bergeser menjadi pemain-pemain energi baru terbarukan,” ujar Dadan Kusdiana di acara Energy Transition Mechanism di Universitas Indonesia Depok Jawa Barat, Rabu (29/3/2023).

Sejak tahun 2015, lanjut Dadan, penyediaan listrik berbasis EBT selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyediaan listrik dari sumber energi berbasis fosil. Hal ini menurut Dadan menunjukkan bahwa transisi energi sudah terjadi di dunia atau di negara-negara maju semakin besar dari tahun ke tahun.

“Di tahun 2020 kalau kita bicara persentase pembangkit yang berbasis energi fosil itu hanya 17% atau di bawah 20%. Sisanya itu pembangkit yang berbasis energi terbarukan. Tinggal kita lihat bagaimana Indonesia ke depan, bagaimana kita juga memanfaatkan momentum ini. Di samping kita mempunyai potensi yang sedemikian besar dan mempunyai pertumbuhan yang tinggi, kita kombinasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ucap Dadan.

Dadan mengungkapkan bahwa berdasarkan simulasi yang sudah dilakukan, Indonesia akan mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060. “Jadi, emisinya itu nantinya netral, bukan nanti kita tidak bisa mengeluarkan emisi tapi kalau dijumlah antara yang mengeluarkan emisi dengan yang menyerap emisi itu akan nol itu yang disebut Net Zero Emission,” terang Dadan.

Berdasarkan simulasi yang sudah dilakukan, sektor energi ini masih akan mengeluarkan emisi sebesar 129 juta ton pada 2060. Ini nanti akan di off-set dengan sektor kehutanan dan pertanian dimana secara total di tahun 2060 itu tetap karbon netral.

Selanjutnya Dadan menjelaskan, untuk mencapai NZE tersebut tentunya yang utama adalah memastikan adanya pergeseran dari sumber energi berbasis fosil ke yang berbasis listrik. Salah satu contohnya adalah pengadaan kendaraan listrik baru atau hasil konversi listrik.

“Untuk mencapai NZE yang pertama tentunya adalah memastikan adanya pergeseran jadi penggunaan energi yang berbasis fosil kepada yang berbasis listrik. Kedua pengembangan energi terbarukan mengganti, menambah pembangkit-pembangkit yang berbasis fosil secara bertahap ke pembangkit EBT dan untuk yang baru menggunakan pemangkit energi terbarukan. Ketiga, moratorium dari PLTU. Jadi, tidak ada lagi penambahan PLTU yang baru dengan beberapa pengecualian dan melakukan upaya pensiun dini dari PLTU yang sekarang beroperasi,” ucap Dadan.

Langkah lain adalah mempelajari dan mengembangan Carbon Capture Storage atau Carbon Capture Utilization Storage untuk menangkap dari CO2 tersebut. Terakhir, mengembangkan energi baru terbarukan baru seperti hidrogen dan amoniak, ke enam efisiensi energi.

Dadan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kapasitas yang besar untuk menjadi tempat penyimpanan CO2-nya di lokasi bekas reservoir, bekas tambang migas. Hal ini menjadi salah satu potensi yang besar, bukan hanya untuk dalam negeri, tapi juga untuk ditawarkan ke luar negeri. “Ini bisa menjadi sumber penerimaan di dalam negeri,” kata Dadan menutup penjelasannya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved