Trends

Rethinking Tourism: Persaingan Sehat di Industri Pariwisata Menghadirkan Kesejahteraan

Oleh Editor
Rethinking Tourism: Persaingan Sehat di Industri Pariwisata Menghadirkan Kesejahteraan

Oleh: DEWA GDE SATRYA, Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya

Dewa Gde Satrya

UN World Tourism Organization (UNWTO) menetapkan tema perayaan Hari Pariwisata sedunia 2022 adalah ”Rethinking tourism”. Lebih dari 300 perwakilan negara anggota UNWTO, Menteri Pariwisata negara anggota G20, tamu negara, organisasi internasional, serta stakeholder pariwisata dalam dan luar negeri hadir pada perayaan yang untuk pertama kali dipusatkan di Indonesia (Bali) pada Senin-Rabu (26-28/09).

Momentum hari pariwisata sedunia 2022 sangat penting karena menandai bangkitnya kembali industri pariwisata di Indonesia dan seluruh dunia setelah terpuruk diterpa pandemi. Terkait dengan tema perayaan rethinking tourism, memiliki esensi pada menempatkan manusia dan alam sebagai subyek yang harus diprioritaskan dan diperhitungkan dalam industri pariwisata pasca pandemi. Momentum ini menjadi refleksi atas pengalaman dan kinerja industri pariwisata di Indonesia ketika mengarungi masa-masa sulit pandemi yang lalu, dan menarik hikmah positif yang dapat diterapkan di masa kini dan mendatang.

Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada masa pandemi lalu yang menunjukkan keluhuran pelaku industri pariwisata tampak pada seruan Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kabupaten Badung, Bali, Agung Rai Suryawijaya (Bali Post, 10/04/2020) agar pengusaha pariwisata Bali yang berasal dari luar Bali jangan hit and run. Menurutnya, sudah puluhan tahun pengusaha pariwisata dari luar Bali mengeruk keuntungan dari Bali, kini saat terpuruk dalam sepanjang sejarah kepariwisataan, sebaiknya pengusaha tidak lari dan keluar dari Bali. Pengusaha pariwisata di Bali tercatat turut menyumbang dana, APD, disinfektan, hand sanitizer, dan bentuk bantuan lain untuk pemulihan Bali. Dan yang terpenting, pertama-tama menyelamatkan karyawan masing-masing dengan merumahkan mereka sembari tetap memberikan gaji dengan bervariasi sesuai kemampuan perusahaan. Kerjasama, gotong royong dan saling mendukung selama masa pandemi yang lalu mewujudkan wajah humanisme dalam bisnis pariwisata.

Dalam konteks saat ini, persaingan usaha secara sehat dapat dimaknai sebagai kolaborasi dan sinergi dalam kompetisi. Nilai ini perlu dikedepankan di industri pariwisata dan perhotelan khususnya. Dadan Kushendarman (eks Direktur Debindo Jawa Timur) pernah mengatakan pada suatu kesempatan even, hal penting dalam penyelenggaraan sebuah even pariwisata, dan karakteristik industri pariwisata itu sendiri adalah, sinergi dan kebersamaan antar pelaku wisata untuk menyukseskan bersama percepatan pembangunan pariwisata di daerah masing-masing.

Dalam sebuah even pariwisata daerah misalnya, seluruh stakeholder pariwisata di daerah itu, juga dukungan dari representasi lembaga pusat, diminta ambil bagian sesuai kapasitas kerja masing-masing. Misalnya hotel, memberi diskon besar dan jamuan para buyers. Bandara, maskapai penerbangan, hotel dan restoran menyediakan layanan akomodasi dan transportasi free untuk buyers. Media memberi dukungan publikasi, demikian seterusnya. Persis seperti itulah proses berusaha yang saat ini diperlukan.

Tentang koopetisi (singkatan dari kooperasi dalam kompetisi) dan kolaborasi – dalam bahasa nasional dikenal dengan nilai gotong royong – dalam menghadapi situasi terpuruk dalam industri pariwisata, stakeholder pariwisata Bali berpengalaman pada tahun 2006. Meski situasi tak sama dengan pandemi Covid-19 yang lalu, bahkan lebih parah dibanding pengalaman ketika Bali diserang teror bom. Dengan spirit “Bali Revival Program”, kala itu semua stakeholder pariwisata Bali saling bahu-membahu membangun kembali turisme Bali dari keterpurukan.

Berbagai event berskala besar (internasional) yang bertajuk “Bali Tourism Festival 2006” dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan supaya datang Kembali ke Bali, di antaranya, “Nusa Dua Festival” dan “Bali Sister Island Games” 2006. Acara yang diselenggarakan oleh Bali Tourism Board itu mendapat dukungan penuh dari Gubernur Bali dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Melalui “Bali Revival Program” 2006 dan sinergi selama pandemi Covid-19, kita dapat belajar untuk memulihkan image Indonesia di mata dunia.

Temuan penting dalam penelitian Anshori (2010) yang relevan dengan spirit persaingan usaha secara sehat adalah, hotel yang hanya berorientasi produk tidak akan memperoleh kinerja yang optimal, karena apa yang dilakukan tidak ada bedanya dengan hotel lainnya. Hotel yang memperhatikan tidak hanya orientasi produk, tetapi juga orientasi pasar, intellectual capital, dan orientasi pembelajaran akan dapat menciptakan inovasi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan kinerja hotel tersebut. Artinya, hotel saat ini berupaya all out.

Totalitas bertahan dalam situasi sulit, akan dipermudah bila ada sinergi dan kolaborasi di antara unsur pentahelix, maupun sesama pelaku usaha. Kondusivitas, dan bahkan produktivitas industri pariwisata daerah yang ujung-ujungnya menghadirkan kesejahteraan bagi para pekerja dan pengusaha di sektor pariwisata, serta pemerintah dan masyarakat luas, ditentukan oleh kerjasama dalam persaingan yang sehat antar pelaku usaha. Di sinilah relevansi dan urgensi upaya semesta memikirkan kembali makna dan tujuan pariwisata. Selamat Hari Pariwisata Sedunia 2022.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved