Sheila Timothy sebagai produser film Wiro Sableng yang diproduksi oleh Lifelike Pictures bekerja sama pengan Fox International Production.
Digandengnya Lifelike Pictures (LP) oleh Fox International Production (FIP) untuk produksi film laga Wiro Sableng menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Sheila Timothy, pemilik rumah produksi LP.
Pasalnya, LP yang dibangun bersama suaminya, Luki Wanandi, ini mendapat kesempatan langka untuk kerja sama dengan perusahaan afiliasi 20th Century Fox, Hollywood.
Niatnya untuk membuat film Wiro Sableng tak luput dari rasa skeptis masyarakat atas kualitas filmnya nanti. Kekhawatiran menerjemahkan sebuah karya otentik Indonesia ke dalam film bukanlah hal yang mudah, terlebih adaptasi sinetron telah terlebih dahulu ada. “Banyak yang skeptis dan meragukan kualitas dan ada khawatir akan mirip dengan sinetron,” ujarnya. Namun nama besar LP dengan karya-karya terdahulunya bisa menjadi garansi film ini.
Menurut Sheila, orang akan yakin dengan kualitas karyanya yang tidak main-main. Track record film yang pernah ia garap menjadi jawaban tersendiri. Pintu Terlarang (2009), Tabula Rasa (2014), dan Banda The Dark Forgotten (2017) adalah deretan film rilisan rumah produksinya.
Sheila berjanji, film-film yang diproduksinya adalah film-film baik, berkualitas, dan memiliki standar, sekaligus untuk membangun reputasi perusahaan. Ia juga mengakui dalam memproduksi film sangat selektif, namun tetap memikirkan dengan serius sisi bisnisnya karena berkaitan dengan investor.
Mengapa Sheila ingin membuat film Wiro Sableng? Lebih jauh lagi karena sang ipar (Vino G. Bastian) adalah anak dari penulis Wiro Sableng (Bastian Tito). Dan ternyata seri Wiro Sableng termasuk genre action fantasi. Genre ini sedang diminati dan pembuatan filmnya tidak bisa dibuat dengan asal-asalan dan murahan. Bersama tim marketingnya, Sheila menemukan intellectual property (IP) yang dapat dimonetasi. “IP Wiro Sableng tidak hanya di film, tapi banyak turunan lain yaitu sekuel, merchandise, komik, dan sebagainya. Cerita film ini juga memiliki hampir 300 karakter dengan beragam senjata, fisik, dan jurus yang spesifik,” ujarnya.
Baginya, kemungkinan Wiro Sableng dibuat seperti karakter dalm film-film Marvel bisa terwujud. Kekuatan IP yang terkadung dapat memungkinkan monetizing yang begitu luas. Terpakunya Wiro Sableng pada sinetronnya terdahulu menjadi tantangan Sheila untuk menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat. “Menggandeng produser berskala internasional menjadi salah satu cara film ini dapat menggebrak dan dilirik masyarakat,” ungkapnya.
Berkat Michael Warner, temannya yang berprofesi sebagai international sale agent yang sering melihat film-film Lifelike Pictures banyak diputar di luar negeri, Sheila diundang untuk mempresentasikan rencana film Wiro Sableng. Saat itu Fox datang ke Michael untuk menjadi konsultan karena mereka akan masuk ke tiga negara yaitu Filipina, Vietnam dan Indonesia. Sheila menjelaskan tentang planning, riset segmen, berapa besar captive market-nya, pengembalian modal seperti apa, dan peluang IP yang bisa dikembangkan.
Prosesnya cukup panjang, hampir 1,5 tahun. Paling lama untuk proses legal, negosiasi dan Februari 2017 LP menandatangani kerja sama dengan Fox . “Ketika deal dengan studio besar seperti Fox, tentu harus dipahami kebiasaan mereka. Kami ingin co-production bersifat 50:50, sehingga kami tidak melepasnya 100%. IP dipegang kami, kerja sama ini harus sejajar, bersifat partnership,” tegasnya. Kondisi kesetaraan itu penting dalam negosiasi. Final kreativitas ada pada LifeLike, Fox memberikan input.