Youngster Inc. Entrepreneur

Kami Idea, Eksis Lewat Karya Fashion-nya

Kami Idea, Eksis Lewat Karya Fashion-nya

Kesertaan desainer Indonesia di ISNA, Chicago, akhir Agustus 2016, jelas membanggakan dunia fashion di Tanah Air. Bagaimana tidak. Mereka terpilih oleh Badan Ekonomi Kreatif sebagai profesional yang diberi travel grant untuk mendorong pertumbuhan industri fashion.

Di antara kelima desainer itu ada Kami Idea. Merek baju siap pakai (ready to wear) asal Jakarta ini berdiri pada 2009. Mulanya, tiga kerabat Istafiana Candarini, Nadya Karina dan Afina Candarini hanya membuka toko online, Kamiidea.com, dan aktif berpromosi di media sosial seperti Instagram. Namun, dalam perjalanannya, mereka membuka toko baju offline di Yogyakarta, Bandung, Medan, Padang, Palembang dan Malang. Bahkan, akhirnya juga membuat pakaian ready to wear modest untuk Muslimah yang ingin menggunakan hijab.

Istafiana Candarini, Nadya Karina dan Afina Candarini

Istafiana Candarini, Nadya Karina dan Afina Candarini

Ekspansi Kami Idea makin meluas. Di tahun 2016, mereka mulai mengembangkan sayap ke berbagai department store seperti Central, Sogo, Lotte Shopping Avenue, dan Metro. Lebih jauh lagi, mereka mulai merambah dunia internasional dan membuka toko offline di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.

Diceritakan Nadya Karina, 32 tahun, dengan modal Rp 15 juta, pada 2009 mereka bertiga membuat bisnis aksesori buatan tangan yang dijual di Facebook. Waktu itu hanya Nadya dan Istafiana yang aktif, sementara Afina masih kuliah di luar negri. “Kami jualan online, tetapi kami sudah ada pemikiran untuk membuat toko suatu saat nanti,” ujar Nadya yang mula-mula berjualan statement necklaces (kalung yang besar-besar) dan syal. “Waktu itu kami menjual syal dari bahan kaus yang kami warnai sendiri menggunakan metode tie dye,” kata Nadya tentang jualannya yang sangat laku di pasaran online.

Saking lakunya, cerita Istafiana, banyak konsumen yang menjadi pelanggan tetap dan memesan secara khusus sesuai dengan keinginan mereka. Misalnya, mereka ingin agar ukuran syal ditambah, dari 60 cm menjadi 80 cm, sehingga bisa digunakan sebagai hijab. Lama-kelamaan permintaan ini menjadi banyak dan mendominasi. Ketika pada 2010 Hijabers Community (komunitas blogger) diluncurkan, mereka mengajak kerja sama pada acara kumpul-kumpulnya. “Kami support dengan hijab. Dari sini penjualan semakin naik dan mulai banyak blogger yang lihat dan review produk kami,” ujar Istafiana yang tergerak membuat baju, tetapi masih fokus pada hijab. “Lama-lama hijab dan baju kami seriusi dan aksesorinya menghilang,” lanjut Istafiana yang kini telah memiliki puluhan penjahit dan karyawan.

Soal desain, tidak ada masalah. Nadya bertindak sebagai creative director yang membawahkan divisi kreatif. Mereka bertekad memiliki full range apparel dan collection untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Menurut Istafiana, dalam hal ini yang penting adalah pelanggan. Beruntung, Kami Idea mempunyai basis pelanggan dari Facebook yang merambah medsos lainnya seperti Instagram dan melalui website sendiri, www.kamiidea.com. Beruntung bagi Istafiana, dua tahun lalu, 2014, dia berhasil membuka butik Kami Idea di Kemang. “Perjalanan dari online ke offline store sebenarnya bukan perjalanan mudah. Kami juga harus pintar memutar modal yang ada,” kata wanita kelahiran Yogyakarta 31 tahun lalu itu.

Salah satu pelanggan Kami Idea adalah Audy Antawidjaja, 30 tahun, pemilik klinik Bamed Skin care. Menurut Audy, desain Kami Idea khas, mudah dipadu-padan dan bisa digunakan untuk acara kasual atau semiformal. “Kami Idea juga cocok untuk saya yang sedang menyusui, banyak model bajunya yang “busui-friendly” (ibu-ibu menyusui-friendly) sehingga memudahkan saya dalam berpergian,” ungkap Audy yang sudah memiliki delapan koleksi Kami Idea di lemari bajunya.

Berkat basis pelanggan yang kuat inilah, ketika Kami Idea menawarkan waralaba, sambutan pun meluas ke mana-mana. Kini, waralaba Kami Idea ada di Palembang, Padang, Yogya, Balikpapan dan Bandung. Kami Idea juga sudah membuka toko yang dikelola sendiri di Malang dan Medan. Untuk sistem waralaba, menurut Istafiana, pihaknya menawarkan sistem pembelian yang berbeda-beda. Ada sistem beli putus, ada pula yang konsinyasi. Intinya, satu kota hanya satu toko. Toko pun harus cukup luas untuk mendisplai barang agar tidak digabung dengan merek lain. “Lalu, kami juga menjual barang kami secara online melalui Hijup.com, Zalora.co.id, Hijabenka.com, dan Muslimarket.com di Indonesia,” katanya.

Untuk pasar Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam, Kami Idea sudah tersedia di website multilabel market seperti Shopat22.com dan Fashionvalet.com. “Desember 2016 kami juga sudah mulai masuk offline store lain di Malaysia,” ungkap Istafiana tentang ekspansi bisnisnya. Tahun 2016 memang tahun fenomenal bagi Kami Idea. Pada 2016 pula, Kami Idea mulai masuk ke dept. store, seperti Metro, Sogo, Central dan Lotte di seluruh Indonesia. Mereka mencari dept. store yang sesuai dengan target pasar mereka. “Kami memiliki beberapa lini, ada Basic, Signare, Limited dan Wedding. Koleksi yang masuk ke dept. store adalah Basic dan Signare, karena lebih affordable untuk konsumen,” kata Nadya. Cakupan harga pakaian siap pakai yang ditawarkan mulai dari Rp 300-an ribu sampai Rp 1,5 jutaan.

Menurut Istafiana, risiko berbisnis fashion, harus siap mengeluarkan produk baru dengan cepat. Biasanya pihaknya mengeluarkan produk baru satu bulan tiga item. “Intinya, jumlah produksi tidak berkurang setiap bulan. Bahkan, kalau perlu, terus bertambah,” ujar Istafiana yang enggan menyebut jumlahnya.

Lalu, berapa penjualannya? Afina Candarini, adik kandung Istafiana, mengatakan, bisa mencapai 1.000-1.500-an setiap bulan, baik melalui butik, online dan offline store, maupun butik multimerek, waralaba dan dept. store. “Penjualan terbesar masih dari website online kami sendiri, tetapi saya lupa berapa persen dibandingkan yang lain,” ujar kelahiran Jakarta 27 tahun lalu itu.

Meski penjualan sudah bagus, Kami Idea tidak berhenti mengomunikasikan diri. Selain mengandalkan online brand yang semakin dikenal, Kami Idea juga melakukan berbagai kolaborasi. Misalnya, bekerja sama dengan komunitas blogger. Lalu, ikut fashion week, misalnya Jakarta Fashion Week dan Yogya Fashion Week. “Semuanya kami ikuti mulai tahun 2013, Yogya Fashion Week juga pernah, tetapi biasanya kami mencari pameran yang bisa memberikan efek marketing yang besar,” kata Afiana.

Selain di Indonesia, ia juga pernah mengikuti peragaan busana di Kuala Lumpur tahun 2014 dan tahun ini ikut lagi. “Strategi ini cukup efektif, ke depan kami berharap bisa melakukan banyak show di luar negeri dan lebih teratur, setahun dua kali. Soalnya kalau cuma sekali-sekali, tidak akan efektif,” lanjutnya.

Istafiana bertekad akan mengelola dept. store supaya lebih stabil lagi. Selain itu, juga akan memperbanyak waralaba. “Kami juga sudah berencana mendekati Brunei lebih intensif lagi, lalu kami juga mau masuk ke Australia,’ katanya. Sebenarnya sekarang pun mulai banyak mendapat tawaran dari pop up store di London, tetapi belum terlaksana karena kendala biaya kirim dan prosesnya.(*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved