Management Strategy

Kadin: Setiap Kebijakan Harus Business Friendly

Oleh Admin
Kadin: Setiap Kebijakan Harus Business Friendly

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dipandang belum dirasakan secara merata oleh masyarakat. Kadin Indonesia pun prihatin akan hal itu. Haryadi B Sukamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik, mengatakan, pihaknya tengah mendorong upaya-upaya untuk memecahkan masalah publik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pemerataan.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 6,4 persen di tahun 2013, namun sasaran pertumbuhan yang tinggi belum menjadi jaminan adanya pemerataan. Hal ini harus menjadi perhatian bersama baik pemerintah maupun dunia usaha,” terang Haryadi.

Kadin Indonesia mencatat ada beberapa masalah yang harus dipecahkan untuk mencapai pertumbuhan yang disertai dengan pemerataan di tengah momentum positif perekonomian Indonesia sekarang ini. Dalam kebijakan fiskal, masalah yang ada yakni masih besarnya beban subsidi energi dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diproyeksikan mencapai Rp 300 triliun selama tahun 2013. “Kami khawatir beban subsidi energi yang tinggi dapat merusak struktur APBN, menjadi tidak sehat dan justru konsumtif. Di sisi lain infrastruktur kita belum mampu mengimbangi tingginya pertumbuhan,” ucap dia.

Selain itu, kata Haryadi, realisasi belanja modal pada anggaran kementerian ataupun lembaga masih rendah. Penyebabnya, menurut dia, karena kementerian tidak mampu membelanjakan anggarannya secara optimal. “Selain kualitas, penyerapannya yang kurang baik karena seringkali menumpuk di akhir tahun,” ungkapnya. Kondisi ini lantas dapat menghambat percepatan pertumbuhan ekonomi.

“Dalam hal ini, kami harapkan pemerintah dapat segera memperbaiki sistem manajemen anggran dan memotong rantai birokrasi yang tidak perlu agar proses lebih efektif dan efisien,” lanjutnya sebagai solusi.

Sementara itu, permasalahan dalam kebijakan moneter, antara lain, tingginya biaya pengendalian laju inflasi tahun lalu yang mencapai 4,3%. Hal ini karena, dari sisi bank sentral, “diuntungkan” oleh pelemahan kurs rupiah yang tajam terhadap US dolar sehingga membantu potensi sumbangan inflasi dari sisi impor. Menurut Kadin, jika Bank Indonesia (BI) ingin mendorong penguatan kurs rupiah melalui intervensi, maka permintaan barang impor akan semakin membesar, sementara ekspor tertekan. “Tapi bank sentral terkesan masih membiarkan kurs rupiah melemah untuk menahan laju impor,” imbuh Haryadi.

Terkait pengendalian inflasi, Kadin mengharapkan agar inflasi dapat terkendali di bawah 5% untuk tahun 2013. Dengan inflasi yang rendah, kata dia, secara makroekonomi akan memberikan manfaat dan keuntungan lebih besar lantaran sektor perbankan dan dunia usaha akan dapat bergerak lebih cepat.

Permasalahan lainnya dalam kebijakan moneter adalah terkait tingkat bunga pinjaman bank yang masih relatif tinggi sehingga menyulitkan pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Adanya penurunan suku bunga acuan (BI rate) diharapkan menjadi momentum bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya sehingga menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain fiskal dan moneter, Kadin juga menyoroti kebijakan perpajakan, kepabeanan, dan cukai yang dinilai masih menjadi salah satu penghambat dalam investasi dan perdagangan. Haryadi mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perlu adanya suasana perpajakan yang business friendly, termasuk membangun kepercayaan. Sistem pelayanan perpajakan, terutama yang berhubungan dengan masalah sengketa perpajakan, harus segera dibenahi.

Baru-baru ini, Kadin berpandangan, banyak aturan pajak yang bersifat otoriter dan merugikan wajib pajak. Setahun setelah masa berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, serta PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ternyata menuai protes. Kadin menilai kedua aturan tersebut merugikan wajib pajak lantaran menimbulkan banyak persepsi. Karena itu, Kadin berharap pemerintah bisa merevisi aturan itu.

Sama halnya dalam perpajakan, pengusaha juga mengeluhkan banyaknya peraturan pabean yang tiba-tiba diterbitkan dan menyebabkan kesulitan bagi para pengusaha misalnya peraturan harmonisasi tarif pada tahun 2010 dan peraturan Kawasan Berikat pada tahun 2011. Kedua peraturan tersebut akhirnya mengalami perubahan karena adanya keberatan dari pengusaha.

“Kemitraan antara pengusaha dan instansi pabean harus ditingkatkan demi kelancaran arus barang dan menurunkan biaya logistik yang masih tinggi,” sebut Haryadi.

Intinya, dalam menetapkan suatu kebijakan publik, Kadin berharap agar pemerintah dapat lebih memperhatikan sinkronisasi dalam implementasi peraturan yang satu dengan yang lainnya agar tidak tumpang tindih dan tak ada perbedaan penafsiran atas suatu peraturan di antara aparatur pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved