My Article

Festival Seni Bali Jani Ke-IV Tahun 2022: Mensyukuri Air Sumber Kehidupan, Meraih Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Editor
Festival Seni Bali Jani Ke-IV Tahun 2022: Mensyukuri Air Sumber Kehidupan, Meraih Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Oleh: I Dewa Gde Satrya, Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

Dewa Gde Satrya

Festival Seni Bali Jani (FSBJ) ke-IV Tahun 2022 yang dihelat pada Oktober mendatang mengangkat tema “Jaladhara Sasmita Danu Kerthi” (Air sebagai Sumber Peradaban)”. Seni dan budaya sebagai ekspresi kreatif peradaban, mencerminkan ‘suara kenabian’ yang memiliki pesan mendalam yang disampaikan dengan estetika yang menghibur.

Pencemaran air menjadi keluhan dan problem sosial di Indonesia. Pihak utama yang berperan menjadi aktor pencemaran adalah industri. Dalam konteks ini, sepatutnya tidak digeneralisir pada semua ranah industri. Industri pariwisata melalui sektor perhotelan, khususnya hotel bintang lima dan resort, telah memiliki dan menjalankan standar dalam pengelolaan air yang dapat menjadi referensi dalam pengelolaan limbah industri.

Pengelolaan air terkait dengan prinsip kepariwisataan yang bertanggung jawab. Dalam Seminar Tourism Ethics 2011 di Bali, United Nation World Tourism Organization dan Kementerian Pariwisata RI mempromosikan gagasan dan praktek responsible tourism. Model kepariwisataan bertanggungjawab mereduksi dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri pariwisata bagi lingkungan dan masyarakat lokal, dan pada saat bersamaan memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan sosial, kelestarian lingkungan dan perlindungan budaya lokal. Kode etik kepariwisataan yang di dalamnya berisi 10 diktum pelaksanaan kepariwisataan agar memberi manfaat sebesar-besarnya pada masyarakat, bukan sebaliknya, memberikan efek negatif kepada masyarakat dan lingkungan.

Peran dan kontribusi industri pariwisata dalam mengelola air dapat menjadi daya saing yang mengundang apresiasi dari masyarakat, seperti praktek pro-environment lainnya dan penerapan business ethics yang menjadi standar internasional di perhotelan. Kebijakan hotel dalam mengelola air menjadi praktek inovatif dan materi promosi yang memikat.

Temuan penting dalam penelitian Anshori (2010) yang relevan dengan hal ini adalah, hotel yang hanya berorientasi produk tidak akan memperoleh kinerja yang optimal, karena apa yang dilakukan tidak ada bedanya dengan hotel lainnya. Hotel yang memperhatikan tidak hanya orientasi produk, tetapi juga orientasi pasar, intellectual capital, dan orientasi pembelajaran akan dapat menciptakan inovasi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan kinerja hotel tersebut.

Beberapa contoh standar pengelolaan air, limbah dan aktivitas industri yang ramah lingkungan, selama ini ditampilkan dalam operasional hotel berbintang. Ada beberapa contoh menarik dari properti dan brand hotel berbintang dalam mengelola limbahnya, khususnya air, yang berdampak pada competitive advantage, menjaga star rating, terkait dengan strategi memenangkan persaingan agar menjadi pilihan utama di benak konsumen.

Pertama, air, sungai dan hutan bahkan menjadi kolaborasi yang menghadirkan berkah bagi Mandapa, a Ritz-Carlton, Reserve, Ubud. Resort yang masih tergolong muda tersebut, baru saja menyabet penghargaan berdasarkan Traveler’s Choice Award 2017 yang diadakan Trip Advisor sebagai resort terbaik pertama di Asia dan terbaik kedua di dunia setelah Aria, Budapest, Hongaria. Ritz Mandapa dikelilingi hutan, sawah dan tentu saja, Sungai Ayung, yang menyambut hangat para tamunya.

Tak tanggung-tanggung, nuansa pesawahan yang menjadi hal biasa bagi warga Indonesia, menjadi nilai jual yang tinggi dengan dihadirkan menjadi pemandangan langsung dari kamar hotel berbintang ini. Manajemen Ritz Mandapa juga menawarkan sensasi dan pengalaman yoga di pinggir sungai, makan di restoran berbahan bamboo yang didesain menyatu dengan alam, paket dinner dengan menu berbahan lokal.

Kedua, pengelolaan air pada hotel syariah. Riyanto Sofyan (2014) menyatakan, pada dasarnya hotel syariah dan konvensional adalah sama-sama sebuah bisnis yang bergerak di bidang properti yang menyediakan hunian sebagai tempat menginap sementara. Perbedaannya adalah terletak pada cara penyajian dan layanan yang diberikan.

Kekhususan hotel syariah terletak pada empat aspek, pertama, makanan, minuman, dan restoran bersertifikat halal dari MUI. Kedua, ketersediaan alat shalat di setiap kamar, seperti arah kiblat, sajadah, mukena, Al-Quran. Keran untuk memudahkan para tamu untuk shalat pun tersedia di setiap kamar (di bawah shower). Setiap rest room harus menyediakan air yang cukup untuk bersuci, baik untuk buang air kecil maupun besar, bahkan mandi. Hal ini kadang jarang ditemui di hotel konvensional yang hanya menyediakan tisu di toilet. Ketiga, suasana hotel harus kondusif secara Islami, misalnya, mengumandangkan azan lima waktu, tidak boleh ada bar atau pub. Keempat, sangat selektif dalam menerima tamu, di mana tamu yang bukan pasangan suami istri tidak diperbolehkan menginap.

Pada akhirnya, belajar dari cara hotel mengelola air, bisnis yang berwawasan lingkungan dengan salah satu simpul pentingnya konservasi air, kini menjadi nilai tambah tersendiri seiring perkembangan standar bisnis yang etis. Karenanya, kita mengharapkan semakin banyak industri, baik perhotelan maupun non-perhotelan, yang semakin bijak dalam mengelola air sebagaimana sedikit diilustrasikan di atas.

Pengurangan polusi, pengolahan limbah dan penghematan energi, menjadi semakin penting diintegrasikan dalam strategi bisnis. Tidak hanya untuk berkontribusi terhadap bisnis yang berkelanjutan, namun sebagai daya tarik pasar (market attractiveness), khususnya tamu-tamu asing, yang dewasa ini kian peka, sensitif dan mencari produk atau brand yang berwawasan lingkungan.

Inovasi dalam pengelolaan air di industri pariwisata, terutama perhotelan, patut menjadi perhatian bersama. Melalui praktek bijak dan inovatif dalam mengelola air, hotel dengan karakternya yang khas turut berkontribusi pada pencapaian sustainable development goals (SDG’s) untuk menghadirkan air bersih (clean water and sanitation). Di sinilah FSBJ ke-IV memiliki relevansi yang luas dan mendalam, tidak hanya sebagai ruang ekspresi dan apresiasi kepada seni dan seniman, tetapi juga sebagai penghantar pesan kepada industri pariwisata dan semua kalangan supaya bijak dalam mengelola air.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved