Column zkumparan

Saatnya Pemilu Online

Oleh Editor
Saatnya Pemilu Online
E-voting di Amerika Serikat (foto wired.com)

Carut marut pelaksanaan pemilu di negara kita perlu segera di evaluasi & dibenahi. Jangan biarkan lebih banyak lagi terjadi kesalahan entry data, rusaknya kotak/surat suara & korban yang meninggal dunia di pemilu 2024 yang akan datang.

Pemilu Online bisa menjadi alternatif solusinya. Di era digital ini, teknologi bisa menjadi solusi setiap permasalahan dng memanfaatkan internet, pemungutan suara online dapat meningkatkan partisipasi pemilih dan membantu memulihkan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan dan demokrasi. Cara ini lebih aman daripada manual dengan mencoblos di TPS dalam banyak hal karena suara elektronik (e-voters) pindah ke server pusat dalam keadaan terenkripsi, yang dapat diperiksa dan diedit hanya oleh warga negara yg bersangkutan. Dengan teknologi digital yang kita sebut Blockchain “tidak ada seorang pun – hacker/peretas – administrator sistem, dan bahkan pemerintah sendiri – dapat memanipulasi data dan mencurinya”.

Mencoblos di TPS adalah cara paling umum dipakai oleh negara-negara didunia ini dlm pelaksanaan pemilu. Hampir di setiap negara, tempat pemungutan suara telah ditentukan berdasarkan jumlah pemilih, di Indonesia sendiri memiliki 810.329 TPS tahun 2019 ini yang tersebar di seluruh pelosok tanah air dng beragam permasalahan yg muncul, dari distribusi kotak suara, logistik, kekurangan tenaga, lokasi susah diakses, formulir salah kirim atau tidak lengkap, hingga pemilih harus antri berjam-jam.

Cara seperti ini berpotensi menurunkan jumlah pemilih, menaikkan jumlah yg golput dan merusak kepercayaan masyarakat dalam proses pemilihan. Dalam pemilu 2014, hanya 55,4 persen pemilih yang memenuhi syarat yang benar-benar memilih – salah satu dari jumlah pemilih terendah dalam dua dekade. Pada tahun yang sama, hanya 29 persen orang Indonesia yang sangat yakin bahwa surat suara yang diberikan secara nasional akan dihitung sebagaimana dimaksud, dan hanya dua pertiga orang Indonesia sangat yakin bahwa surat suara mereka sendiri akan dihitung sebagaimana dimaksud.

Demokrasi kita tergantung pada penanganan kerentanan ini. Semakin banyak pemilih yang memenuhi syarat berpartisipasi dalam pemilihan dengan proses yang transparan, semakin jujur & adil hasilnya. Bagaimana caranya? ada solusi sederhana untuk masalah ini, jika warga diijinkan untuk memilih secara online menggunakan smartphone atau komputer di rumah mereka masing-masing.

Pemilu online memang tidak bisa menyelesaikan segala galanya. Kampanye hitam melalui sosial media seperti tweet palsu, halaman Facebook palsu, akun instagram palsu dan hoax tetap akan ada yang menimbulkan banyak kontroversi. Namun, jika diterapkan fitur social media monitoring yang tepat, maka pemungutan suara online dapat mengurangi pelanggaran pemilu, tingkat kepercayaan pemilih akan naik dengan pilihannya, menghindari provokasi di TPS, dan mempercepat proses pemilihan dan penghitungan suara.

Sampai sekarang, teknologi informasi (IT KPU) yang canggih & menghabiskan dana milyaran rupiah telah gagal memenuhi harapan masyarakat. Pemungutan suara masih dilakukan secara manual (offline) terbukti memunculkan banyak masalah dari kesalahan hitung di TPS, kesalahan entry data di KPU, human error, pemilu ulang, hingga hilangnya suara. Sistem IT KPU tidak lain hanya sebuah sistem otomatisasi database yang rentan di manipulasi, di retas dan yg jelas tidak transparan.

Kelemahan utama dari sistem pemungutan suara dengan otomatisasi database ini yang tengah diterapkan KPU adalah ketidakmampuan untuk memecahkan apa yang disebut “manipulasi angka”. Ketika kami memasukkan data rekapitulasi, kami sebenarnya mengirim salinan C1 Plano itu; yang asli tetap masih tersimpan. Kemungkinan bahwa seorang kandidat diuntungkan dapat terjadi sama rapuhnya dengan sistem manual.

Ada kabar baik untuk menyelesaikan smua permasalahan tersebut adalah dengan membangun sistem pemungutan suara online yang bisa diterapkan, dapat diskalakan, dan inklusif, yaitu dengan memanfaatkan teknologi digital yang baru yang disebut blockchain. Blockchain adalah jaringan peer-to-peer untuk bertukar sesuatu yang bernilai, dari saham, uang, kekayaan intelektual, dan yang pasti juga pemungutan suara. Dalam sistem berbasis blockchain, kepercayaan publik terhadap proses pemungutan suara dicapai bukan dengan keyakinan pada satu lembaga tunggal, tetapi melalui kriptografi, kode, dan kolaborasi di antara warga negara, lembaga pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Secara tradisional dalam pemilihan, kepercayaan terkonsentrasi di tangan lembaga negara KPU dan Panwaslu dan kementrian dalam negeri, yang rentan terhadap peretasan, kecurangan, atau kesalahan manusia. Pada blockchain, jaringan komputer yang terdistribusi berfungsi untuk memverifikasi transaksi, dengan batch yang dipesan dan dicatat dalam blok. Setiap blok dihubungkan secara kriptografis ke blok sebelumnya, membentuk rantai aman atau buku besar yang dapat dilihat oleh siapa pun dalam jaringan tetapi tidak ada satu entitas pun yang dapat meretas atau memanipulasi.

Seorang warga negara yang ingin memberikan suara yang sama dua kali akan perlu mengambil alih komando 51% dari komputer di jaringan secara bersamaan dan menulis ulang seluruh sejarah setiap suara atau memilih pada blockchain dalam jangka waktu yang singkat, dimana hal tersebut sangat sulit dilakukan. Karena jaringan tersebar luas, data ter distribusi secara merata dipelosok negeri secara digital & online, tidak ada yang bisa mematikannya alias imun dan jika terjadi disaster data pemilih beserta hasil coblosannya masih aman tersimpan secara ter distribusi bukan terpusat seperti sekarang. Dengan demikian, blockchain mencegah hasil pencoblosan suara ganda, memungkinkan kita menjalankan transaksi online yang aman dan terpercaya dalam pemungutan suara.

Dalam pemilu yang dijalankan dengan blockchain, warga menggunakan e-ktp (Digital ID) untuk membuktikan bahwa warga tersebut punya hak untuk memilih. Setiap e-KTP memiliki ID unik untuk setiap orang, diamankan secara kriptografis dengan kunci pribadi (kata sandi unik) pada perangkat orang tersebut (Mobile ID) dan terdiri dari beberapa data seperti nama, tempat tanggal lahir, alamat tempat tinggal, npwp dan no rekening bank, data biometrik, dan pendaftaran pemilih. Warga membuka aplikasi pemilu dengan cap jempol atau scan retina dan kemudian memberikan suara mereka dengan kunci pribadi (password) mereka, jika lupa password bisa juga login mengunakan no HP yang terdaftar. Semakin banyak data yang digunakan untuk membuat e-ktp, semakin sulit identitas untuk di duplikasi mauoun di hack. Cara ini sangat handal, menghilangkan pemilih palsu maupun ganda.

Sebagai warga negara, kita dapat memercayai hasil dari sistem pemungutan suara seperti itu: pemilih dapat memeriksa langsung ke dlm sistem blockchain untuk memverifikasi bahwa suara mereka telah dihitung dengan benar, para kandidat dapat mempercayai penghitungan suara dan pejabat pemilu dapat memverifikasi dan mengaudit hasilnya. Karena sistem terdesentralisasi, tidak ada orang /lembaga pemerintah bahkan peretas yang dapat mengubah hasil tanpa diketahui.

Peretas masih dapat mencoba untuk mencuri suara – tetapi mereka harus melakukannya satu pemilih pada satu waktu, karena tidak ada database terpusat untuk diretas – dan mereka tidak dapat menyusun kembali suara-suara itu tanpa ID pemilih. Dan, karena rantai keamanan yang jelas, warga dapat membuktikan bahwa token pemilihan mereka telah dicuri.

Pemungutan suara online dengan teknologi Blockchain sangat menghargai privasi pemilih dan meningkatkan transparansi untuk sistem secara keseluruhan. Sistem pemungutan suara akan lebih murah, lebih efisien, dan lebih mudah diakses, menutup peluang untuk pemaksaan, kecurangan, atau tuduhan pemalsuan suara.

Beberapa perusahaan baru seperti Follow My Vote dan Voatz sedang mengembangkan solusi berbasis blockchain untuk pemilihan online. Di Blockchain Research Institute, kami mempelajari Votem yang berbasis di Cleveland. Kliennya, Hall of Fame Rock & Roll dan Hall of Fame Radio Nasional, berhasil menerapkan aplikasi pemungutan suara Votem dalam memilih orang yang dilantik. Votem mengautentikasi identitas setiap pemilih, memberikan rantai keamanan, dan membuktikan dirinya cepat, aman, dapat diaudit, dan nyaman.

Pemilu online bukan tanpa tantangan: Standar teknis harus konsisten diterapkan di setiap daerah pemilihan, dan perangkat lunak dan perangkat keras perlu diaudit secara teratur. Di awal pemungutan suara berbasis blockchain biasanya banyak peminat karna rasa penasaran ingin mencoba sesuatu yang baru, oleh karena itu KPU perlu menguji solusi di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi sebelum peluncuran nasional.

Virginia Barat telah membangun aplikasi pemungutan suara mobile sangat bermanfaat buat warga negara yang sedang berada di luar kota atau jauh dari tempat domisili dan TPS. Warga Virgin Barat yang bertugas di militer contohnya bisa memberikan suara mereka melalui aplikasi berbasis blockchain di ponsel masing-masing. Ini membuat pemungutan suara jauh lebih mudah, meningkatkan kepercayaan yang dimiliki pemilih dalam keamanan proses, dan mengurangi jumlah surat suara yang ditolak.

Banyak alasan untuk meragukan, atau langsung menentang cara pemilu online ini, cara baru biasanya menimbulkan polemik di DPR yang membutuhkan kajian lebih mendalam. Tetapi dengan manfaat dari pemungutan suara online berbasis blockchain yang sangat jelas, warga negara harus memperjuangkan hal ini bahwa kepentingan pemilih didahulukan haknya.

Oleh: Bari Arijono, Chairman IBEF (Indonesia Blockchain Economic Forum)

Penulis adalah Founder e-Indonesia.id, e-warung.id dan e-koperasi.id yang saat ini aktif berkolaborasi dng perusahaan teknologi digital & blockchain kelas dunia yang bermarkas di Malta, Canada & Amerika. Bari juga dikenal sbg Founder & CEO Digital Enterprise Indonesia, perusahaan konsultan transformasi digital, penyedia Digital Training Center dan fokus di teknologi digital untuk banyak industri. Sudah banyak diundang menjadi narasumber Ekonomi Digital, Fintech daan Blockchain.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved