Youngster Inc. Entrepreneur zkumparan

Social Commerce Super Garapan Steven Wongsoredjo

Social Commerce Super Garapan Steven Wongsoredjo
Steven Wongsoredjo, CEO & founder PT Krakatau Karya Abadi.
Steven Wongsoredjo (tengah), CEO & founder PT Krakatau Karya Abadi.

Sebagian besar pasar ritel di Indonesia belum terjangkau e-commerce. Selain itu, masih banyak masyarakat, khususnya di kota kecil dan pedesaan, yang belum familier dengan transaksi online. Karena itu, aplikasi Super hadir dengan fokus menggarap segmentasi ini melalui jaringan agen yang mendistribusikan barang kebutuhan pokok atau fast moving consumer goods (FMCG) di kota kecil dan daerah pelosok.

Super berupaya menyelesaikan masalah disparitas harga dan distribusi kebutuhan pokok di kota kecil dan pedesaan. Dengan membangun jaringan agen yang mengumpulkan permintaan di daerah dan membangun hyperlocal supply chain, startup ini berusaha membuat harga barang lebih terjangkau bagi masyarakat.

Di bawah bendera PT Krakatau Karya Abadi, Super berdiri sejak 2018. Startup yang berbasis di Kota Surabaya ini telah beroperasi di 23 kota dan daerah di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Perusahaan ini memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan sehari-hari masyarakat melalui agen yang tersebar di setiap kota dan daerah dalam waktu kurang dari 24 jam. Dari ribuan jumlah agen yang saat ini terdaftar, kebanyakan adalah kaum perempuan. Dengan menghubungkan pemasok besar dengan agen-agen kecil, startup ini memiliki pengaruh positif dalam menggerakkan perekononian.

“Misi besar kami ingin menjadi Walmartnya Indonesia tanpa memiliki retail store. Kami punya white label sendiri yang akan meng-generate banyak profit. Kami juga punya middle mile, warehouse, dan hub untuk men-supplyretail kami. Kami sangat yakin pasar FMCG di Indonesia besar sekali dan kami akan lebih fokus di FMCG,” Steven Wongsoredjo, CEO dan Co-Founder PT Krakatau Karya Abadi, menjelaskan.

Akhir tahun lalu, startup ini meraih pendanaan Seri B yang dipimpin oleh Softbank Ventures Asia senilai US$ 28 juta (lebih dari Rp 405 miliar). Beberapa investor kembali berpartisipasi dalam pendanaan Seri B untuk Super ini. Antara lain, Amasa, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, dan Stephen Pagliuca (Co-Chairman Bain Capital dan pemilik Boston Celtics). Selain itu, ada juga beberapa investor baru yang mulai terlibat pada Seri B ini, di antaranya Partners dari DST Global dan TNB Aura.

Jika ditotal, hingga saat ini Super telah memiliki pendanaan senilai US$ 36 juta (lebih dari Rp 502 miliar) dan diklaim sebagai pendanaan perusahaan social commerce terbesar di Indonesia. Sebelumnya, startup ini telah mengantongi pendanaan Seri A sebesar US$ 7 juta (lebih dari Rp 101 miliar).

Lalu, mengapa Steven memilih Jawa Timur untuk melakukan ekspansi? “Sudah 10 tahun kita ngomongin raksasa-raksasa e-commerce yang generasi pertama di market. Kalau kami ini, generasi kedua, bentuknya sedikit berbeda, yang kami sebut sebagai social commerce. Generasi pertama ini kebanyakan di kota-kota besar atau Jakarta. Jika kami datang ke kota-kota yang belum disentuh dengan baik, potensinya sangat besar,” kata Bachelor of Science lulusan The Johns Hopkins University (2012-2014) ini.

Selain itu, jika bermain di kota-kota tier 2, 3, dan rural, harus benar-benar jauh dari Jakarta. Hal ini untuk menghindari jangkauan para pemain besar agar tidak ikut menggarap wilayah-wilayah tersebut. Dengan demikian, tidak terjadi persaingan dengan pemain besar.

Kalau di Jawa Barat, misalnya Bandung, hanya 3-4 jam dari Jakarta, sehingga mudah dijangkau pemain besar. “Namun kalau di Jawa Timur, mereka harus loncat jauh, harus buat tim baru, infrastruktur baru, semuanya baru. Jadi, kami mulainya dari competition landscape,” Steven mnenjelaskan.

Lalu, kalau dilihat secara geografis, letak Jawa Timur hampir di tengah Indonesia. “Kami berpikir, kalau kami sudah jadi, mau ke mana saja lebih enak,” ucapnya.

Itu sebabnya, untuk tiga tahun ke depan, misi startup ini adalah terus merambah wilayah Indonesia Timur. “Kami ingin menjadi startup pertama yang menjadi representatif Indonesia Timur dan titik pertamanya dari Jawa Timur,” katanya.

Saat ini Super sudah ada di Sulawesi Selatan, lalu akan terus ke Indonesia Timur dalam beberapa tahun ke depan. “Total, kami sudah ada di 23 kota di Sulawesi dan Jawa Timur,” ujar Steven. Pihaknya berambisi masuk ke Sulawesi Tenggara, Bali, NTT, NTB, lalu Papua (Jayapura) dalam beberapa tahun ke depan,.

Steven memaparkan upayanya dalam menghadapi tantangan dan lika-likunya hingga Super bisa diterima pasar. Menurutnya, ada dua aspek yang dilakukannya. Pertama, membangun tim. Itu yang paling sulit sebelum membangun bisnis; apalagi di startup, itu agak ekstrem. Misalnya, tahun lalu, karyawan startup ini baru 70 orang, tapi sekarang sudah lebih dari 350 orang. Perkembangan yang pesat ini menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi perusahaan dan budayanya.

Pada tahap eksekusi, tantangan awalnya adalah menemukan formulanya yang sulit. Namun, setelah formula ditemukan, sekarang replikasinya lebih mudah dan sedang dalam masa pertumbuhan.

Dalam merekrut agen, saat awal pihaknya bingung bagaimana caranya agar pendekatannya hangat ke berbagai wilayah pedesaan. “Akhirnya, kami sadar, dengan mempekerjakan orang dari pelosok pedesaan untuk bergabung dengan tim kami, semuanya berjalan lebih baik. Karena, mereka bisa membuat koneksi ke kepala desa, ibu-ibu PKK, dan organisasi di desa tersebut. Kami bisa melakukan roadshow untuk merekrut agen-agen ini. Saat ini, kami ada puluhan ribu agen,” Steven memaparkan.

Inovasi juga terus dilakukan. Misalnya, dari segi aplikasi, karena pertumbuhannya lebih pesat, startup ini memiliki geopricing.

“Ada sedikit perbedaan price ketika kami menyasar kota-kota yang agak sedikit jauh, namun kami tetap berusaha membuat harga yang lebih affordable,” kata peraih gelar Master of Science dari Columbia University (2015-2016) ini.

Karena pertumbuhan penjualannya besar, kini pihaknya pun mengembangkan machine learning di back-end atau di warehouse management (big data). “Kami bisa track demand dari konsumen lebih detail dan data itu kami olah. Sekarang, kami juga luncurkan white label sendiri sehingga kami bisa buat harganya lebih affordable lagi untuk masyarakat di pedesaan,” ungkapnya. (*)

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved