Begitu menjabat CFO PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL) pada tahun 2016, Eddy Indradi segera menetapkan sejumlah langkah taktis. Maklum, posisi ini sudah beberapa tahun kosong. Ditambah lagi situasi sulit sedang melilit perusahaan-perusahaan multifinance karena banyak bank enggan memberikan pendanaan. Apa yang dilakukannya?

Di lingkup internal, dia membenahi sistem keuangan termasuk merekrut sejumlah profesional untuk menduduki beberapa posisi penting. Ke luar, dia bersama CEO terus meyakinkan pihak perbankan untuk memberi pendanaan. Lalu, mendiversifikasi pendanaan, agar tak sepenuhnya bergantung pada pinjaman bank.

Dalam urusan internal, Eddy bersama timnya menciptakan tools berbentuk dashboard untuk mengukur kinerja perusahaan dan cabang. Lewat peranti ini, kinerja kepala-kepala cabang bisa terpantau sehingga mudah dievaluasi.

Dampaknya terlihat. Lewat dashboard tersebut perusahaan bisa menetapkan orang yang tepat menjadi CEO di kantor cabang. Perusahaan juga bisa menyelaraskan KPI (key performance indicators) kepala divisi/cabang dengan skema insentif. Tak kalah penting, penggunaan tools ini mengubah perilaku organisasi kantor cabang. “Yang tadinya hanya bicara tentang booking atau customer baru, sekarang ditambahkan: dilihat dari kontribusinya ke head office,” ujar Eddy.

Sementara itu, dari lingkup eksternal, Eddy berhasil membawa masuk pinjaman sindikasi. Kemudian, pada tahun 2017, CSUL menjual obligasi Rp 325 miliar untuk membantu pendanaan. Dari sisi portofolio bisnisnya, anak usaha PT Tiara Marga Trakindo itu sekarang memiliki portofolio 85% pembiayaan untuk alat berat dan 15% untuk mobil (passenger car). Adapun asetnya Rp 4,2 triliun (tahun 2018), total revenue Rp 590 miliar (2018), dan diperkuat 425 karyawan yang tersebar di 21 cabang.

www.swa.co.id