Youngster Inc. Entrepreneur

Gazan Azka Ghafara, Menyantap Gurihnya Bisnis Keripik Pisang

Gazan Azka Ghafara, Menyantap Gurihnya Bisnis Keripik Pisang

Sempat dua kali gagal menjalankan bisnis, Gazan Azka Ghafara akhirnya menuai sukses di bisnis keripik pisang. Keripik pisang buatannya yang diberi merek Zanana Chips berhasil menembus pasar seantero Indonesia dan meraup omset ratusan juta rupiah per bulan.

Gazan Azka Ghafara

Usai mengikuti sebuah seminar bisnis, dia makin termotivasi sampai memutuskan benar-benar terjun menjadi pengusaha. Jadilah Gazan menggeluti bisnis pertamanya di bidang ayam tulang lunak. Segala energi, semangat dan kreativitasnya dituangkan ke bisnis yang dia dirikan bersama seorang rekannya. Setahun kemudian, bangkrut.

Tak menyerah, dia lalu berbisnis risol. Tiga bulan kemudian, nasib serupa diterimanya: bisnisnya jeblok. Lalu, dia melirik keripik pisang. Ternyata, di sini Dewi Fortuna mulai mengerling padanya. “Waktu itu saya mau makan pisang cokelat Lampung, tapi bingung di Bandung belinya di mana. Akhirnya saya riset kecil-kecilan dan saya simpulkan, penggemarnya banyak tapi susah dicari produknya,” ungkapnya.

Peluang emas ini tak disia-siakan. Tahun 2013 dia mulai berusaha mewujudkan usaha ketiganya yang diberi nama Zanana Chips, gabungan namanya, Gazan, dan banana. Modal awalnya Rp 1 juta. Dia pun meminjam dana tambahan Rp 1 juta dari saudaranya untuk membeli peralatan.

Proses penemuan rasa produk yang tepat pun tak mudah. Dia harus berjibaku sebulan lamanya untuk mencari rasa yang tepat. Dia berkreasi sendiri menghasilkan aneka rasa seperti cokelat, teh hijau dan susu. Usaha pertamanya menghasilkan 30 bungkus plastik keripik pisang yang dijual Rp 10 ribu per bungkus. Ternyata laris manis. Keuntungan yang diperoleh terus diputarnya.

Empat bulan kemudian, ia memperbaiki kemasan. Dulu, kemasan Zanana hanya mampu mengawetkan produknya selama empat bulan. Kini, dengan kemasan yang lebih baik, daya tahannya meningkat hingga mencapai satu tahun. Dia pun secara spesifik menyasar segmen perempuan remaja hingga dewasa muda usia 17-30 tahun yang suka berbelanja online. Karena itu, kemasannya dibuat berkonsep minimalis, elegan dan modern. “Branding kami dengan warna dan desain simpel tapi eye catching,” ungkap Gazan menyebut kemasan produknya yang didominasi warna kuning dengan plastik tembus pandang berbentuk pisang di tengahnya. Varian rasanya pun dibuat “muda”, yakni cokelat, susu, teh hijau, balado dan daging asap.

Untuk pemasarannya, sebagai anak muda yang akrab dengan media sosial, Gazan mengandalkan situs jejaring pertemanan untuk mempromosikan Zanana. Instagram, Twitter dan Line menjadi media sosial andalannya. Dia tak segan mengirim produk gratis kepada selebritas Instagram, atau selebgram, demi mendapatkan promo gratis dari sang artis.

Gazan juga membuntuti produk lain yang mempromosikan produknya di Instagram. Tak jarang, ia meminta barter kontak endorser dengan produsen produk lainnya. Selain itu, dia menggunakan iklan berbayar dan sejumlah acara offline untuk melejitkan Zanana. Jalur reseller digarapnya dengan sistem pembelian putus seperti penjual keripik online lainnya. “Kami memiliki SOP harga minimum dijual Rp 20 ribu. Jika menjual di bawah itu akan dihentikan. Jabodetabek Rp 20 ribu. Luar Jawa di atas Rp 22-25 ribu,” ia menguraikan.

Perlahan tetapi pasti, kesuksesan diperolehnya. Tahun 2014 menjadi momentum keberhasilan Zanana karena kemasan baru diperkenalkan. Bulan puasa menjadi musim panen Gazan dengan kenaikan omset 30% atau mencapai 5 ribu bungkus per bulan. Tahun 2015 penjualannya lebih dahsyat lagi, mencapai 15-20 ribu bungkus per bulan dengan cokelat menjadi varian terfavorit. Saat ini, Zanana yang mempekerjakan 13 karyawan sudah tersebar ke 70 kota lebih, dengan mayoritas di Jabodetabek dan terdapat 500 lebih reseller.

Untuk menambah kapasitas produknya, dia pun kini tengah berencana menggandeng pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat. Rencana yang siap digulirkan pertengahan 2016 ini akan memanfaatkan lahan tidur milik pondok pesantren tersebut, sekaligus memberdayakan para santrinya untuk menggoreng langsung pisangnya, sehingga ponpes mendapat nilai tambah lebih.

Tahun ini dia menargetkan memasuki kafe dan ritel seperti Circle K dan Kem Chicks. “Selain itu, tahun ini baru akan pakai distributor. Dengan adanya reseller, kami tahu jumlah permintaan produk. Daripada reseller ambil ke Bandung, lebih baik satu reseller dibawahkan distributor,” tuturnya.

Lebih ambisius lagi, tahun ini dia berencana merambah pasar ekspor, ke Asia dan Eropa. “Sudah ada permintaan ekspor ke Belanda. Tapi terkendala legalitas. Saat ini kami memiliki kemasan baru. Orang Belanda menyukai rasa matcha dan balado, tapi ketika mereka buka dan melihat pakai plastik, mereka tidak menyukainya. Sehingga kami ganti kemasan tidak menggunakan plastik dan kedap udara. Jika dulu pakai plastik tahan empat bulan, dengan kemasan baru bisa setahun,” paparnya.

Gazan menuturkan, orang Belanda mengenal produknya dari AWEX (Kadin Belanda) yang mendapatkan data dari Bank Indonesia, karena dia menjadi UKM binaan BI. “Kebetulan mereka cari produk Indonesia yang berbahan lada, pisang, gula aren. Kemudian mereka lihat profil saya dan tertarik,” ujar Gazan yang kini memilih membesarkan bisnis dulu dan menunda belajar ke jenjang S-1.

Yoris Sebastian, praktisi dan konsultan kreatif dari OMG Consulting, menjelaskan, persaingan di bisnis keripik sangat tinggi. Meski demikian, Zanana menurutnya telah memiliki keunggulan di kemasan. “Rasanya juga cukup kreatif dan kekinian,” kata Yoris. Selanjutnya, imbuh dia, Zanana harus mengejar kualitas produk.

Sistem distribusi Zanana pun dipandang Yoris cukup tepat. “Walau kini mereka juga harus pikirkan inovasi kemasan sehingga untuk pengiriman ke Batam, Balikpapan dan kota-kota besar lainnya benar-benar efisien dan tetap terjaga kualitasnya,” ujarnya.

Yoris juga menyarankan agar Gazan mengalokasikan dana pengembangan produk. Selain itu, komunitas penggemar Zanana harus diperkuat. “Manfaatkan mereka juga untuk referral,” saran Yoris. Reseller, lanjut Yoris, juga harus digarap secara kreatif sehingga bisa mengubah mereka menjadi believer, bukan sekadar kemitraan lagi.

Tak kalah penting, Zanana harus menyambangi banyak event yang relevan. “Semakin sering hadir di acara yang variatif akan menambah konsumen atau reseller baru, jauh lebih efektif dibanding buka satu toko offline,” ungkap Yoris.

Eddy Dwinanto Iskandar,

Reportase: Tiffany Diahnisa

Riset: Muhammad Rizki


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved