zkumparan News

Bersinergi Menggemakan Pariwisata Indonesia

Bersinergi Menggemakan Pariwisata Indonesia

Penandatanganan MoU Co-Branding Wonderful Indonesia antara Kementerian Pariwisata dan 28 perusahaan

Demi memperkuat daya saing pariwisata Indonesia, Kementerian Pariwisata menginisiasi Program Co-branding, dengan mengajak para pemilik merek di Indonesia. Seperti apa programnya dan apa manfaat yang bisa dipetik kedua belah pihak?

Presiden Joko Widodo tampaknya sangat serius menaruh perhatian pada sektor pariwisata. Berkali-kali dalam berbagai kesempatan, pemimpin kelahiran 21 Juni 1961 itu selalu menyampaikan bahwa pemerintah punya target mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara, yang harus dicapai pada tahun 2019.

Target mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) itu tentu bukanlah hal mudah. Sebab, itu berarti Kementerian Pariwisata (Kemenpar) — yang ditugaskan merealisasikannya– harus mampu meningkatkan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia hingga 100% dari pencapaian tahun 2015 yang baru mencapai 10,4 juta wisman.

Esthy Reko Astuty

Esthy Reko Astuty, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara

Meskipun terlihat berat, bukan berarti target tersebut tidak bisa dicapai. Menteri Pariwisata Arief Yahya tampaknya sudah memiliki jurus jitu untuk merealisasikan harapan tersebut.

Salah satu jurus andalan mantan Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. itu adalah menggemakan lebih kencang lagi jargon branding pariwisata negeri ini : “Wonderful Indonesia” dan “Pesona Indonesia”. Namun, Arief tak ingin urusan menggemakan branding ini hanya menjadi urusan pemerintah. Semua elemen bangsa, termasuk para pelaku bisnis, digaetnya untuk berpartisipasi, melalui program co-branding. Dalam program ini, Kemenpar menggandeng para pemilik merek lokal untuk melakukan aktivitas branding secara bersama-sama. “Inisiatif co-branding partnership ini diluncurkan untuk memanfaatkan momentum meroketnya brand equity Wonderful Indonesia hasil pengembangan selama 2,5 tahun terakhir ini,” ujar Arief.

Haryanto

Haryanto, Plt. Asdep Strategi Pemasaran Pariwisata Indonesia

Sebagai gambaran , pada tahun 2013, brand Wonderful Indonesia hampir tidak dikenal di dunia karena berada di posisi 70 dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF). Namun, pada 2015, brand Wonderful Indonesia sudah berada di posisi 50 dari total 141 negara, dan tahun ini sudah di posisi 42 dunia, alias naik 8 peringkat.

Lompatan peringkat brand pariwisata Indonesia tersebut bisa dibilang sangat membanggakan mengingat negara-negara tetangga belum bisa melakukan terobosan yang berarti. Ketika brand pariwisata Indonesia berhasil naik delapan peringkat, Malaysia sebaliknya justru turun dua peringkat ke posisi 26, Singapura turun dua peringkat, sementara Thailand hanya naik satu peringkat ke posisi 34.

Priyantono Rudito, Tenaga Ahli Kemenpar Bidang Manajemen Strategis

Yang lebih membanggakan, selama tahun 2016, program branding Wonderful Indonesia telah mendapatkan 46 penghargaan di ajang yang diselenggarakan di 22 negara. Pada 2015-2016, Indonesia tercatat telah berhasil mengungguli Malaysia di ajang ASEANTA Awards 2016, UNWTO (United Nations World Tourism Organization) Awards 2016, dan di ajang World Halal Travel Awards 2015 di Uni Emirat Arab. Saat Indonesia berhasil memboyong tiga penghargaan di UNWTO Awards dan World Halal Travel Awards, Malaysia justru sama sekali tidak mengantongi penghargaan. Sementara itu, di ajang ASEANTA Awards, Indonesia berhasil memborong tiga piala, sedangkan Malaysia hanya dua piala. “Dan sampai dengan Juli 2017, Wonderful Indonesia telah mendapatkan 11 penghargaan di 6 negara,” ujar Arief.

Menurut Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuty, dengan adanya sinergi lewat program co-branding ini, semua pihak yang terlibat —baik negara maupun pelaku usaha— akan diuntungkan. Di antaranya dalam bentuk peningkatan brand value dari merek-merek yang terlibat. “Kerjasama ini dapat memberikan win-win solution,” katanya.

Lebih lanjut, Esthy mengatakan bahwa ke depan Kementerian Pariwisata akan meningkatkan anggaran di bidang pemasaran pariwisata. Jika dulunya biaya pemasaran pariwisata hanya Rp 300 miliar, kini angkanya telah naik signifikan menjadi Rp 2 triliun. . “Alokasi anggaran untuk pemasaran pariwisata mencapai angka 60 persen,” ungkapnya.

Esthy mengungkapkan, konten promosi pariwisata Indonesia sejauh ini telah terpampang di media luar ruang sejumlah kota-kota dunia, semisal di Times Square (New York) dan Eiffel Tower (Paris). Bahkan, konten promosi ini pun bisa dijumpai di armada taksi di London dan trem di Italia yang dihiasi gambar lokasi wisata Indonesia, seperti Bali, Bromo, Lombok dan Danau Toba.

Meski begitu, menurut Esthy, Kemenpar menyadari bahwa untuk mempromosikan pariwisata Indonesia tidaklah cukup bila hanya mengandalkan uang negara yang bersumber dari APBN. Keterlibatan pelaku usaha, kata Esthy, akan menghemat biaya promosi pariwisata secara substansial dan juga memberikan efek gema yang lebih besar untuk memperkuat daya saing pariwisata Indonesia.

“Selama ini, sesungguhnya program co-branding sudah berjalan, walaupun masih sangat terbatas dan belum sistematis,” ungkap Esthy. Ia mencontohkan tahun lalu Kemenpar melakukan co-branding partnership dengan Martha Tilaar Group (MTG) melalui program Tren Warna Sariayu 2017 Gili Lombok. Dalam program tersebut, logo Wonderful Indonesia tampil pada kemasan produk. Begitu juga dengan kampanye iklan terbaru Kuku Bima dari Sido Muncul di tahun 2017 yang telah mempromosikan Danau Rawa Pening menjadi destinasi wisata kelas dunia. “Walaupun kerjasamanya masih bersifat informal dan masih terbatas, namun di dalam iklan tersebut brand Pesona Indonesia sudah tampil di dalam materi iklan Kuku Bima,” ujarnya.

Tahun ini, menurut Esthy, target Kemenpar adalah bisa bekerja sama dengan 100 perusahaan/pemilik merek lokal. Sudah ada sejumlah merek lokal yang telah meneken MoU dengan Kemenpar untuk co-branding, semisal Martha Tilaar, Papatonk, JJ Royal, Alleira Batik, Sarinah, Sunpride, Sababay Wine, Kuku Bima (Sido Muncul), Rumah Zakat, dan sebagainya. “Sebanyak 100 perusahaan yang terpilih tersebut akan terus dievaluasi, sehingga jika ada produk yang tidak mewakili pariwisata Indonesia akan disingkirkan dan diganti dengan merek baru,” ungkapnya

Papatonk

Suprapto (kiri), pemilik merek Papatonk

Haryanto Plt. Asdep Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kemenpar, menjelaskan lebih detail mengenai apa yang dimaksud win-win solution antara pemerintah dan pelaku bisnis. Para pemegang merek, kata dia, mendapat beberapa benefit bila melakukan co-branding, antara lain mendapatkan akses untuk ikut serta dipromosikan dalam kegiatan promosi Kemenpar baik melalui sebuah event, media berbayar, sosial media, maupun media internal yang dimiliki Kemenpar. “Kami juga menawarkan promosi bersama melalui event-event yang kami dukung baik secara nasional maupun internasional. Dengan adanya MOU, akan kami prioritaskan mereka dalam setiap event yang kami ikuti atau lakukan.”

Suprapto, pendiri produsen makanan ekspor ke China bermerek Papatonk, mengaku sangat merasakan manfaat dari program co-branding yang diikutinya. Ia mengatakan, umumnya masyarakat di China lebih mengenal pariwisata Indonesia ketimbang produk Indonesia. “Karena itu, saya ingin mengaitkan produk dengan pariwisata Indonesia, dengan menampilkan story dan gambar pariwisata Indonesia seperti Tanah Lot, Borobudur, dan Tanjung Kelayan,” ujarnya.

Sementara itu, Presdir Sido Muncul, Irwan Hidayat mengaku sebenarnya telah sejak lama berinisiatif membuat iklan yang mempunyai tema destinasi wisata Indonesia. Ia sadar bahwa kalangan dunia usaha punya kemampuan promosi lebih cepat dan besar dibandingkan pemerintah. “Tahun 2011 saya telah berpikir untuk membuat iklan-iklan pariwisata lewat brand Kuku Bima Energi,” ungkapnya.

Memang, cukup banyak iklan Kuku Bima yang menampilkan keindahan wilayah Indonesia, mulai dari Irian, Sumba Barat, Maluku, Labuan Bajo, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Toba, Nias dan sebagainya. “Saya ingin orang Indonesia mengerti bahwa Indonesia itu indah,” ujar Irwan.

Begitu pula dengan Martha Tilaar Group (MTG) yang cukup aktif mempromosikan wisata Indonesia melalui produk kecantikannya, merek Sariayu. “Kami mendukung program pemerintah. Secara kebetulan kami memiliki kampanye Tren Warna 2017 yang mengangkat tema inspirasi Gili Lombok, di mana pemerintah pun memasukkan kawasan Mandalika ke dalam 10 destinasi prioritas,” ujar Martha Tilaar, sang pendiri MTG.

Menurut Priyantono Rudito, Tenaga Ahli Menpar Bidang Manajemen Strategis yang sekaligus merupakan Ketua Pokja Nation Brand, Indonesia akan dapat memenangkan persaingan di tingkat regional dan global apabila seluruh kementerian dan lembaga pemerintah yang ada bersatu–padu untuk fokus mendukung salah satu core business yang telah ditetapkan, yaitu pariwisata.

Presiden Joko Widodo, kata Priyantono, telah menginisiasi gerakan bersama yang disebut Nation Brand. Ia berpendapat, setelah ditetapkan sebagai core business negara, maka alokasi sumber daya, terutama anggaran mestinya diprioritaskan. “Yang menjadi tantangan, bagaimana brand Wonderful Indonesia ini bisa menjadi endorser bagi sektor-sektor utama yaitu tourism, trading dan invesment,” ujarnya. Ia meyakini bila Indonesia sudah bisa menjadi tourism hub, maka trading dan investment juga akan tumbuh dengan pesat. (*)

Reportase: Sri Niken Handayani, Anastasia Anggoro Sukmonowati, Herning Banirestu, Tiffany Diahnisa

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved