Persaingan Ketat, OJK Berharap BPR & BPRS Tingkatkan Daya Saing
Tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin sejumlah Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) akibat bangkrut. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya terkait kondisi bisnis BPR atau BPRS di Tanah Air.
Beberapa BPR yang dicabut izinnya oleh OJK di antaranya BPR Wijaya Kusuma di Madiun, dicabut 4 Januari 2024, BPR Usaha Madani Karya Mulia di Surakarta, dicabut 5 Februari 2024, BPR Pasar Bhakti Sidoarjo di Sidoarjo, dicabut 16 Februari 2024, BPR Purworejo di Purworejo dicabut pada 20 Februari 2024, BPR EDC Cash di Tangerang, dicabut 27 Februari 2024 dan BPR Aceh Utara, dicabut 4 Maret 2024.
Lalu juga ada BPR Sembilan Mutiara di Pasaman dicabut 2 April 2024, BPR Bali Artha ANugrah Denpasar dicabut 4 April 2024, BPRS Saka Dana Mulia Kudus dicabut 19 April 2024, BPR Dananta Kudus dicabut 30 April 2024, dan BPR Bank Jepara Artha dicabut 21 Mei 2024. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2023 sebanyak 4 BPR ditutup.
Meski begitu, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK mengungkapkan bahwa pertumbuhan aset, DPK dan kredit BPR atau BPRS posisi semester I/2024 masih tercatat positif yaitu masing-masing 6,19%, 7,01%, 6,96% secara yoy. Pertumbuhan aset, DPK dan kredit BPR/S ini terjaga seiring dengan perluasan kegiatan usaha sebagaimana amanat UU P2SK yang ditopang dengan pemenuhan modal inti minimum Rp6 miliar sehingga rasio CAR BPR atau BPRS posisi semester I/2024 tercatat 28,11% sehingga memiliki ketahanan permodalan yang memadai, dan akselerasi konsolidasi industri BPR atau BPRS sebagaimana single presence policy pada POJK 7 tahun 2024.
Namun dinamika ekonomi global dan domestik membawa tantangan bagi industri perbankan, tidak terkecuali industri BPR atau BPRS. Adopsi teknologi informasi yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank, termasuk BPR atau BPRS.
“Selain itu, BPR atau BPRS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen UMKM. Untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR atau BPRS diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya,” ujar Dian dalam keterangannya, dilansir swa.co.id di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Untuk mendukung bisnis BPR atau BPRS di Tanah Air, OJK pada 21 Mei 2024 telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR atau BPRS yang didalamnya terdiri dari 4 (empat) pilar utama yaitu Penguatan Struktur dan Daya Saing, Akselerasi Digitalisasi BPR dan BPRS, Penguatan Peran BPR dan BPRS di Wilayahnya serta Penguatan Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan.
Masing-masing pilar tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian inisiatif. Melalui penerapan seluruh inisiatif dalam RP2B 2024-2027, diharapkan dapat mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya. Untuk itu diperlukan komitmen, sinergi, dan kolaborasi antara BPR dan BPRS dengan seluruh pemangku kepentingan.
Industri BPR dan BPRS akan selalu dihadapkan pada tantangan, baik global dan domestik maupun tantangan struktural yang bersumber dari internal BPR dan BPRS. Tantangan persaingan juga perlu diperhatikan terutama bagi BPR atau BPRS yang memiliki daya saing yang rendah.
Oleh karena itu, pilar pertama pada Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR atau BPRS adalah penguatan struktur dan daya saing. Pilar ini yang merupakan penguatan fundamental dalam rangka meningkatkan daya saing BPR dan BPRS yang akan dilakukan melalui penguatan permodalan, akselerasi konsolidasi, penerapan tata kelola dan manajemen risiko, produk dan layanan yang inovatif, serta penguatan integritas.
Pilar kedua adalah akselerasi Digitalisasi BPR atau BPRS sebagai salah satu upaya peningkatan efisiensi, integritas, serta daya saing melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis dan operasional BPR dan BPRS. Kemudian pilar ketiga adalah Penguatan peran BPR dan BPRS terhadap wilayahnya sebagai wujud kontribusi dan peran BPR dan BPRS dalam penyediaan akses keuangan kepada sektor UMK dan masyarakat di wilayah sekitarnya sebagai fokus market BPR dan BPRS.
“Ketiga pilar tersebut merupakan pilar pengembangan dan penguatan bagi industri BPR atau BPRS, yang apabila dilaksanakan sesuai dengan serangkaian inisiatif pada roadmap tersebut, diharapkan dapat memberikan peningkatan ketahanan dan daya saing bagi industri BPR atau BPRS untuk menghadapi tantangan bisnis,” ucapnya. (*)