Trends Economic Issues zkumparan

UMKM Harus Gunakan Digital untuk Tangkap Peluang Bisnis

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) membutuhkan kompas memasuki awal tahun agar bisa mengambil langkah strategis bisnis dengan tepat.

Untuk itulah Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) mengadakan seminar ekonomi makro untuk UMKM binaannya. Acara yang rutin diadakan setiap tahun ini sekaligus menjadi kick off Konvensi QCC (Quality Control Circle) yang akan diikuti para UMKM binaan YDBA.

Dalam kesempatan ini hadir sebagai pembicara Mari Elka Pangestu dan Arief Harris Tandjung. Mari yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan memandang perekonomian Indonesia tahun ini akan lebih baik dari 2017. Walaupun dihadang tahun politik dengan Pilkada serentak dan Pemilu pada tahun depan, Mari melihat kedua hajatan penting negara ini tidak akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

Optimisme Mari tentu dengan alasan. Dalam analisanya, kondisi ekonomi Amerika dan Tiongkok yang menunjukkan tanda-tanda membaik memasuki 2018, tentu saja berdampak pada ekonomi Indonesia. Ini terlihat dari nilai ekspor yang terus meningkat. Lalu, harga komoditas terus membaik terutama di produk perkebunan sawit, manufaktur dan pertambangan. “Namun tentu saja ada risiko eksternal, dengan kondisi ekonomi Amerika membaik, mereka mulai menaikkan suku bunganya, ini mempengaruhi volatilitas Rupiah,” tuturnya.

“Nilai Rupiah terhadap US$ paling tinggi akan terkunci di angka Rp 13.800 hingga akhir tahun ini, meski pemerintah mematok lebih rendah Rp 13.400,” tambahnya. Meski volume perdagangan membaik, kenaikannya tidak akan menyamai kenaikan volume ekspor di tahun 2008. Mari meyakini perbaikan volume perdagangan kali ini cenderung stabil saja, tidak akan melonjak tinggi.

Wanita yang juga pernah menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini, juga berpendapat Indonesia dengan bonus demografi menjadi keunggulan tersendiri. “Penduduk mudanya sangat besar lebih dari 50% berusia di bawah 29 tahun tentu ini potensi besar yang bisa digarap. Hanya saja ada perubahan perilaku mereka, belanja barang dan jasa bukan sekadar basic goods, tapi peningkatan pendapatan kalangan muda yang berada di kelas menengah atas ini dialihkan untuk lifestyle atau leisure,” jelasnya.

Dikatakannya, belanja online atau daring terjadi peningkatan terutama di kalangan milenial terutama yang berada di daerah urban, strategi pemasaran juga lebih induvidual, untuk itu para peritel harus terus bersiap menghadapi perubahan ini. “Konsumsi kelas menengah kita naik per tahun 10 persen dalam dua dekade terakhir,” katanya. Tapi di sisi lain, daya beli kalangan bawah dan pekerja sektor informal mengalami penurunan.

“Dengan kondisi seperti ini, UMKM haruslah adaptif dan agile, mampu menangkap kesempatan dengan perkembangan digital yang makin pesat. Bukan hanya untuk pemasaran, tapi juga untuk perbaikan proses bisnis. Digitalisasi juga dimanfaatkan untuk menangkap peluang baru, dengan mengumpulkan big data dari customer,” saran wanita kelahiran 23 Oktober ini.

Ia berharap, pemerintah mendukung dengan memberikan kemudahan dalam regulasi, karena lambatnya birokrasi menyebabkan tertahannya bahan baku dan ini tentu saja menyebabkan menurunnya daya saing produk kita karena naiknya biaya-biaya. “Sistem harus konsisten atau jangan berubah-ubah terlalu cepat. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk menampingi UMKM melakukan transformasi digital, dengan melibatkan pemerintah daerah tentunya,” tuturnya.

Arief Harris Tandjung, Direktur BTPN, membenarkan yang disampaikan Mari. Dengan pengguna internet di Indonesia mencapai 143 juta, ini harus dimanfaatkan UMKM untuk mendapat peluang baru. “Pembeli digital meningkat terus, nilai penjualan melalui digital pada 2016 saja mencapai Rp 90 triliun dengan total pembeli 30 juta. Untuk korporasi data McKinsey menyebut 46 pesen perusahaan bersedia membeli secara online,” terangnya.

Henry C. Widjaja Ketua Pengurus YDBA, menuturkan, saat ini yayasan di bawah Grup Astra ini membina 10.300 UMKM. “Strategi kami saat ini pembinaan lebih fokus melalui komunitas sejenis.,” jelasnya.

Ada tiga komunitas besar yang dibina yaitu kerajinan, manufaktur dan agro. Secara total saat ini ada 14 komunitas. Mereka itu kami bina untuk terus naik kelas, membangun koperasi yang dari sini mereka bisa memenuhi kebutuhan sendiri,. Selain itu, YDBA kini telah meningkatkan kemampuan digital baik pemasaran maupun sistem bisnis UMKM binaannya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved