Sunadi: Menyulam Visi, Menanam Kepercayaan
Di dunia bisnis yang bergerak tanpa henti, di mana perubahan datang seperti gelombang yang tak bisa dihentikan, kepemimpinan bukan lagi sekadar soal strategi. Ia adalah tentang membaca arah angin, mengolah ketidakpastian menjadi peluang, dan membawa sebuah organisasi melewati batas-batas yang pernah dianggap mustahil.

Sunadi, Presiden Direktur Allianz Utama Indonesia, memahami betul bagaimana menavigasi dunia yang serba dinamis ini. Ia berdiri di tengah industri yang vital bagi perlindungan finansial masyarakat, namun masih terkekang oleh angka penetrasi industri yang rendah — hanya 2,8% pada tahun 2024 menurut OJK.
Sebagian orang melihat ini sebagai jalan terjal yang sulit ditembus. Tetapi bagi Sunadi, justru di sanalah peluang besar terhampar luas. Baginya, asuransi tidak boleh menjadi sesuatu yang asing, sesuatu yang hanya dipahami oleh segelintir orang, atau sekadar angka di dalam laporan keuangan. Asuransi, seperti halnya kepercayaan, harus bisa dirasakan, harus bisa mengalir dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya, sejak menakhodai Allianz Utama, lelaki berlatar belakang akuntan ini bertekad untuk menjadikannya lebih inklusif, lebih dekat, dan lebih berarti bagi masyarakat.
Digitalisasi adalah jalur yang dipilihnya untuk meretas jalan itu. Tapi bagi Sunadi, digitalisasi bukan hanya tentang membangun aplikasi atau menambahkan kanal daring. Ia adalah cara berpikir, cara melihat dunia dengan perspektif yang lebih luas. Ia ingin Allianz Utama hadir bukan hanya dalam polis dan premi, tetapi dalam genggaman tangan, dalam setiap keputusan kecil yang diambil oleh para nasabah. Proteksi finansial, menurutnya, seharusnya tidak rumit dan tidak menimbulkan kebingungan. Ia harus menjadi sesuatu yang instingtif, setara dengan kebutuhan primer yang lain.
Namun, transformasi seperti ini tidak bisa terjadi tanpa fondasi kepercayaan yang kokoh. Dalam The 4 Essential Roles of Leadership (4ERL) yang dikembangkan Franklin-Covey, hal pertama yang harus dilakukan seorang pemimpin adalah membangun kepercayaan, trust.
Sunadi menyadari sepenuhnya bahwa tanpa kepercayaan, tidak ada perubahan yang bisa terjadi. Ia bukan pemimpin yang berdiri di atas podium dan memberi instruksi dari jauh. Ia merasa dirinya harus hadir, mendengar, berbicara dengan timnya, dan lebih dari itu — memahami mereka. Caranya?
“Saya selalu memberikan ruang bagi tim untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas hasil yang mereka capai. Dengan memberikan kepercayaan kepada karyawan, kita dapat menciptakan budaya kerja yang lebih dinamis dan proaktif serta membuat mereka berani untuk mengambil inisiatif dan berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan perusahaan,” jelasnya.

Kepercayaan yang ia bangun tidak hanya ditujukan untuk timnya, tetapi juga kepada para nasabah. Ia memahami bahwa di balik setiap polis, ada harapan. Ada keluarga yang ingin merasa aman, ada individu yang ingin melindungi masa depannya.
Filosofi ini terangkum dalam purpose "We Secure Your Future" yang bukan sekadar janji, tetapi komitmen yang nyata. Allianz Utama bukan hanya sekadar perusahaan asuransi, melainkan penjaga ketenangan hati bagi mereka yang mempercayakan proteksi barang berharga dalam hidupnya.
Namun, kepemimpinan bukan hanya soal membangun kepercayaan, tetapi juga menciptakan visi — pilar kedua dalam 4ERL. Sunadi percaya bahwa tanpa arah yang jelas, perusahaan bisa saja bergerak, tetapi tanpa tujuan. Maka, ia memastikan bahwa setiap orang di Allianz Utama memahami ke mana mereka berjalan. Visi bukan sekadar kata-kata dalam presentasi bisnis, melainkan cahaya yang menuntun setiap langkah.
"Saya percaya bahwa visi perusahaan harus tercermin dalam budaya kerja, sehingga setiap karyawan tidak hanya bekerja untuk mencapai target bisnis, tetapi juga merasa terlibat dalam perjalanan transformasi Allianz Utama," ujarnya tegas.
Karena keyakinannya itu, maka baginya, membangun visi bukan hanya tentang menetapkan target, tetapi juga menghubungkan setiap individu dalam organisasi dengan makna di balik pekerjaannya. Allianz Utama bukan hanya tentang premi dan klaim, melainkan tentang membangun masa depan. Dengan cara ini, setiap orang dalam timnya bukan hanya merasa bekerja, tetapi berkontribusi terhadap sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Kemudian, Sunadi yang telah berkarier di industri selama lebih dari dua dekade, juga memahami bahwa visi yang kuat saja tidak cukup tanpa eksekusi yang disiplin — yang notabene menjadi pilar ketiga dalam 4ERL. Banyak perusahaan memiliki mimpi besar, tetapi gagal dalam menjalankannya. Oleh karena itu, ia memastikan bahwa setiap langkah strategis yang diambil Allianz Utama harus didukung oleh data, analisis yang matang, serta pemahaman mendalam tentang perilaku nasabah.
Ia menanamkan pola pikir fleksibilitas dalam organisasinya. Pasar berubah, regulasi berkembang, dan kebutuhan pelanggan bergerak dengan cepat. Maka, strategi yang diterapkan pun harus memiliki kelenturan — mampu beradaptasi tanpa kehilangan arah. Baginya, eksekusi bukan hanya tentang mengikuti rencana, tetapi juga tentang merespons perubahan dengan ketajaman naluri.
Dan lebih dari itu, seorang pemimpin bukan hanya eksekutor strategi, tetapi juga pembimbing — pilar terakhir dalam 4ERL, yaitu coaching potential. Sunadi percaya bahwa keberlanjutan Allianz Utama tidak hanya terletak pada inovasi teknologi atau pertumbuhan finansial, tetapi juga pada bagaimana orang-orang di dalamnya terus berkembang.
Ia tidak ingin timnya sekadar bekerja. Ia ingin mereka belajar, bertumbuh, menemukan potensi terbaik dalam dirinya. Ia memberi ruang bagi mereka untuk bereksperimen, mencoba pendekatan baru, bahkan untuk gagal. Karena ia tahu, dalam setiap kegagalan, ada pelajaran yang lebih berharga daripada kesuksesan yang datang terlalu mudah.
“Budaya inovasi dapat terbentuk apabila para pemimpin dalam tim membuka kesempatan tersebut dalam tim-tim kerja mereka. Untuk itu, saya mengutamakan keteladanan dalam menerapkan keterbukaan, termasuk menerima feedback baik negatif maupun positif dari semua stakeholders," ucapnya penuh arti.
Bahkan dalam urusan coaching potential, Sunadi mengaku dirinya sendiri masih terus belajar. Selain menjadi mentor untuk orang lain, dia sendiri punya mentor sebagai tempat untuk bertukar pikiran.“Saya punya lebih dari lima orang mentor,” dia mengatakan dengan mata berbinar.
Di luar pilar-pilar kepemimpinan yang dijalankannya, lelaki berkacamata ini mengakui industri yang digelutinya makin dinamis dari waktu ke waktu. Namun, di tengah dunia bisnis yang penuh dengan persaingan, dia tidak melihat kompetisi sebagai ancaman, tetapi sebagai pemicu untuk menjadi lebih baik. Ia tahu bahwa Allianz Utama tidak bisa bertahan hanya dengan mengikuti arus. Perusahaan ini harus menjadi pemimpin — mengambil inisiatif, menciptakan tren, dan membangun hubungan jangka panjang dengan nasabah.
Dan pada akhirnya, kesuksesan bukan hanya tentang angka-angka dalam laporan tahunan. Itu adalah tentang dampak yang diberikan kepada kehidupan banyak orang. Sunadi berterus terang ingin Allianz Utama menjadi lebih dari sekadar entitas bisnis. Ia ingin perusahaan ini menjadi simbol perlindungan, sebuah tempat di mana setiap orang merasa aman dan masa depan mereka terjaga.
Di balik semua inovasi, strategi, dan transformasi yang ia jalankan, ada satu hal yang tetap menjadi pegangan utama: kepemimpinan adalah tentang manusia. Menurutnya, produk terbaik, teknologi paling mutakhir, atau strategi bisnis yang paling canggih pun tak akan berarti tanpa orang-orang yang bekerja dengan hati, dengan keyakinan, dengan rasa memiliki.
Dengan kata lain, Sunadi ingin memastikan bahwa Allianz Utama bukan hanya perusahaan asuransi, tetapi juga rumah bagi para inovator, pelopor, dan penjaga ketenangan masa depan. (*)