Management Editor's Choice Strategy

Survei Employee Engagement Index: Bank CIMB Niaga Berada di Level Atas

Survei Employee Engagement Index: Bank CIMB Niaga Berada di Level Atas

Bank CIMB Niaga rutin menggelar survei Employee Engagement Index kepada karyawannya untuk mengetahui tiga isu utama yang perlu diperbaiki manajemen dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan, sehingga mereka bisa engage dan enable. Selain survei Employee Engagement Index, Bank CIMB Niaga juga kerap menyelenggarakan survei Internal Customer Satisfaction Index (ICSI), untuk mengukur bagaimana tingkat kepuasaan pelanggan di internal. Karena ada keterkaitan antara departemen yang satu dan lainnya. Apa saja yang dilakukan Bank CIMB Niaga dalam pengelolaan SDM-nya, diungkapkan Harjanto Tanuwidjaja, Direktur Human Resources PT Bank CIMB Niaga Tbk., kepada Ria Efriani Pratiwi:

Harjanto2

Bagaimana cara perusahaan Anda menciptakan iklim yang kondusif bagi karyawan sehingga mereka bisa engage dan enable?

Ya, mungkin kita jangan bicara apa yang dilakukan, karena biasanya kan perusahaan banyak program. Yang sepemahaman manajemen itu ditujukan untuk hal-hal yang positif dalam meningkatkan engagement segala macam. Esensi yang paling mendasar adalah kadang-kadang belum tentu apa yang dilakukan manajemen itu dipersepsikan atau diterima secara pas oleh karyawan. Jadi sebetulnya yang paling kritikal buat kita itu adalah kita melakukan sebuah survei yakni Employee Engagement Index (EEI). Nah, di situ moment of truth-nya. Kita tanya banyak hal (dalam survei tersebut) kepada karyawan, dari mulai pelatihan, kompensasi, pemahaman budaya, komunikasi, dan sebagainya.

Pada saat kita bertanya kepada karyawan pun, tentunya kita tidak bisa paksakan mereka semua untuk ikut. Lalu, kita bilang bahwa tujuan ini semua adalah untuk mendapatkan masukan kepada manajemen, sehingga kita punya gambaran apa sih Top 3 issues yang harus kita perbaiki lebih jauh lagi. Secara keseluruhan, skornya itu bagus atau tidak, di-compare dengan norms. Norms-nya tidak hanya kita compare dari internal kita saja, tapi juga dengan perusahaan-perusahaan lain sejenis yang sudah melakukan survei EEI secara reguler. Untuk survei ini, kita dibantu oleh konsultan eksternal, tentunya tidak (dilakukan) sendiri. Kita sudah lakukan itu dua kali, yang terakhir itu pada 2012, dan hasilnya meningkat menjadi 85. Dari sisi norms kalau dibandingkan dengan kompetitor yang lain, kita termasuk yang di atas.

Dengan skor yang 85 itu belum tentu kita merasa sudah mencapai yang terbaik, karena sekali lagi engagement itu adalah sesuatu yang bergerak ya. Artinya kemarin ada yang engage, kemudian hari ini bisa jadi tidak engage, karena tergantung apa yang terjadi pada survei kemarin dan sekarang. Kita tahu setiap bulan pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhi engagement level dari setiap individu. Kita memformulasikan apa sih gap-nya. Karena kan sudah disurvei, maka akan ada pertanyaan akankah kita (karyawan) diberi tahu hasilnya, dan apa action plan selanjutnya. Nah, kita lakukan itu secara terbuka, dan di setiap direktorat kita buat tim yang nanti akan menelaah gap-nya di mana, dan apa action-nya? Jadi mereka formulasikan sendiri action-nya. Jadi ownership diberikan kepada semua bisnis, dan HR menjadi fasilitator secara keseluruhan, dan kita akan memantaunya. Survei itu kita lakukan pertama kali tahun 2009, lalu diadakan setiap dua tahun sekali, dan kuesionernya itu diberikan kepada semua cabang. Jadi partisipasi itu penting, dan kita bersyukur bahwa partisipasinya cukup tinggi. Selain itu, kita juga membuat survei Internal Customer Satisfaction Index (ICSI), untuk mengukur bagaimana tingkat kepuasaan pelanggan di internal. Karena ada keterkaitan antara departemen yang satu dan lainnya. Jadi bagaimana mereka saling menilai.

Kita sudah lakukan survei-survei ini sejak lama dan berkali-kali, yang terakhir kita rombak adalah tadinya kita lakukan sendiri oleh tim HR, tapi kan ada komentar kalau itu dilakukan sendiri nantinya menjadi tidak fair atau tidak obyektif, makanya kita hire konsultan untuk membantu kita. Kita akan lakukan ini secara periodik, bahkan hasil ICSI akan menjadi komponen di dalam KPI dari setiap direktorat. Jadinya misal direktorat HR atau kredit itu akan dinilai oleh semua direktorat yang lain. Dengan bantuan konsultan, maka penilaian itu dilakukan secara web based, jadi semua bisa melakukan, dan yang terakhir ini partisipasinya juga cukup bagus, karena banyak yang masuk (ke web) dan memberikan feedback di situ. Untuk pertanyaannya dalam survei, kita dibantu oleh konsultan, dan kita merangkai pertanyaan-pertanyaan yang tentunya relevan dengan costumer satisfaction tadi.

Dalam survei Employee Engagement Index yang sudah dilakukan tersebut, faktor penyebab yang membuat karyawan engage itu lebih ke mana?

Kalau saya bilang, yang pertama adalah komunikasi. Kita selalu membuka ruang dari top management itu untuk berkomunikasi, dan memang kita juga punya program-program yang sudah terstruktur dalam management practices yang juga sudah terstruktur. Kita punya Regular Meeting BOD yang dilaksanakan dengan disiplin, kemudian sebulan sekali juga ada Performance Management Meeting, jadi semuanya terlibat dalam hal ini (komunikasi dalam perusahaan). Jadi kita ingin semuanya merasa involve, jadi kita reaching out ke semua pihak. Dengan involve begitu, mereka (karyawan) tidak melihat dirinya sebagai pihak luar yang tidak dimintai pendapatnya.

Bagaimana budaya kerja di CIMB Niaga? Apakah hubungan antara atasan ke bawahan itu kaku atau bagaimana?

Yang terpenting kalau kita tahu perbankan kan highly regulated ya. Di satu sisi aturan itu penting sekali ya untuk menjaga compliance, tetapi dari sisi budaya kerja, kita punya tiga hal utama yakni integrity, customer focus, dan passion for excellence. Kalau kita lihat budaya yang kita kembangkan, kalau di Indonesia kan suka ada ewuh pakeweuh (sungkan) kalau ada ketidaksetujuan atau ketidaksepahaman sehingga itu disimpan saja (dalam hati), jadi kita kedepankan yang disebut carefrontational, yang terdiri atas kata care dan confrontational. Kalau konfrontasi saja bisa negatif ya, bisa dianggapnya melawan, tapi kalau ada care-nya berarti kita tidak setuju itu bukan karena berhadap-hadapan atau konfrontasi, tapi itu karena kita care. Jadi kita gunakan carefrontational yang lebih dominan di situ. Dari atasan dan bawahan pun sama, jadi mind set kita sudah sama, jadi kalau ada orang yang disagree atau apapun, itu karena bagian dari carefrontational.

Untuk menghadapi karyawan yang disagree itu apakah diajak membicarakannya secara personal atau melalui atasannya langsung?

Oh, tidak begitu. Karena dalam bisnis itu kita bicaranya terbuka, dan kita cari ketidaksesuaiannya di mana? Nah, kalau sudah terjadi konflik itu biasanya atasannya akan coba reaching out dia, atau diajak bicara secara terpisah. Tapi intinya carefrontational dan profesionalisme yang harus dikedepankan.

Apakah Anda pernah mengidentifikasi mana karyawan yang engage dan tidak engage?

Secara sistematika, kita tidak lakukan (identifikasi) itu. Tapi dari mapping hasil survei tadi, kita bisa mengenali unit-unit yang tidak engage itu yang mana. Yang skornya terendah, biasanya itu yang tidak engage, kemudian kita akan masuk dan telaah kenapa bisa begitu atau apa sih permasalahannya? Kadang-kadang masalahnya sepele yaitu karena mereka tidak tahu, atau mereka sudah minta kejelasan, tapi tidak ada kejelasan juga, sehingga membuat kesal, jadi dianggapnya bahwa perusahaan itu punya secret. Yang menarik dengan survei ini adalah karena sifatnya yang perseptual, berarti menilai persepsi yang bersangkutan, jadi tidak ada right or wrong.

Berarti apa saja yang diukur dalam survei employee engagement tersebut?

Secara metodolgi, hampir sama seperti yang Hay punya cuma kebetulan, tapi konsultan kita bukan itu, dan tidak bisa saya sebutkan namanya. Semua ada standarnya dan mirip-mirip lah. Dari nilai engagement-nya yang terpenting adalah gap-nya, karena biasanya yang menarik adalah mereka (karyawan) ingin dapat pelatihan banyak, lalu juga masalah penggajian atau pengupahan. Itu sih biasa. Bilangnya kurang terus remunerasinya. Tapi yang menarik adalah itu nilainya kurang, tapi yang perusahaan lain juga sama, jadi di mana-mana sama, sehingga kita tidak dibilang yang paling jelek. Tapi biasanya aspirasi kepada karir dan latihan itu yang menjadi key di hasil survei tersebut. Hubungan antara atasan dan bawahan di kita itu tidak terlalu menjadi isu.

Kalau untuk pengembangan karier sendiri, di CIMB Niaga ini biasanya training itu berapa bulan sekali atau bagaimana sistemnya?

(Jumlah) Training kita di sini menyesuaikan kepada strategi perusahaan dan gap yang ada dalam identifikasi kebutuhannya itu. Kita prioritaskan (training) itu kepada mereka yang memang ada di critical position yang benar-benar membantu bisnis yang translate ke dolar-nya itu cepat. Kalau untuk yang di belakang (karyawan supporting system) biasanya lebih ke arah risk management, awareness, dan hal-hal yang sifatnya mandatory, itu juga yang kita kedepankan. Approach kita, basicly, ingin supaya training itu bukan hanya sekadar mengirim orang ke classroom, melainkan bagaimana mengubah behavior, habit, dan mind set, sehingga hal yang teknis bisa masuk dengan mudah di situ. Untuk training ini, kita harus comply dengan aturan Bank Indonesia yakni minimal 5% dari total personnel expenses/spending, harus dialokasikan untuk training.

Bagaimana dengan sistem penggajian atau remunerasi di CIMB Niaga?

Kalau kita menganut sistem high performance culture, dan kita punya banyak komponen penggajian yang fix dan variable, yang tunai dan nontunai, dan kalau mengadopsi ke konsep yang lebih advance bahwa ada total reward, work experience. Kemudian, kita juga lihat bisa melihat opportunity seperti training atau penempatan di luar negeri, karena kita bagian dari CIMB Group; bahkan ada program kerja sama kita dengan INSEAD, dan NTU Singapura. Ini semua bisa disebut sebagai offering dari siapa pun yang bekerja di CIMB Niaga. Ini membuat kita lebih bernilai di mata karyawan kita.

Namun, tentunya approach-nya tidak sama rata, sama rasa, karena biasanya yang bisa ikut program-program yang premium seperti itu ada entry point-nya tersendiri, misalnya kualifikasinya harus bagaimana, performance-nya seperti apa, dan sebagainya. Tapi inti message-nya adalah everyone bisa ke sana kalau performance-nya bagus dan eligibility-nya masuk di situ. Kalau soal tunjangan, kita comparable lah dengan bank yang lain. Lalu, kita punya yang namanya tunjangan akhir tahun, ada juga jasa produksi kalau kita mencapai target PBT, juga ada bonus prestasi. Sementara kalau sales itu bonusnya bisa sangat luar biasa, karena prinsip yang diadopsinya adalah “sky is the limit” kan; jadi kalau dia jual sampai tidak terhingga, maka hasilnya bisa meledak habis.

Apakah pihak Anda melakukan survei mengenai rata-rata penggajian di industri perbankan? Dan apakah gaji di CIMB Niaga ada di atas rata-rata itu atau tidak?

Kalau kita lihatnya dari sisi total reward atau complete offering-nya seperti apa, jadi agak susah kalau hanya bicara gaji kan. Sama kalau kita ke customer kita, supaya dia jangan hanya melihat dari sisi interest rate-nya saja, tapi harusnya juga dilihat dari servis dan fasilitas yang diberikan kepadanya. Di dalam karyawan pun, kita ada grading-nya, ada yang namanya kelas-kelas private banking, karyawan umum, dan sebagainya. Itu biasanya kita bedakan juga positioning-nya. Persisnya bagaimana, saya tidak bisa kasih tahu, nanti kompetitor bisa tahu. Bahaya kita.

Apakah prestasi karyawan juga menjadi aspek dalam sistem remunerasi? Dan penilaian performance/prestasi karyawan itu dilakukan dalam berapa bulan sekali?

Penilaian yang formal itu satu bulan sekali, tapi secara periodik ada yang namanya regular coaching, mid-year juga. Kalau yang setiap satu bulan itu ada yang namanya Performance Management Meeting, di mana 19 business driver itu dibahas kinerjanya. Tentunya dengan bisnisnya itu dibahas, yang lainnya mengikuti. Artinya semua menjadi sangat fokus. Dan adanya penilaian bulanan secara rutin itulah yang menggerakkan roda bisnis di CIMB Niaga. Kalau di HR itu kita punya penilaian formal itu dua kali, jadi kita sudah training seluruh karyawan kita untuk konsep performance management, bahwa kapan pun ada perubahan, itu harus dibicarakan antara atasan dengan bawahan. Kalau atasan merasa perlu untuk memanggil bawahan untuk melakukan diskusi dan coaching ya kapan pun bisa dilakukan. Jadi tidak harus menunggu setahun untuk dicatatkan dulu.

Bagaimana pengaruh penilaian itu terhadap kenaikan gaji, promosi jabatan, dan sebagainya?

Oh, jelas, itu (penilaian) menjadi salah satu faktor. Tetapi, banyak faktor lain yang menyebabkan itu (kenaikan gaji atau promosi jabatan). Dalam kita punya performance management atau KPI-nya, yang diperhitungkan bukan hanya faktor-faktor yang sifatnya numbers, tapi juga dari sisi kualitas atau dari hasil audit dari unitnya bagus tidak. Kalau hasil audit dari unitnya sudah tidak bagus, berarti akan terkena yang kita sebut sebagai “boom”, yang artinya skornya berapa maka akan dikurangi.

Kalau di perbankan itu pasti kebanyakan karyawannya adalah white collar ya, tapi kalau yang blue collar itu ada atau tidak?

Kita kebanyakan memang white collar, sedangkan yang blue collar biasanya kita menggunakan outsourcing ya. Penggajiannya yakni kita membayar ke outsource company-nya kan.

Di CIMB Niaga itu untuk karyawan baru ada masa probation berapa lama? Lalu, apa di sini ada yang masuk lewat Management Trainee (MT)?

Kita mengikuti UU saja, yakni tiga bulan. Setelah itu kalau karyawan ya langsung jadi tetap, kalau dia lulus probation. Ya, di sini ada yang masuk melalui program MT, yang di kita namanya The Complete Banker (TCB), yang mana ini menjadi salah satu program yang banyak diminati fresh graduate. Programnya ini dua tahun, setahun pertamanya, basicly enam bulan di classroom, enam bulan ada proyek. Kalau itu selesai, maka ada final evaluation. Kemudian, tahun keduanya ada penempatan selama setahun. Nanti ada evaluasi lagi, baru akan ada penempatan permanen di situ. Melalui program ini, setahun sekali kita bisa rekrut 25-35 orang.

Jadi dalam setahun itu, pihak Anda bisa rekrutmen karyawan baru berapa banyak?

Kalau rekrutmen sih banyak, tapi yang keluar karena dibajak bank lain juga banyak. Itu yang selalu menjadi tantangan buat kami, yakni talent war. Jadi kita dituntut makin pintar untuk bagaimana membuat talent kita itu betah bekerja dengan kita.

Kalau boleh tahu, turn over karyawannya berapa?

Turn over kita masih berada di bawah rata-rata, yakni masih di bawah 8,5%. Kebanyakan turn over ini dari sisi sales, kan memang kalau mereka tidak bisa mencapai target, ya sudah ngapain di sini terus, jadinya pindah ke tempat lain. Tapi secara umum kita masih berada jauh di bawah rata-rata industri kalau dari sisi turn over-nya.

Berapa total karyawan di CIMB Niaga?

Pada 2012, jumlah karyawan kita tercatat tumbuh 4,5%, dari 13.612 orang di awal tahun menjadi 14.224 orang di akhir tahun ya.

Dari jumlah itu, berapa persentase antara yang usia muda dengan yang senior?

Nah, ini yang menarik. Karena ini yang jadi tren adalah yang usia muda, yang kita sebut sebagai Generation Y, yang sekarang sudah semakin banyak, atau sekitar 40% dari total jumlah karyawan. Dan Top Management, rata-rata generasi baby boomer ya. Nah, semakin lama, jumlah Gen Y di perusahaan kami bisa semakin banyak.

Jadi dengan jumlah Gen Y yang sudah mencapai 40% itu, bagaimana caranya menghadapi mereka?

Nah, itu perlu teknik khusus untuk menghadapi mereka. Kira-kira Gen Y itu kan tidak mau ribet, maunya cepat, santai, lalu kalau disuruh kerja keras sedikit, komentarnya “Kenapa sih saya harus melakukan begini?”, juga banyak bertanya ya. Karena mereka memang generasi yang banyak dimanjakan, ya. Jadi manajer-manajer kami juga suka bingung dengan anak-anak, kalau disuruh begini-begitu suka tidak mau.

Tapi, dalam pengamatan saya, banyak juga Gen Y kita itu yang memang etos kerjanya bagus.

Kita bersyukur untuk itu. Nah, kebetulan karena positioning business model kita lebih banyak ke Gen Y kan, misalnya ada Rekening Ponsel, Go Mobile, yang sangat trendy, sehingga mereka senang juga.

Saya pernah interview salah satu calon TCB, kata dia “Wah, CIMB Niaga luar biasa, saya merasa betul-betul menjadi target customer-nya. Karena kalau dulu saya ketinggalan dompet, maka saya harus balik lagi. Tapi sekarang walaupun ketinggalan dompet, tapi yang penting saya tidak ketinggalan handphone, karena dengan itu saya tetap bisa ambil duit (dengan rekening ponsel)”. Jadi itu testimoni dari mulut seorang Gen Y sendiri.

Bagaimana untuk menjembatani komunikasi dan pekerjaan di antara generasi yang senior dengan junior?

Nah, ini menarik. Kita juga bikin satu program, karena anak-anak itu senang ngobrol santai ya, jadi kita bikin apa yang namanya Learn from The Master. Yang mana member dari BOD kita sebulan sekali berkumpul dengan mereka (para karyawan muda), dan mereka boleh tanya apapun. Jadi idenya adalah untuk sharing experience. Tadi pagi baru saya lakukan dengan mereka, dan mereka happy. Jadi mereka bertanya segala macam, bahkan boleh tanya yang di luar topik yang disajikan, jadi mereka tidak merasa ada batas. Topik sharing-nya itu tergantung masing-masing BOD; dia mau sharing-nya tentang apa. Tapi kita (HR) tidak tentukan topiknya, karena Gen Y itu suka merasa kenapa kok sharing saja topiknya saja ditentukan.

Supaya karyawan bisa engage itu salah satunya adalah percaya kepada atasannya. Implementasi aspek ini di perusahaan Anda seperti apa?

Betul. Artinya dengan ketemu sama mereka, mereka akhirnya tahu bahwa BOD adalah manusia juga, jadi tidak usah takut. Dan akhirnya dari situ akhirnya merasa dekat. Kalau sudah merasa dekat, otomatis orang akan mulai ada kepercayaan kan. Dan yang terpenting adalah mereka merasa diperhatikan. Di mana-mana kunci dari engagement adalah di situ. Makanya di teori manajemen disebutkan soal coaching. Coaching itu apa sih sebetulnya? Itu ngopi dan ngobrol, tapi yang akhirnya bisa mengarahkan bagaimana bekerja yang baik dan produktif.

Berarti bawahan itu bisa bertanya langsung ke atasannya? Dan atasannya otomatis harus kenal nama si bawahannya juga kan?

Ya, bisa bertanya langsung. Biasanya bawahan itu kenal nama direkturnya, tapi direkturnya kadang-kadang tidak bisa kenal semuanya. Makanya biasanya yang bertanya ke direktur itu menyebutkan nama dan bagiannya.

Kalau karyawan sudah engage itu berarti produktivitas bisa meningkat ya?

Ya, pasti meningkat. Kita harus percaya itu, dan memang kalau dilihat di tahun-tahun di mana kita punya engagement index meningkat, memang produktivitas dan kesuksesan bisnis kita juga tinggi.

Harjanto (CIMB)

Kan ada karyawan yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun misalnya. Nah, untuk membuat dia tetap engage itu seperti apa? Karena kadang-kadang kalau sudah lama, orang kan kerjanya suka begitu-begitu saja.

Betul. Kalau dilihat ada beberapa cara untuk membuat mereka tetap engage. Terutama sekali adalah dari atasannya. Tapi kami dari manajemen perusahaan, dengan survei tadi salah satunya, lalu kita juga punya forum-forum untuk membicarakan setiap kali program, dan di setiap unit juga ada yang namanya personnel committe di mana mereka bisa membicarakan hal-hal yang penting yang berkaitan dengan HR di situ. Yang jelas dari pengalaman kami, hal ini tidak bisa dilakukan dengan satu cara, tapi harus dengan berbagai cara. Karena karyawan kita fit dengan satu cara, karena mereka berbeda satu sama lain, jadi kita harus cukup kreatif untuk mencari cara-cara itu.

Kalau dari masa kerja, rata-rata karyawan CIMB Niaga itu sudah bekerja berapa tahun?

Yang paling banyak adalah yang masa kerjanya di atas 1 tahun sampai 5 tahun yakni 4.698 orang (dari 14.224 total karyawan di akhir 2012), diikuti oleh yang masa kerja di atas 15 tahun yang sebanyak 3.939 orang, lalu sebanyak 2.640 orang yang bekerja di atas 5 tahun sampai 10 tahun. Sisanya adalah yang bekerja kurang dari setahun, dan di atas 10 tahun sampai 15 tahun.

Bagaimana cara Anda dan tim HR untuk mengukur efektivitas karyawan?

Kita punya productivity measure yang juga kita compare dengan bank lain. Dalam arti loan per employee, PBT per employee, yang mana ini menunjukkan bagaimana kita punya work force itu produktif atau tidak jika di-compare dengan bank lain. Kita lihatnya secara overall company begitu. Kalau dilihat dari sisi per direktorat, biasanya kita lihat berapa persen yang A, B, dan C, dalam hal performance rating-nya. Karena kadang-kadang kita tidak bisa lihat dari sisi makronya saja, tapi kita juga ingin problem dan gap-nya di mana secara detail.

Kalau untuk promosi jabatan itu kriterianya apa, sampai seorang karyawan itu bisa dipromosikan?

Waduh, kalau bicara kriteria promosi itu kan tergantung dari ketersediaan posisi, kalau tidak ada posisinya, masa mau dipromosikan, betul kan? Misalnya si A yang tadinya supervisor mau diangkat sebagai manajer, tapi tidak ada posisi manajer yang kosong, akhirnya dia tetap di kerjaan semula cuma jabatannya jadi manajer. Nah, kemudian dia pasti bertanya kok kerjaan saya begini-begini saja (walaupun sudah jadi manajer), tidak ada tambahan pekerjaan apa. Kemudian, yang berpengaruh terhadap promosi jabatan adalah kinerja yang bersangkutan. Kinerja ini tidak hanya dilihat dari kinerja setahun saja, tapi dua sampai tiga tahun ke belakang.

Bagaimana cara perusahaan Anda men-treat top talent?

Dengan mereka menjadi top talent itu biasanya orbit mereka juga sudah berada di antara Top Management ya, karena itu adalah recognition juga untuk mereka. Lalu, memang dari sisi bonusnya pasti beda. Kalau kesempatan untuk belajar lagi pasti lebih di situ, termasuk belajar ke luar negeri. Kita memang punya program yang namanya “leave without pay”, yang bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan pribadi, misalnya dia mau melanjutkan studi lagi.

Nah, kalau yang program TCB itu yang dari dalam juga boleh ikutan. Karena kan ada yang mulainya dari bawah yang kalau dia tidak ikut program trainee maka akan susah melejit ke atas. Jadi kita melihatnya bukan hanya dari sisi uang, tapi dari sisi perhatian manajemen juga bisa diberikan lebih kepada mereka.

Kita mengidentifikasi top talent itu, salah satunya dengan KPI, juga ada diskusi panel yang difasilitasi HR, untuk mengidentifikasi mana yang mission critical, differentiating, operational, ataupun movable. Yang umum banyak dikenal di market itu yang 9 Box kan, nah, kita masih dalam tahap mengarah ke sana. Tapi yang kita inginkan talent management itu bisa practical, bukan teoritis saja. Karena lebih perseptif, atasan dan direkturnya melihat dia itu sosok yang bagaimana. Kemudian ada validasi dan development, yang mana di situ kita baru bisa menggunakan teknik-teknik yang lebih scientific dan sistematis.

Bagaimana menjaga top talent tersebut? Karena kan bajak-membajak itu biasa di dunia perbankan.

Itu yang susah. Kalau kita jagain kencang-kencang, kok ya mereka tahu saja kalau orang ini bagus. At the end of the day, itu tergantung dari kedekatan dengan atasan. Biasanya kalau dia dekat sama atasannya, maka ditawari kerjaan bagaimanapun dari tempat lain tidak akan mau. Strategi kita adalah memberikan dia satu pengalaman di mana dia sadar bahwa dia menjadi besar adalah karena dibesarkan di kami. Dengan begitu menimbulkan attachment di situ. Jadi hubungan antara atasan dan bawahan itu sangat dikedepankan. Buat kami bagus sih sebenarnya.

Bagaimana cara Anda menampung aspirasi karyawan selain adanya forum-forum komunikasi yang tadi sudah disebutkan?

Kalau untuk menampung aspirasi karyawan, kita banyak ya medianya. Kita punya jalur khusus ke CEO yang namanya CEO Hotline yakni melalui sms. Itu pasti dijawab oleh CEO kami. Dan kita punya statistiknya yang kita follow up terus. Lalu kita punya get together, kemudian ketika Ramadhan dan akhir tahun ada acara yang namanya Senior Management Walkabouts, yang mana ada gathering dan karyawan bisa bertanya segala macam. Juga kunjungan yang rutin untuk bertemu dengan karyawan juga. Selain itu ada email kantor, yang semuanya bisa masuk ke situ.

Apakah ada acara seperti Family Day juga dengan karyawan?

Kalau bicara Family Day, yang terakhir itu kita ada acara yang namanya Olympi, dan sekarang kita punya CIMB Has Talent yang lagi jalan; ini seperti Indonesia Got Talent, yang mana karyawan bisa menampilkan segala bakatnya, dari menyanyi, menari, MC, main musik, stand up comedy, dan lain-lain. Jurinya dari luar yang profesional dan merepresentasikan ASEAN lah, jadi bukan hanya di Indonesia. Kita ada show-nya pada awal November mendatang.

Dulu ada yang namanya CIMB Star, seperti Indonesian Idol, yang merupakan kompetisi bernyanyi. Dan acara seperti ini bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh Grup CIMB. Waktu itu pelaksanaan Olympi di Indonesia, lalu (pemenangnya) dikirim bertanding di CIMB Sea Games di Bangkok. Wah, itu ramai, dari mulai futsal, bulutangkis, dan lain-lain. Lalu, kita punya CIMB Niaga Club (CNC), yang mengakomodasi hobi-hobi dari karyawan, seperti (klub) menembak, bowling, bersepeda, dan lain-lain.

Last but not least, bagaimana caranya menjaga karyawan supaya tetap engage, sehingga akhirnya dia bisa enable?

Kalau saya bilang, untuk menjaga karyawan tetap engage itu perlu menjaga totalitas dari manajemen. Kita sudah terapkan banyak sekali program, yang penting adalah kita lakukan ini secara kontinyu. Dan jangan lupa cek “temperaturnya” dengan survei, supaya kita sudah lakukan, tapi karyawan menganggap itu membosankan, dan ingin suatu yang baru. Jadi dengan adanya survei itu, kita bisa mendapatkan gambaran, sekaligus mempertahankan supaya engagement index-nya tetap tinggi. Loyalitas karyawan di perusahaan kami cukup tinggi, kalau Anda lihat direktur kita itu rata-rata sudah bekerja 20 tahun, seperti Pak James, yang dia dari awal karier sudah di sini. Ibu Wulan juga sama. Itu merupakan track record ya. Ini yang menjadi pegangan karyawan juga, berarti benar-benar dia bisa sampai posisi atas kalau dia bertahan di CIMB Niaga. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved