Trends Economic Issues zkumparan

Asosiasi UMKM: Stimulus untuk UMKM Tidak Terasa

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 2,3%, dan skenario terburuknya minus hingga 0,4%.

Menkeu Sri Mulyani juga menyebut, terdapat empat sektor yang paling tertekan akibat wabah virus corona atau Covid-19 ini, yaitu rumah tangga, UMKM, korporasi, dan sektor keuangan. Sektor rumah tangga akan mengalami tekanan dari sisi konsumsi, karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli pun menurun. Sektor ini juga terancam kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Sektor lain yang paling terdampak adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mengalami tekanan akibat tidak dapat melakukan kegiatan usaha. Akibatnya kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Non Performing Loan (NPL) kredit perbankan untuk UMKM dapat meningkat secara signifikan sehingga berpotensi semakin memperburuk kondisi perekonomian.

Menurut Sri Mulyani, kemampuan UMKM ketika terjadi krisis pada 1997 hingga 1998 sangat berbeda dengan sekarang. Sebab, saat itu sektor ini masih mampu bertahan untuk menghadapi kondisi tersebut. “Tahun 1997 sampai 1998 UMKM justru masih resilient, tapi dalam Covid-19 ini justru terpukul paling depan karena tidak ada kegiatan masyarakat,” katanya.

Hal ini diamini oleh Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun. Ia mengatakan, merebaknya wabah corona saat ini membuat kondisi UMKM semakin terpuruk. Kebijakan physical distancing dan bekerja dari rumah turut menambah lesunya perputaran ekonomi bagi kelas UMKM, apalagi kata dia, basis pendapatan UMKM itu daily atau pendapatan setiap hari.

“Sebelum ada wabah corona, 64% kontribusi PDB disumbang dari UMKM. Artinya, ketika UMKM berjalan maka semua produk yang mengikutinya juga berjalan. Ketika produk kuliner bergerak, pasar juga pasti bergerak, orang membeli di pasar, ada transportasi berjalan, ada petani yang mendapatkan efeknya. Saat ini rantai tersebut terputus, makannya hancur lebur,” ujar Ikhsan pada SWAOnline.

Ia juga menyatakan, saat ini semua sektor UMKM sudah terkena dampak. Kecuali UMKM yang bergerak di sektor kesehatan serta bahan makanan dan minuman, yang sifatnya masih berlangsung dengan online. “Itu juga tidak seberapa, karena tidak semua UMKM bisa bekerja secara online,” tuturnya.

Adanya biaya operasional yang harus ditanggung menjadi salah satu penyebab tidak semua UMKM dapat berjualan online. Apalagi kata Ikhsan, saat ini masyarakat sedang menahan untuk membeli produk yang bisa ditunda. Mereka lebih memprioritaskan membeli kebutuhan pokok rumah tangga. “Tingkat daya beli masyarakat saat ini jauh menurun, mereka sudah tidak punya uang lagi untuk jajan di luar rumah, yang ada hanya untuk membeli keperluan rumah tangga,” jelas Ikhsan.

Berbagai stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah untuk UMKM pun dinilai tidak cukup. Sebab yang dibutuhkan para pelaku yakni iklim usaha sehat serta kondusif. Misalnya, kata dia, soal stimulus untuk kredit dari industri keuangan bank dan non-bank ke pelaku UMKM yang memiliki nilai kredit di bawah Rp 10 miliar.

“Bersyukur sudah ada relaksasi tersebut dan ini menggembirakan, tetapi dalam penerapan teknisnya belum jelas. Sebab saat ini masih ada leasing yang tidak mau dengar, mereka tetap saja bekerja seperti biasa,” ujarnya.

Kedua, Ikhsan juga mempertanyakan stimulus penangguhan pembayaran listrik. Ia menyebut, stimulus membebaskan tagihan listrik 450 VA dan potongan 50% untuk pengguna 900 VA yang telah diberikan, hanya menyasar usaha-usaha mikro dan sangat mikro. Sementara untuk usaha kecil dan menengah dirasa belum cukup. “Wabah ini kan berdampak pada semuanya, tidak hanya usaha mikro,” tutur dia.

Oleh sebab itu, menurut Ikhsan, pemerintah perlu memberikan kejelasan dan kepastian akan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan. Selain itu, sosialisasi daripada relaksasi juga sangat dibutuhkan. Ia menghimbau pemerintah untuk tegas dalam mengeluarkan aturan, jangan suatu peraturan itu seperti tumpang tindih.

“Pendapatan UMKM merupakan pendapatan harian, di mana dari situlah akan membayar listrik, gaji pegawai, modal kerja, dan utang-utang. Dengan tidak adanya pendapatan harian ini maka menjadi beban bagi UMKM, mulai dari listrik, air, hutang leasing kendaraan, dan karyawan. Keempat pokok ini jika bisa di-cover atau dimudahkan oleh pemerintah, bagi kami ini akan menjadi pengobat luka,” tegasnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved