My Article

Tren Panic Buying yang Terpaksa Membeli

Oleh Editor
Tren Panic Buying yang Terpaksa Membeli

Dr. Dedy Ansari Harahap, SP., MM, Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung (Email : [email protected])

Dr. Dedy Ansari Harahap, SP., MM

Pemberlakuan kembali PPKM Level 3-4 di berbagai daerah di Indonesia, sebagai tanda keberadaan pandemic covid-19 masih belum tuntas dan belum berakhir. Situasi yang tidak menentu akibat wabah virus corona membuat semua orang takut dan cemas, karena tidak diketahui dan ketidakpastian kapan wabah ini berakhir. Keadaan ini mendorong orang bersikap individualistik, setiap orang berpikir bagaimana menyelamatkan dirinya dan keluarganya pada saat pandemi berlangsung. Berbagai pemberitaan yang tersebar baik dari media mainstream, media sosial, surat kabar dan lainnya, terjadi kelangkaan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan rumah tangga dan pelaku usaha kecil seperti; minyak goreng, kedele sebagai bahan baku untuk membuat tahu dan tempe, serta bahan-bahan lainnya,

Ditemukannya varian baru covid-19 yang bernama Omicron, dan masih diberlakukannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), serta masyarakat dianjurkan agar mengurangi aktifitas di luar dan kembali melakukan pekerjaan melalui work from home (WFH), berimbas kepada aktifitas usaha pelaku bisnis saat ini sehingga menyebabkan bisnis mengalami dampak positif dan negatif akibat peristiwa tersebut. Setiap orang akan membatasi dan mengurangi transaksinya untuk sektor tertentu, namun di sektor lainnya berdampak semakin banyaknya masyarakat berlomba-lomba berbelanja di toko dengan jumlah yang banyak untuk membeli keperluan rumah tangga untuk stok persediaan yg lebih lama agar tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Harahap, 2020).

Pembelian panik dapat terjadi dari sejumlah peristiwa yang berbeda, umumnya pembelian panik terjadi karena peningkatan permintaan yang menyebabkan kenaikan harga. Sebaliknya, penjualan panik memiliki dampak yang mengakibatkan peningkatan pasokan dan harga yang lebih rendah. Panik membeli dan menjual secara besar-besaran dalam skala besar dapat memiliki dampak dramatis yang mengarah pada perubahan pasar dalam berbagai skenario. Mengingat ada sedikit atau tidak indikasi bahwa persediaan rendah? Beberapa laporan mengaitkan pembelian panik itu dengan ketidakpercayaan yang semakin besar atas keadaan yang terjadi saat ini.

Suasana toko-toko, supermarket, grosir, toserba tidak seperti biasanya, terlihat ada sejumlah pengunjung yang sudah kehabisan troli dan keranjang, sehingga rela menunggu pengunjung lain selesai berbelanja. Suasana panic buying ini semakin terasa dikarenakan banyaknya antrian panjang masyarakat membeli suatu produk yang dibutuhkan sehingga menimbulkan sedikit kericuhan, dan desak-desakan di sekitar lokasi perbelanjaan (Harahap, 2020).

Pendekatan yang efektif dalam kondisi panic buying yang terpaksa membeli adalah menghindari dan mencegah sebanyak mungkin rutinitas dan kebiasaan berbelanja. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang merupakan konsumen yang bijak, yang rutinitasnya mendukung pembelian yang stabil, sedikit demi sedikit dan konsumsi yang terukur. Terkait dengan perspektif pemasaran, yaitu terjadinya pembelian panik konsumen di berbagai tempat-tempat untuk memenuhi kebutuhan sehingga masyarakat yang juga konsumen melakukan pembelian terpaksa dikarenakan kepanikan terhadap keadaan kelangkaan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya (Harahap et al., 2021).

Peristiwa terkini yang terjadi akibat wabah pandemi yang tidak juntrungan, tidak tahu kapan berakhir menimbulkan kepanikan, kecemasan, membuat semua orang takut dan cemas sehingga membentuk sikap protektif terhadap diri sendiri dan keluarga agar terhindar dari wabah tersebut dengan melakukan pembelian panik yang terpaksa membeli di beberapa tempat dan jarak yang jauh, masyarakat rela menempuhnya untuk membeli dengan maksud kebutuhannya dapat terpenuhi walaupun dengan harga yang relatif lebih dari harga biasa pada saat kondisi normal sebelumnya.

Dampak dari sikap dan perilaku masyarakat sebagai konsumen seperti ini tidaklah baik bagi produsen, perusahaan dan pelaku usaha, karena akan menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan masyarakat sebagai konsumen, mereka akan menilai dan memberikan respon negatif bagi pelaku usaha ataupun perusahaan yang akan berimbas kepada loyalitas dan citra perusahaan itu sendiri. Walaupun untuk jangka pendek menguntungkan bagi sebagian pelaku usaha karena meningkatnya penjualan yang berdampak meningkatnya profit, namun ini tidak akan berlangsung lama dan berakibat di masa akan datang, masyarakat sebagai konsumen akan sulit melupakan kondisi yang merugikannya karena akibat keterpaksaan-keterpaksaan dalam menyikapi dan mengantisipasi keadaan yang tidak menentu pada saat itu, walaupun akhirnya mereka melakukan pembelian panik yang terpaksa membeli.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved