Editor's Choice

Sanindo Putra Berhasil Tembus Australia dan Jepang

Oleh Admin
Sanindo Putra Berhasil Tembus Australia dan Jepang

Produk tepung iles-iles buatan CV Sanindo Putra berhasil menembus pasar-pasar besar, seperti Australia, Amerika, dan Jepang. Capaian itu bukan tiba-tiba tentunya. Ada proses yang harus dijalani perusahaan untuk meyakinkan para buyers di negara-negara itu.

“Kami ini perusahaan manufaktur penepungan tepung iles-iles atau konyaku powder. Nama latinnya adalah amorphopallus oncophylus,” terang Dhian Rahadian, Direktur CV Sanindo Putra, di mana perusahaannya adalah salah satu penerima penghargaan Primaniyarta 2013 di kategori eksportir potensi unggulan ekspor. Penghargaan itu diberikan di acara pembukaan Trade Expo Indonesia 2013, di JIExpo, Kemayoran, Rabu (16/10/2013) lalu.

sanindo putra

Dia mengatakan, bahan baku untuk pembuatan tepung didapat dari pohon jenis talas-talasan. Habitat pohon itu tumbuh di bawah pohon pelindung.

Bahan baku produksi dari mana, berapa banyak yang inti dan plasma?

Sekarang ini yang sudah berjalan, misalnya di Jawa Barat, sudah sampai generasi kedua. Jadi, hubungan kami sudah lama sekali, dimulai dari ayah saya, terus mereka jadi pemasok, sekarang anaknya mereka yang melanjutkan. Kami pun sudah generasi kedua. Kalau dinamakan inti mungkin seperti itu. Jadi, yang sudah kami bimbing lama, lalu mereka menelurkan hal-hal tersebut ke yang lain. Pola inti rakyatnya di sini tidak seperti perkebunan. Jadi, kami lebih banyak membimbing masyarakat.

Apa strategi perusahaan dalam mengembangkan bisnis?

Pertama, kunci kami adalah menjalin hubungan baik dengan pemasok maupun buyer, supaya terjadi kontinuitas. Kemudian juga produk harus kami jaga kualitasnya supaya buyer puas.

Ke depan, on time delivery ini penting sekali karena khususnya untuk pasar yang ke Australia, kami ada penilaian mengenai ketepatan waktu. Kalau tidak tepat waktu, akan mengurangi pemesanan untuk tahun berikutnya. Kalau kontinuitas, sudah jelas, bahwa dari tahun ke tahun, alhamdullilah yang pesan selalu bertambah.

Bagaimana proses penjualan produk?

Produk yang dijual ke Australia berupa tepung. Khusus ke Jepang ada dua pasar sekarang yang dimasuki, yang berupa chip atau keripik, dan ada juga yang diolah seperti powder. Tapi harus melalui oven atau nggak boleh dijemur matahari. Sementara untuk yang ke Australia dengan Amerika itu masih bisa menggunakan matahari. Jadi, kalau kami itu memasok produk setengah jadi.

Awalnya, kalau ekspor ke Australia, kami kirim sampel dulu, kalau mereka terima baru boleh berangkat. Akhirnya, mereka kirim beberapa peralatan pengetes. Dan, kami dilatih oleh mereka selama satu bulan. Ini sudah generasi keempat. Sekarang, kami berhak mengeluarkan sertifikat analisa sendiri. Tapi dengan catatan, kalau di sertifikat analisa itu hasilnya misalnya A, mereka cek di sana juga harus sama.

Jadi, bentuk produk yang banyak dijual?

Bentuk tepung tentu yang banyak, karena yang chip ini lagi dijajaki, di mana ada salah satu buyer kami yang memang punya pemrosesan tepung di sana, tapi karena iklim di sana itu empat musim hanya dua bulan saja operasional di Jepang itu. Sehingga mesin mereka seolah-olah kekurangan bahan baku maka dari itu sekarang ini mereka juga minta berupa chip. Sebenarnya, kami lebih senang kalau ordernya itu berupa tepung.

Produk yang dijual itu kebanyakan untuk apa?

Kalau ke Australia sama Amerika itu, produk kami digunakan sebagai campuran untuk makanan hewan. Kalau di supermarket itu menemukan makanan hewan, seperti Pedigree dan Whiskas, makanan kucing dengan anjing tapi yang di kaleng, bukan yang kering. Nah, itu campurannya ada dari produk kami, ya sekian persennya. Mereka kan tidak terbuka untuk urusan resepnya.

Sedangkan, yang diekspor ke Jepang itu untuk makanan sehat buat manusia. Karena produk mempunyai serat dan karbohidrat yang tinggi.

Apa kendala ekspor Anda?

Pertama, UKM seperti kami tentu kendala ada di permodalan. Kami mau membesarkan pertaniannya saja, kami kan butuh inti dan plasma ini. Kami ke bank kadang-kadang, mohon maaf, dipandang sebelah mata, mungkin dianggap tidak punya prospek atau apa. Baru-baru ini saja, tadinya kami nggak dilihat sama sekali.

Dodi Suwanda, selaku GM Sanindo Putra: Sebetulnya ekspor kami itu stagnan pada tahun-tahun itu karena ada berbagai kendala juga. Misalnya, di tahun 2012, ada kendala di cuaca. Itu sangat pengaruh sekali pada produksi. Dan, kami juga pernah salah prediksi. Jadi, ada di suatu tempat, yang dia menghasilkan beberapa ratus ton, ternyata karena ada kendala cuaca, gagal panen. Tapi, tahun ini kami bisa naik sekitar 30 persen. Biasanya kendala di bahan baku, bukan dari pembeli. Kalau market itu, berapapun mereka. Kayak setahun ini saja, Australia minta 300 ton.

Dhian: Kalau persiapan ekspor, standar saja. Hanya bedanya, kalau yang Australia itu kami diminta dua hari disucihamakannya, karena mereka memang negara yang paranoid terhadap hama. Kalau ke Jepang cukup 1 x 24 jam disucihamakan.

Sedangkan, kesulitan pemasaran ke Amerika, negara ini paranoid terhadap teroris. Salah satunya, untuk produk-produk ekspor itu ada bio-terrorism act namanya. Untuk ekspor ke sana, itu harus menunjuk keagenan. Salah satunya harus seperti itu. Satu sisi kami ingin masuk ke pasar Amerika, di sisi lain ada persyaratan yang harus dipenuhi. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved