Trends Economic Issues

Akademisi Ingatkan Subsidi Kendaraan Listrik Harus Tepat Sasaran

Akademisi menilai saat ini Indonesia tengah mengalami krisis transportasi umum. Sehingga subsidi kendaraan listrik harus tepat sasaran. (Ilsutrasi Ist)

Rencana pemerintah memberikan subsidi untuk pembeli mobil listrik, mobil listrik hybrid, serta sepeda motor listrik, ditanggapi beragam oleh banyak pihak. Mereka menilai kebijakan yang tengah diformulasikan pemerintah saat ini masih kurang tepat.

Hal tersebut disampaikan oleh akademisi Prodi Teknik Sipil UNIKA Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno. Menurut Djoko, hal tersebut bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang, disesuaikan dengan kebutuhan dan visi transportasi Indonesia ke depan.

Harapan agar masyarakat meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik diperkirakan tak akan terjadi dengan kebijakan subsidi tersebut. Djoko menilai, justru subsidi hanya menambah jumlah kendaraan di jalan dengan kendaraan listrik. Karena itu, kemacetan diperkirakan semakin parah.

“Jika diberikan ke kendaraan umum, macet, polusi dan kecelakaan akan teratasi sekaligus. Subsidi kendaraan listrik semestinya dialokasikan untuk pembelian bus listrik untuk angkutan umum. Hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan, dominasi kendaraan pribadi sekaligus dikurangi,” ujarnya kepada SWA Online (28/12/2022).

Djoko mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis transportasi umum. Sudah banyak transportasi umum yang tidak beroperasi di daerah – daerah Indonesia. Jika masih ada, hanya angkot-angkot sisa yang sudah tidak laik operasi. Sudah tidak melakukan uji laik jalan (kir) dan jika dilakukan sudah dapat dipastikan Dishub setempat tidak akan mengeluarkan surat lolos uji laik jalan.

Hal yang sama juga terjadi dengan angkutan pedesaan. Angkutan pedesaan yang cukup marak sebelum tahun 2000-an, sekarang sudah banyak desa-desa yang tidak memiliki angkutan pedesaan. Dampaknya, para pelajar yang berada di pedesaan menuju sekolahnya beralih menggunakan sepeda motor.

“Memiliki sepeda motor seolah sudah menjadi kebutuhan dasar selain sandang, pangan dan perumahan. Buruknya layanan angkutan umum, menjadikan sepeda motor sebagai alat transportasi yang diandalkan masyarakat dalam aktivitas keseharian,” kata Djoko menguraikan.

Di sisi lain, maraknya penggunaan sepeda motor telah menyebabkan tingginya angka kecelakaan sepeda motor. Data dari Korlantas Polri tahun 2020, angka kecelakaan sepeda motor mencapai 80 persen, angkutan barang 8 persen, bus 6 persen, mobil pribadi 2 persen dan lainnya 4 persen.

“Mengingat kondisi layanan transportasi umum makin menurun dan kondisi geografis yang menyulitkan penyaluran BBM, maka lebih bijak insentif kendaraan listrik diprioritas untuk membenahi transportasi umum, mobilitas di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah kepulauan. Angka inflasi dapat ditekan dengan makin banyak warga menggunakan transportasi umum di perkotaan,” kata Djoko.

Djoko mencontohkan warga di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua sudah menggunakan kendaraan listrik dalam mobilitasnya sejak 2007. Hingga sekarang sudah 4.000 unit kendaraan listrik yang sudah beroperasi. Alasannya, distrik ini kesulitan mendapatkan BBM dan kondisi jaringan jalan yang tidak lebar seperti jalan pada umumnya.

“Lebar jalannya rata-rata 4 meter dan dibangun di atas rawa. Kawasan-kawasan yang sulit distribusi BBM, insentif motor listrik di kawasan ini bisa menjadi solusi yang baik daripada harus mendistribusikan BBM dengan ongkos mahal,” ucap Djoko.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved