My Article

Ramadan, Produktivitas dan Peningkatan Berkelanjutan

Oleh Editor
Ramadan, Produktivitas dan Peningkatan Berkelanjutan

Oleh: Dr. Ir. Naufal Mahfudz, MM, Ketua Umum Forum Doktor Bisnis Indonesia (Fordobi)Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Orwilsus Bogor

Dr. Ir. Naufal Mahfudz, MM, Ketua Umum Forum Doktor Bisnis Indonesia (Fordobi) Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Orwilsus Bogor

Ramadan tahun ini tinggal menghitung hari. Bulan mulia yang disucikan oleh seluruh umat Islam akan segera berlalu. Bulan yang banyak diwarnai oleh peristiwa-peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Torehan sejarah umat Islam yang terjadi di bulan Ramadan antara lain: turunnya ayat suci Al Quran (Nuzulul Quran) dan pengangkatan Muhammad sebagai Rasul, kemenangan umat Islam dalam Perang Badar, kembalinya kota Mekkah (Fathul Makkah), penaklukan Rhodesia oleh umat Islam, perang Andalusia, berdirinya Daulah Abbasiyah, berdirinya Universitas Al Azhar Cairo, kemenangan pasukan Salahuddin Al Ayyubi terhadap pasukan Salib, serta peristiwa dalam konteks bangsa Indonesia yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1945.

Peristiwa dan kejadian di atas menunjukkan bahwa produktivitas umat Islam justru meningkat saat bulan Ramadan. Padahal saat melakukan ibadah puasa di siang hari, tubuh manusia tidak menerima asupan makanan dan minuman, serta kurang istirahat karena malam harinya dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya yang mengurangi waktu tidur. Logikanya, energi yang dibutuhkan oleh jasmani menjadi lebih besar untuk menghasilkan produktivititas yang lebih tinggi saat berpuasa. Namun, semangat yang tinggi untuk lebih produktif ternyata tidak hanya didapat dari energi jasmani saja, tetapi yang lebih penting adalah semangat yang berasal dari hati dan jiwa yang penuh keimanan, kegairahan dan kesungguhan menghasilkan karya. Puasa Ramadan yang diperintahkan oleh Allah SWT tidak dimaksudkan untuk menurunkan produktitivitas dan menghasilkan karya, bahkan sebaliknya.

Produktif berarti mampu memberikan hasil yang bermanfaat dan dalam jumlah besar serta secara terus menerus. Khusus produktivitas dalam beribadah di bulan Ramadan telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Seluruh hari di bulan suci ini sejatinya sangat istimewa dan umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya. Tetapi sepuluh hari terakhir Ramadan memiliki kekhususan dibanding hari-hari sebelumnya. Banyak keistimewaan yang dimiliki sepertiga bulan terakhir Ramadan sehingga Rasulullah mencontohkan dengan meningkatkan ibadahnya secara berkelanjutan.

Jika kita sudah produktif menjalankan ibadah-ibadah di hari-hari sebelumnya, maka harus ditingkatkan produktivitas di sepuluh hari terakhir, terutama di waktu malam hari bulan Ramadan ini. Umat Islam sangat dianjurkan untuk memburu Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Carilah Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadan.” (HR Bukhari). Lailatul Qadar memiliki kebaikan setara dengan seribu bulan, bahkan lebih baik.

Siti Aisyah RA, istri Rasulullah SAW berkata, “Rasulullah SAW bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan lebih dari pada di hari-hari lainnya.” (HR Muslim dan Ahmad). “Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir Ramadan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Umat Islam diwajibkan untuk mengikuti ibadah-ibadah yang pernah Rasulullah contohkan. Saat sepuluh hari terakhir Ramadan seyogyanya meningkatkan amalan-amalan agar kesempatan meraih pahala dan keberkahan lebih besar. Apalagi kesempatan emas ini hanya diberikan sepuluh hari dalam setiap tahun.

Ibadah-ibadah yang patut dilakukan dan diperbanyak intensitasnya di sepuluh hari terakhir Ramadhan antara lain; Pertama, memperbanyak membaca atau tilawah ayat-ayat suci Al Quran, baik di dalam sholat maupun di luar sholat. Membaca dan mengkhatamkan Al Quran di bulan Ramadan sangat dianjurkan dalam Islam.

Betapa berlipat-lipatnya pahala membaca Al Quran sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut. Satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR Tirmidzi). Hadits lain lain tentang membaca Al Quran adalah sebagai berikut: “Barangsiapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam” (HR Bukhori).

Kedua, adalah memperbanyak shalat malam. Shalat malam merupakan shalat yang paling utama setelah shalat wajib yang lima waktu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa pada bulan Muharram. Sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim). Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW menyebutkan bahwa “Barangsiapa melakukan shalat malam pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Shalat malam sebaiknya dilakukan setelah bangun dari tidur walaupun tidur yang singkat. Shalat malam dikerjakan paling sedikit dua raka’at dan paling banyak tidak terbatas sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Ketiga, memperbanyak berdo’a, berzikir dan bertaubat. Rasulullah SAW meminta istrinya Siti Aisyah RA untuk memperbanyak do’a di malam-malam sepuluh terakhir Ramadan. Siti Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?”. Rasulullah menjawab menjawab, “Ucapkanlah, Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Anni” (Ya Allah Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku).” (HR. Ibnu Majah).

Keempat, memperbanyak sedekah di samping kewajiban membayar zakat harta dan zakat fitrah. Ibnu Abbas RA menyaksikan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang sangat dermawan, dan pada bulan Ramadan beliau lebih dermawan lagi. Sedekah yang dimaksud adalah mencukupi kebutuhan keluarga, berbuat baik kepada sesama, dan yang tidak boleh dilewatkan adalah memberikan hidangan berbuka (ifthar) kepada orang yang berpuasa. Apalagi di tengah masih mewabahnya pandemi Covid-19, banyak warga yang tiba-tiba kehilangan penghasilan dan terkena PHK. Bantuan dari masyarakat yang lebih mampu, walaupun sedikit, menjadi sangat berarti buat mereka.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang tersebut.” (HR Ahmad).

Kelima, adalah ibadah itikaf. Itikaf merupakan kegiatan berdiam di dalam masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW rutin melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadan. Itikaf diisi dengan mengerjakan ibadah-ibadah seperti membaca Al Quran, berdo’a, berzikir dan bertaubat. Siti Aisyah RA berkata, “Nabi Muhammad SAW melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beritikaf sepeninggal beliau.” Tetap produktif mengerjakan ibadah-ibadah Ramadan. Karena di sepuluh hari terakhir bulan suci ini diberikan keistimewaan pahala dan keberkahan bagi yang mengerjakannya dengan khusyuk dan sungguh-sungguh.

Bukan sebuah kebetulan setelah bulan Ramadan berlalu akan hadir bulan yang bernama Syawal. Secara etimologis, kata Syawal berarti naik, meninggi atau peningkatan. Secara substantif ada dua arti kata Syawal ini, yaitu: Pertama, derajat umat Islam pada bulan Syawal setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan dengan penuh keimanan dan kesungguhan akan naik atau meninggi di hadapan Allah SWT karena telah mencapai derajat takwa serta mendapat ampunan dari Allah SWT.

Kedua, umat Islam yang telah memeroleh derajat takwa dengan penempaan selama satu bulan selama Ramadan harus mempertahankan raihan ini dengan meningkatkan ibadah-ibadahnya secara berkelanjutan hingga datangnya kembali Ramadan di tahun depan. Di bulan Syawal umat Islam diberi kesempatan lagi untuk meningkatkan ibadahnya dengan berpuasa enam hari secara berturut-turut atau tidak berturut-turut sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal maka baginya (pahala) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim).

Semoga setelah Ramadan berlalu, kualitas keimanan, kualitas ibadah, kualitas karakter dan perilaku, serta kualitas karya kita dapat dipertahankan bahkan terus ditingkatkan secara berkelanjutan. Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan dan melimpahkan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kita semua.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved