My Article

Puasa Membentuk Integritas

Oleh Editor
Puasa Membentuk Integritas

Oleh: Naufal Mahfudz, Ketua Umum Forum Doktor Bisnis Indonesia (Fordobi) Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Orwilsus Bogor

DR. Naufal Mahfudz, Ketua Umum Fordobi

Perintah menjalankan ibadah shaum atau berpuasa termaktub dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 183 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Bunyi perintah ini jelas bahwa kewajiban menjalankan puasa hanya untuk orang-orang yang beriman dan menjadi penanda kesempurnaan iman seseorang.

Kewajiban berpuasa juga diperintahkan kepada umat manusia yang hidup sebelum zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu para Nabi dan pengikutnya sejak masa Nabi Adam AS. Dengan mewajibkan puasa untuk seluruh umat yang beriman di segala zaman, ini akan menjadi motivasi bagi seluruh orang yang beriman untuk menjalankan kewajibannya karena perintah ini berlaku untuk siapapun yang beriman dan hidup di zaman apapun.

Tujuan menjalankan puasa bagi orang beriman adalah untuk meraih predikat takwa. Karena dengan berpuasa yang sungguh-sungguh, orang yang beriman dapat mengalahkan segala nafsu dan syahwat yang merupakan sumber perbuatan maksiat. Definisi orang yang takwa dijelaskan secara rinci pada surah Ali Imran ayat 15 hingga ayat 17, yaitu: (15) Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hambaNya. (16) (Yaitu) orang-orang yang berdo’a, “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka. (17) (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sahur (sebelum fajar).”

Tiga ayat tersebut mengambarkan ciri-ciri orang yang bertakwa, yaitu beriman dan berdoa (believers), sabar (patient), jujur (honest), patuh (obey), dermawan dan peduli (care), dan mengakui kesalahan (admit mistakes). Ciri-ciri orang yang bertakwa yang difirmankan Allah SWT ini merupakan karakter-karakter orang yang berintegritas.

Salah satu karakter integritas, menurut Cloud (2009), adalah memiliki sifat dan pemahaman spiritual yang kuat (understanding of the transcendent). Orang yang beriman dan senantiasa berdoa (believers), baik berdoa untuk diri sendiri atau orang lain, tentu memiliki sifat dan pemahaman spiritual yang kuat. Karakter integritas dibentuk oleh nilai-nilai-nilai spiritualitas yang harus dipahami, diyakini, dan dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Karakter integritas berikutnya adalah sabar (patient). Orang yang berintegritas harus memiliki sifat sabar, yaitu mampu mengendalikan diri dari segala emosi dan keinginan, terlebih keinginan-keinginan yang berlebihan dan cenderung kepada keserakahan (greedy). Sifat sabar juga berarti tahan menghadapi ujian, cobaan, dan godaan, tidak cepat marah, tidak cepat putus asa, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu. Sifat sabar ini merupakan salah satu dimensi integritas yang dapat dilatih dan dikembangkan.

Cambridge English Dictionary mengartikan integritas sebagai kualitas bersikap jujur (honest) ​​dan memiliki prinsip moral yang kuat. Jujur bermakna satunya kata dengan perbuatan, kesesuaian antara lahir maupun batin, dan terus bertekad yang benar dalam menempuh jalan yang lurus. Orang yang berintegritas juga selalu taat, patuh (obey), tunduk, loyal dan senantiasa memedomani serta mengikuti ajaran agama yang ia dianut, regulasi-regulasi ketatanegaraan, dan norma serta etika yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Sifat patuh ini akan menghindari dari segala perbuatan dan tindakan menyimpang yang akan mengakibatkan kesalahan dan kehancuran.

Karakter integritas selanjutnya adalah dermawan dan peduli (care) kepada sesama. Kedermawanan dan kepedulian akan selalu hadir dari hati yang tanpa pamrih dan berfungsi sebagai salah satu cara memberdayakan masyarakat yang membutuhkan. Paradigma memberikan bantuan kepada sesama adalah give and not expect receive (hanya memberi dan tak harap kembali), bukan give and receive (memberi dengan mengharapkan pamrih).

Memperbanyak sedekah menjadi anjuran sebagai salah satu ibadah utama di bulan Ramadan. Kepedulian yang terbaik adalah menawarkan bantuan terlebih dahulu sebelum diminta, serta cepat tanggap dengan tidak menunda. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat, selalu peduli dan senantiasa memberikan bantuan kepada sesamanya.

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh dengan ampunan Tuhan. Mengakui kesalahan (admit mistakes) dengan jujur akan membangun kepercayaan dan integritas. Seringkali terjadi ketika seseorang menyadari bahwa mereka melakukan kesalahan, maka orang lain juga menyadarinya. Jika kemudian orang tersebut tidak mau mengakui kesalahannya, maka orang lain akan menilai bahwa menganggap yang salah menjadi benar itu lebih penting daripada kejujuran. Ini jelas menanggalkan integritas. Terlebih lagi jika memiliki kesalahan-kesalahan yang diperbuat kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui, maka satu-satunya jalan adalah mengakui kesalahan dengan bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah SWT terutama di waktu-waktu yang pasti dikabulkannya doa, yaitu di sepertiga malam terakhir hingga waktu fajar.

Berpuasa dengan tujuan meraih derajat takwa adalah menjadi manusia dengan karakter integritas sebagaimana dalam firman Allah SWT di surah Ali Imran ayat 15 hingga ayat 17. Dengan berpuasa dan menjalankan ibadah-ibadah lain di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan kesungguhan, maka secara langsung akan membentuk pribadi-pribadi yang berintegritas.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved