Youngster Inc. Entrepreneur

Jordan Eksperimen 'Surealis' Lewat TheBalletcats

Jordan Eksperimen 'Surealis' Lewat TheBalletcats

Anda tipe orang surealis? Tengoklah karya-karya Jordan Marzuki lewat TheBalletcats, satu clothing label bikinan anak negeri yang dibangun pada tahun 2008. Siapa yang melihat, pasti sepakat bahwa karyanya ini agak aneh, seram, namun tetap keren tanpa meninggalkan pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Berbekal ilmu desain komunikasi visual di Lasalle College International Jakarta, ia mulai aktif memperlihatkan bakatnya. Kebetulan saat itu di kampusnya sedang ada College Bazar. Banyak orang menjual barang-barangnya sendiri. Kelahiran Jakarta, 16 September 1987 ini lantas iseng menjual barang dari hasil gambarnya sendiri.

Waktu itu gambarnya cukup simpel. Hanya dengan spidol marker yang langsung dilukiskan di atas T-shirt, maka jadiah karyanya. Ternyata responsnya lumayan bagus. Setelah bazar berakhir, Jordan lebih serius menekuni TheBalletcats (TBC). Idenya hasil diskusi bersama sang kekasih, Fatrianna Zukhra, yang juga berasal dari satu kampus.

Sebenarnya Jordan kerap mengikuti kompetisi membuat T-Shirt di Amerika. Tak tanggung-tanggung ia pernah menang 2 kali, dan saat itulah ia cukup confident untuk membuat karya sendiri tanpa harus terlibat syarat suatu kontes.

Salah Satu Karya Jordan Marzuki dalam The Balletcats

“Konsepnya itu sebenarnya agak ekstrem. Cari topik yang benar-benar tabu sekali seperti having sexnya binatang istilah kasarnya. Lalu sisi aneh dari kehidupan manusia, dll. Jadi yang lebih bikin orang shocking. Sebenarnya tidak horror, lebih satir, sarkastik, kayak puitis, namun kotor, tapi tetap indah. Jadi TheBalletcats ini, saya seperti sutradara yang sedang menyutradarai sebuah film, lewat produk,” terang penyuka film-film Quentin Tarantino dan Coen Brothers, serta Hayao Miyazaki yang ia jadikan acuan dalam berkarya ini.

“Sebagai founder, director, sekaligus desainer sebenanya ini one man show. Karena saya yang mendesain semuanya, kebetulan saya tidak pernah kolaborasi dengan orang lain, jadi tanggung jawabnya tidak terlalu besar, karena tidak ada desainer yang perlu saya supervisi. Ya masalahnya sih paling tanggung jawab ke produksinya, itu yang harus dikontrol terus. Kalau tidak, maka akan tidak bagus hasilnya,” ujarnya yang sejak berumur 8 tahun, gambarnya sudah menggambarkan unsur yang berdarah-darah.

Presentasi karya di TBC memang didesain seaneh dan segila mungkin. Contohnya, di release kemarin, ia membuat short video untuk produk anak kecil. Tapi anak kecilnya tidak lucu. Konsepnya dibuat agak syocking, dengan sebuah foto keluarga berisi 2 anak kecil (manusia) yang didampingi oleh kedua orang tua dalam wujud makluk aneh yang tidak masuk akal. Tidak hanya dengan foto, ia berusaha menarik perhatian konsumen melalui packaging-packaging yang sangat unik. Misalnya, 1 T-shirt, ia mengemasnya seperti box film zaman dulu. Boneka (telanjang) dikemas dengan lucu, walaupun tidak meninggalkan kesan seram. Packaging juga dibuat tidak sama antara produk yang satu dengan lainnya, walaupun tetap ada benang merahnya. Misalnya ada kata-kata yang dibuat agak kasar, supaya bisa tetap recycle dan tidak dibuang.

“Di produk saya selalu ada detail, hal yang kecil, terkesan tidak ada apa-apa, tetapi setelah dilihat-lihat ada tulisan, misalnya : I’ll kill you !!! Jadi agak mengancam kalau pembungkus produknya dibuang. Amplop saja, saya mau ada detail, ada gambar tukang pos dikejar anjing, detail-detail sekecil itu saya suka,” ujar pengoleksi buku-buku anak yang agak ‘sakit’ dan art-art lama dari seluruh dunia yang didominasi gambar-gambar ini.

Di TBC, Jordan berterus terang bahwa ia ingin lebih looky, lebih humble. Ia tidak suka promosi gencar-gencaran. Ia mengaku tidak pernah memberikan diskon dari awal hingga akhir, meskipun harganya memang terbilang cukup mahal dari 90 ribu-300 ribu. Ia juga tidak suka tweet : Grab it fast !!!, atau Come Come, mari kita beli !! Kalau misalnya produk tidak laku, tidak mau dipromosi, itu artinya kesalahan berada di pihaknya sehingga harus ada evaluasi. Kedua, ia mengandalkan social media seperti account tumblr dan twitter.

“Saya lebih suka, post fotonya, setelah saya post, orang mencari, baru saya kasih websitenya. Saya utamakan dari firal marketing, jadi orang-orang lain yang promokan produk saya. Saya tidak pernah dan tidak akan mau untuk mengiklan. Intinya, saya mau orang seperti nemu harta karun pada produk saya,” terangnya yang mengatakan bahwa banyak sekali pasar luar negeri tertarik dengan sweet shortnya yang saat ini populer sekali di kancah internasional.

Ke depan, Jordan sedang menyiapkan kuliahnya di Eropa, sekaligus ingin membawa brand-nya ke sana. Intinya, ia ingin hijrah dari nol lagi. Ia ingin go international yang lebih ‘benar-benar’ internasional. Tidak hanya kirim produk dari Indonesia ke sana. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved