Leaders Indonesia Best CFO

Evaliny, Merapikan Proses Bisnis dari Hulu ke Hilir

Evaliny, Merapikan Proses Bisnis dari Hulu ke Hilir

Di tangan Evaliny, PT Mount Scopus Indonesia/The Harvest Group ―perusahaan yang menaungi brand The Harvest, Almond Tree, dan Cheese Cake Factory― sukses mencapai lompatan besar dengan turnaround strategy. Lulusan Jurusan Akuntansi Universitas Andalas ini menjabat posisi CFO The Harvest Group sejak Maret 2019 dengan mengemban amanah dari shareholder agar perusahaan tetap tumbuh, baik jaringan toko maupun EBITDA-nya, dari tahun ke tahun.

Menurut Evaliny, dalam melakukan turnaround strategy ini, pihaknya mempunyai tiga prinsip, sebagaimana dicanangkan CEO The Harvest Group Edison Manalu. Yaitu, Best for Customer, Simple for the Team, dan Profit for the Company.

Hal pertama yang dilakukan Magister Manajemen Stratejik dari Prasetiya Mulya Business School ini adalah merapikan proses bisnis di bisnis kue ini dari hulu ke hilir, melakukan pengkajian proses produksi, hingga memvalidasi Bill of Material untuk membuat standardisasi costing. Untuk itu, Evaliny dan timnya berkolaborasi dengan tim operasional, sehingga setiap jenis kue diketahui dengan jelas material apa saja yang dipakai untuk menghasilkan sebuah produk yang berkualitas. Pembenahan proses bisnis ini, yang dilakukan dalam tiga bulan pertamanya sebagai CFO, dituangkan dalam kurang-lebih 130 standar operasional prosedur (SOP).

Menurut Evaliny, langkah itu ditempuhnya sebab sebelumnya di perusahaannya ini tidak ada panduan business process dan SOP yang komprehensif. Tidak tersedia pula Sistem Pengendalian Internal (SPI) dari pabrik sampai toko sehingga perusahaan pun berjalan tidak efisien.

Ia mencontohkan, tingkat shrinkage (penyusutan) yang tinggi menyebabkan cost of production tidak optimal. Ditambah lagi, kegiatan stock count (stock opname) hanya dilakukan setahun sekali (di akhir tahun) secara keseluruhan.

Berkat inisiatif Evaliny, kini perusahaan mampu melakukan stock opname setiap bulan di semua toko yang berjumlah 104 gerai. Ia mengakui, meski ini bukan hal yang mudah, dengan strategi yang tepat telah menjadi kebiasaan sampai saat ini. Alhasil, nilai shrinkage dapat diturunkan signifikan yang menjadi kontribusi penting kenaikan EBITDA.

Menurut Evaliny, dengan terkontrolnya wastage, dijalankannya sistem FIFO (First In First Out), dan diterapkannya inventory control yang baik, cost of inventory perusahaan juga turun. Ujungnya, berimbas pada perbaikan cash flow perusahaan.

Ia mengaku selalu memberikan pengertian kepada semua karyawan bahwa ketimbang bahan material terbuang, lebih baik dikembalikan kepada karyawan dalam bentuk bonus. “Untuk memacu semangat karyawan, setiap bulan perusahaan mengadakan lomba-lomba (kompetisi),” ujarnya. Misalnya, kompetisi toko dengan tingkat shrinkage terenda; toko dengan tingkat compliance yang tinggi dengan standar kebersihan, food safety, dan consumer complaint; serta toko dengan kenaikan penjualan dan kenaikan EBITDA.

Bukan itu saja. Begitu proses bisnis dan SOP telah selesai dibenahi, selanjutnya fungsi pengawasan dan kontrol memegang peran penting. “Fungsi internal audit segera kami jalankan untuk mengawal SOP, agar berjalan sebagaimana mestinya,” katanya.

Sebetulnya sebelum memasuki masa pandemi, cash flow juga telah menjadi tantangan utama the Harvest Group. Namun, tampaknya karena melihat pengalaman 20 tahun Evaliny bekerja di berbagai perusahaan sebelumnya dan melihat rekam jejak terobosannya, tak sedikit pihak bank yang ingin berkolaborasi dengan the Harvest Group.

Mengenai peran CFO, menurut Evaliny, CFO di zaman sekarang bukan hanya melihat angka di atas meja, tapi juga harus menjadi bagian untuk memenuhi target penjualan agar bisa mempercepat arus kas masuk. “Jadi, jangan menunggu laporan di atas meja saja,” ujarnya tandas.

Untuk mendorong terciptanya revenue, tim Evaliny berkolaborasi dengan orang-orang dari Business Development, seperti untuk kegiatan membuka toko baru, merenovasi toko lama menjadi new look, membuka brand baru, hingga meningkatkan penjualan B2B. Tim di bawah CFO juga berkolaborasi dengan tim Marketing dalam hal strategi pemasaran yang akan dijalankan. Juga, berkolaborasi dengan tim New Product Development mengenai produk yang akan diluncurkan.

Menyikapi kondisi pandemi, menurut Evaliny, the Harvest Group melakukan sedikit pergeseran target penjualan. Sebelumnya, menyasar untuk keperluan pesta, selebrasi, dan event lainnya. Adapun di masa pandemi lebih mengarah pada kebutuhan day-to-day.

Mengenai kinerja bisnis, dalam tiga tahun terakhir terlihat peningkatan EBITDA dari 13,2% (Rp 71 miliar) di tahun 2018 menjadi 18,4% (Rp 100 miliar) di tahun 2019, atau meningkat 40%. Lalu, pada 2020, dalam situasi pandemi Covid-19, EBITDA yang tercapai sebesar 22,3% (Rp 154 miliar), atau terjadi peningkatan sebesar 50%. Menurut Evaliny, memasuki tahun kedua pandemi ini perusahaan diproyeksikan akan tutup di level EBITDA 25,4% (Rp 200 miliar) dengan pertumbuhan EBITDA sebesar 30%.

Hasil lainnya terlihat dari tetap tumbuhnya the Harvest Group, baik dari segi penjualan, EBITDA, jumlah gerai (pembukaan 21 gerai baru The Harvest, The Harvest Express, dan sejumlah brand baru), serta refurbishment lima toko lama menjadi The Harvest New Look di tahun 2021 yang lebih segar dan bisa mengakomodasi kebutuhan new normal.

Di tahun 2022, Evaliny menyebutkan, pihaknya akan tetap membuka banyak toko lagi, minimal 24 toko, baik The Harvest maupun The Harvest Express. Selain itu, juga akan memperluas central kitchen di kawasan Sentul.

Di mata Philip Purnama, salah seorang anggota Dewan Juri, Evaliny termasuk CFO berkualitas CEO. Ia juga dinilai merepresentasikan gender equality, di mana CFO wanita tak kalah kelas dibandingkan CFO pria.

Dari segi keahlian, Philip memuji kepiawaian Evaliny mengelola cost control karena memang menjiwai industri bakery. Latar belakangnya yang pernah berjualan kue di pasar saat kecil serta berjuang untuk menjadi seorang akuntan dan CFO dinilai ikut membantu penjiwaannya pada bisnis kue ini.

Tak mengherankan, ia tak sungkan ikut terlibat dalam tata interior toko dan penyajian citarasa bakery sehingga menarik pelanggan. Philip pun mengapresiasi sikapnya yang tak mau hanya jadi “tukang catat” melainkan ingin mencari akar permasalahan perusahaannya hingga di dapur. (*)

Jeihan K. Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved