Business Research Trends

WCY 2021: Efisiensi dan Transformasi Bisnis Bawa Indonesia Naik ke Peringkat 37

Willem Makaliwe, Managing Director LM FEB Universitas Indonesia

Institute for Management Development baru saja merilis hasil surveinya yang bertajuk World Competitiveness Yearbook 2021 (WCY). Hasil survei tersebut menunjukkan, daya saing Indonesia berada di peringkat 37 dari total 64 negara atau naik 3 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di posisi 40. Survei dari IMD tersebut disampaikan dalam LM Webinar Series: Catatan LM FEB UI (IMD Swiss Partner) “Peringkat Daya Saing Indonesia 2021”.

“Di tengah pandemi yang melanda dunia, peringkat Indonesia di 2021 sedikit mengalami peningkatan dari posisi tahun 2019 di peringkat 40,” kata Managing Director LM FEB Universitas Indonesia, Willem Makaliwe.

Willem menjelaskan, peningkatan peringkat Indonesia terlihat pada komponen efisiensi bisnis dan pemerintahan. Peringkat efisiensi pemerintahan mengalami kenaikan dari posisi 31 pada 2020 menjadi 26 di tahun ini.

“Kenaikan peringkat pada komponen ini didukung oleh faktor kebijakan keuangan publik cukup efektif merespon kondisi pandemi,” kata Willem. Salah satunya adalah komponen efisiensi bisnis yang mengalami peningkatan dari peringkat 31 di tahun 2020 menjadi 25 di tahun 2021 disebabkan oleh optimisme untuk transformasi bisnis ke depan.

Meski demikian, survei tersebut juga menunjukkan adanya penurunan peringkat pada beberapa komponen pembangunan. Head of Research and Consulting LM FEBUI, Bayuadi Wibowo, mengungkapkan Indonesia mengalami penurunan peringkat pada dua komponen utama, yakni kinerja perekonomian dan infrastruktur. Peringkat kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2021 berada pada posisi 35, menurun dibandingkan tahun 2020 di posisi 26. “Penurunan peringkat tersebut disebabkan oleh kondisi ketenagakerjaan, perdagangan internasional, dan tingkat harga domestik”, ujar Bayu.

Peringkat infrastruktur Indonesia juga turun dari posisi 55 di tahun 2020 menjadi posisi 57 di tahun 2021. Menurut Bayu, hal tersebut disebabkan oleh faktor kesiapan infrastruktur kesehatan dan Pendidikan dalam menghadapi pandemi.

Bayuadi menambahkan untuk penilaian komponen infrastruktur, faktor yang menjadi kekuatan adalah komponen biaya telekomunikasi seluler dan rasio pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Sedangkan kelemahannya ada pada rendahnya jumlah paten yang dihasilkan, belum tersebarnya fasilitas layanan kesehatan, rasio pengguna komputer, dan pengeluaran untuk kesehatan.

Menurut Taufiq Nur, Senior Researcher LM FEB UI, aspek yang menjadi kekuatan pada komponen Kinerja Perekonomian meliputi: pertumbuhan PDB, serta kestabilan harga BBM, pertumbuhan investasi. Sedangkan kelemahan pada aspek tersebut terdapat pada rendahnya PDB per kapita, rasio perdagangan terhadap PDB, serta ekspor jasa.

Pada komponen efisiensi pemerintahan, aspek yang menjadi faktor kekuatan meliputi penerimaan pajak dan efektivitas APBN, sedangkan kelemahannya terdapat pada prosedur memulai bisnis dan rasio cadangan mata uang asing per kapita.

“Pada komponen efisiensi bisnis, faktor yang menjadi kekuatan adalah pada pertumbuhan angkatan kerja, remunerasi professional, serta akses pada layanan keuangan sedangkan kelemahannya ada pada tingkat produktivitas tenaga kerja yang masih rendah,” ucap Taufiq.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved