Personal Finance Youngster Inc. Self Employed

Ryan, Si Pemburu Return Sejak Umur 18 Tahun

Ryan, Si Pemburu Return Sejak Umur 18 Tahun

Ryan Filbert, memburu untung dari pasar saham sejak tahun 2004. Ketika itu, Ryan berusia 18 tahun dan memulai petualangannya berinvestasi saham. “Saya belajar dari jalanan,” katanya berkelakar saat dijumpai di Pesta Reksa Dana, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/1). Dia menjelaskan maksud dari ucapannya itu adalah dirinya mempelajari cara berinvestasi saham yang dikelolanya sendiri. “Jadi itu maksudnya belajar dari jalanan, he.., he..,” tambahnya.

Rian (foto Vicky/SWA)

Ryan Filbert (foto Vicky/SWA)

Pria kelahiran Jakarta, 20 Januari 1986 ini, dikenal sebagai investor muda yang gigih menjaring return. Ryan pernah merugi ketika modalnya menyusut di saham-saham pertambangan. Waktu itu, kata Ryan, dia membeli saham emiten batu bara. Likuiditas saham ini menjadi daya pikat investor, termasuk Ryan. “Harganya sempat menyentuh Rp 8 ribu per lembar. Saya terus menambah modal ke saha mini walau harganya terus anjlok karena berharap rebound ke depannya,” jelas Ryan. Sayang, harapannya bak panggang jauh dari api. Modalnya menyusut hingga 60%. “Waktu itu, saya berharap meraih return dari saham ini,

Pengalamannya ini menjadi pelajaran berharga untuk dipertimbangkan dalam mengelola investasinya. Strategi investasi Ryan selama periode 2004-2008 lebih condong ke likuiditas suatu saham. Ia cenderung mengabaikan kinerja fundamental perusahaan. “Saat itu, saya tidak terlalu menimbang pertumbuhan pendapatannya, besaran utang atau nilai asetnya, yang penting sahamnya likuid,” tuturnya. Berpijak dari pengalaman yang tak menggembirakannya itu, Ryan mengubah formula dalam mengelola saham-sahamnya, Dia menerapkan rebalancing portofolio di tahun 2009 dan mengutamakan metode value investing. Strategi ini mengedepankan fundamental emiten. “Value investing menyoroti laporan keuangannya,” ucapnya.

Ia pun mengubah haluan investasinya. Portofolio didominasi saham-saham emiten yang kinerja keuangannya kinclong. “Saham yang likuid tidak menjamin return. Saya sejak tahun 2009 melakukan value investing dan rebalancing portofolio ke saham-saham yang fundamentalnya oke,” ungkapnya. Saham-saham perbankan dan properti adalah sejumlah saham yang dikoleksinya. “Saya memiliki 18 saham, saya membatasi jumlahnya agar mudah mengelolanya,” terangnya. Dia menyebar asetnya di 18 saham tersebut untuk meredam tingkat risiko dan melakukan diversifikasi portofolio. Hasilnya sangat menggembirakan. Sebab, menurut Ryan, imbal hasil yang dijaring dari saham tersebut bisa digunakan untuk menambah instrumen investasi. “Return dari saham menjadi modal untuk membeli properti. Saya di tahun 2010 atau 2011 membeli 2 unit apartemen dan satu unit ruko,” imbuhnya.

Asetnya tersebut dijualnya lagi agar bisa menambah jumlah kepemilikannya di saham. “Capital gain dari properti yang saya peroleh sekitar 150%,” terangnya. Ryan menyebutkan dirinya tidak melakukan trading harian. Ia membeli saham-saham unggulan saat harganya terkoreksi. “Saat market turun, saya masukin modal dua hingga tiga kali lipat,” katanya. Berkat jurus seperti ini, Ryan mendulang untung lebih dari dua digit per tahun. “Rata-rata return dari saham sekitar 8% hingga 12% setiap tahunnya,” tandasnya.

Selain saham, Ryan mencicipi berbagai produk investasi lainnya, semisal exchange trade fund, options, reksa dana, obligasi, forex dan deposito. Pengalamannya menjadi investor muda dituliskannya dalam buku berjudul Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment. Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution.Pengalamannya sering dikisahkan dalam seminar-seminar investasi yang diselenggarakan Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved