Trends

Wincen Santoso : Indonesia Masuk 5 Besar Berperkara di SIAC

Wincen Santoso : Indonesia Masuk 5 Besar Berperkara di SIAC
Wincen Santoso, advokat Indonesia dan New York

Indonesia masuk 5 besar setelah Amerika Serikat, India, Malaysia, dan China yang paling banyak berperkara di Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Bila tahun 2017 hanya ada 32 pihak yang melibatkan perusahaan Indonesia di SIAC, tahun lalu jumlahnya meningkat ada 62 pihak yg melibatkan perusahaan Indonesia di Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Jumlah itu melonjak drastis dibanding tahun sebelumnya.

Padahal, jumlah itu belum termasuk perkara-perkara yang melibatkan perusahaan Indonesia di International Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), dan Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC).

Hal ini disebabkan makin derasnya investasi asing masuk ke Indonesia dan juga sebaliknya banyak perusahaan Indonesia yang go international, sehingga sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal pun makin marak.

Sengketa bisnis yang melibatkan pelaku bisnis internasional tidak jarang berujung pada arbitrase internasional. Terbukti, jumlah kasus sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan Indonesia di tingkat arbitrase internasional pun makin meningkat tajam.

Menurut Wincen Santoso, advokat Indonesia dan New York yang juga jebolan accelerated route to Fellowship Chartered Institute of Arbitrators, saat ini arbitrase menjadi primadona untuk penyelesaian sengketa bisnis di skala internasional.

Semakin sentralnya perekonomian benua Asia bagi dunia turut memberikan dampak bagi meningkatnya volume transaksi bisnis internasional di kawasan ini. Sengketa bisnis pun akhirnya menjadi hal yang tidak terelakkan. Advokat karenanya dituntut untuk selalu mengasah keterampilan dan pengalaman serta penguasaan peraturan abitrase internasional sebagai alternatif penyelesaian sengketa.

Diakui Wincen, arbitrase layaknya seperti pengadilan swasta, di mana para pihak berperkara dapat menunjuk arbiter (hakimnya). Arbitrase juga menyidangkan perkara untuk tingkat pertama dan terakhir, sehingga tidak dikenal istilah banding atau kasasi. “Di samping itu karena perkara diadili oleh arbiter yang ditunjuk oleh pihak berperkara, sehingga arbiter/hakim benar-benar menguasai masalah. Misalnya untuk perkara konstruksi dapat dipertimbangkan untuk ditunjuk arbiter yang ahli di bidang konstruksi,” kata Wincen.

Wincen menambahkan arbitrase menjadi sarana untuk penyelesaian sengketa bisnis internasional populer karena diakui oleh 159 negara. ”Jadi misalnya ada sengketa antara perusahaan Indonesia versus perusahaan Republik Rakyat Tiongkok di Singapura dan diselesaikan melalui arbitrase. Kemudian, pihak Indonesia menang dan ternyata aset perusahaan RRT berada di Russia, Australia, dan Inggris, maka putusan arbitrase pada umumnya dapat dieksekusi di sejumlah negara tersebut dengan beberapa catatan,” jelasnya.

Hal ini berbeda apabila sengketanya diadili di pengadilan asing. Pengadilan negara lain pada umumnya tidak akan mau melaksanakan putusan pengadilan asing apabila tidak ada dasar perjanjian internasional. “Selain itu, setiap negara punya kedaulatan masing-masing jadi tidak bisa putusan pengadilan Singapura dilaksanakan di Indonesia, tanpa adanya dasar perjanjian internasional, kecuali dalam kerangka arbitrase internasional,” ungkap Wincen.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved