Trends

Sejoli di Balik Aplikasi Gak Gendut Lagi

Sejoli di Balik Aplikasi Gak Gendut Lagi
Dienjaya Limano dan Natasya Limano, founder Gak Gendut Lagi (GGL).
Dienjaya Limano dan Natasya Limano, founder Gak Gendut Lagi (GGL).

Gak Gendut Lagi (GGL) merupakan aplikasi yang mengajarkan cara pintar hidup sehat melalui program mengatur pola makan dan olahraga. Aplikasi ini bisa diterapkan oleh siapa saja dari segala usia. Aplikasi yang sekarang memiliki 500 ribu pengguna ini dibangun oleh pasangan suami-istri Dienjaya Limano dan Natasya Limano.

GGL dimulai dari sebuah komunitas yang berdiri sejak Oktober 2019. Awalnya, Dien ⸺sapaan akrab Dienjaya Limano⸺ memulainya dari media sosial Tik Tok. Sejak itu banyak sekali pertanyaan yang berulang dari ibu-ibu.

Dari sana, ia berpikir, daripada menjawab pertanyaan yang sama terus-menerus, lebih baik ia membuat grup komunitas yang bisa mengajarkan soal itu sekaligus dan memberikan materi secara gratis. Seiring berjalannya waktu, mereka pun melihat dari yang gratis pun bisa berhasil.

Saat itu, Dien hanya berniat membangun komunitas. Artinya, belum terpikir untuk me-monitize-nya. Namun, ketika pandemi Covid-19 terjadi, bisnis gym-nya terdampak. Tempat gym-nya tutup dan di sisi lain komunitas ini sedang berjalan. “Akhirnya, saya mencoba memberikan jasa one on one di online,” ujarnya.

Dengan cara seperti itu, anggota komunitasnya sudah merasakan hasilnya dan ingin merasakan hasil dengan lebih cepat lagi. “Saat itu, komunitas ini mulai dari 0, 1.000, kemudian sekarang sudah menjadi lebih dari 300 ribu anggota,” katanya.

Pria 37 tahun ini menceritakan, sebelum dibuat aplikasi, dilakukan one on one choaching, kemudian group coaching. Setiap hari para member setor makanan dan kegiatan olahraga mereka. Dari sana, ia melihat pattern yang terjadi berulang-ulang di para member. Akhirnya, setiap hari, ia pun terus menjawab pertanyaan yang berulang dan sama.

Kemudian, ia mencoba membuat produk paling simpel, tapi bisa membantu, melalui sebuah aplikasi. “Kami terus men-develop hingga suatu hari ketemu titik di mana aplikasi ini sudah bisa dirilis ke publik,” katanya menjelaskan.

Saat itu, ia rilis aplikasi tersebut ke publik dengan biaya yang jauh lebih murah daripada coaching one on one ataupun group. Dulu untuk group coaching, satu orang membayar Rp 1 juta per bulan. “Jadi, aplikasi ini diluncurkan dan didirikan menjadi PT pada Januari 2021,” kata Dien yang sudah mengikuti berbagai sertifikasi, antara lain terkait nutrisi.

Saat ini ada dua harga yang ditawarkan untuk layanan berbayar melalui aplikasi GGL. Pertama, untuk program enam bulan sebesar Rp 992.750 + PPN 11% = Rp 1.101.953. Kedua, untuk program 12 bulan sebesar Rp 1.410.750 + PPN 11% = Rp 1.565.933.

Untuk memperkenalkan aplikasinya di luar komunitas, Dien menggunakan medsos. Ia terbiasa menggunakan medsos untuk promosi. Sebelumnya, ketika mengelola gym, ia telah lama melakukan digital marketing-nya melalui medsos. “Ketika menjalankan GGL pun, saya sudah tahu cara-caranya,” ungkapnya.

Dalam membesarkan bisnis ini, ia berbagi tugas dengan Natasya. “Istri saya mengurus blog karena di sana ada ratusan artikel. Kemudian, dia juga melakukan live sendiri maupun bersama saya karena ini akan membantu untuk connect kepada audiens dengan cara yang berbeda. Pasalnya, mayoritas klien GGL ada ibu-ibu,” ungkapnya.

Pembuatan konten dan program olahraga dilakukan berdua. Pembagiannya cukup simpel, yaitu bagian untuk perempuan lebih ke istrinya dan yang overall lebih ke Dien. “Jadi, kami bekerja bersama-sama,” ujarnya.

Ibu-ibu memang menjadi target pasar GGL karena pasarnya yang terbentuk seperti itu. Persentase yang sudah bergabung: 99% ibu-ibu dan 1% laki-laki.

Dien melihat ibu-ibu menjadi pemegang keputusan terbesar dalam menghidangkan makanan di keluarganya. Dampak mereka untuk bisa mengubah orang lain (anggota keluarganya) lebih besar. Artinya, ketika memasak makanan sehat, satu keluarga akan ikut memakannya. “Jadi, dari ibu-ibu yang kami ubah, maka akan lebih banyak mengubah orang lain juga,” katanya.

Saat ini sudah ada 500 ribu pengguna di aplikasi GGL. Ia mengakui, jika dibandingkan, kebanyakan pengguna aplikasinya menggunakan layanan gratis. Sementara untuk layanan yang berbayar atau layanan premium member akan mendapatkan mentoring one on one selama satu bulan di awal dari mentor. Para member akan membaca panduan yang telah ia buat. Kemudian, ketika mereka bingung, bisa bertanya langsung kepada mentornya melalui chat di aplikasi.

Untuk kelanjutannya, pihaknya memiliki supportgroup yang beranggotakan 15 orang dengan satu mentor (akan ada biaya tambahan). Jadi, buat mereka yang ingin private, bisa masuk ke grup tersebut. “Dan sebentar lagi, GGL akan merilis coaching secara one on one,” ujarnya.

Mentor yang direkrut merupakan member yang saat ini mendapatkan penghasilan dari aplikasi untuk membantu member baru. Semua mentor yang sekarang jumlahnya 60 orang itu merupakan member GGL yang telah memahami betul aplikasi dan mendapatkan hasil dari program yang telah dibuat.

Dien menjelaskan, layanan berbayar dibuat karena sejak awal tidak ada suntikan dana untuk GGL dari mana pun. Awalnya, ia hanya memiliki seorang pegawai, yaitu videografer. Kini timnya sudah berkembang dan beranggotakan 30 orang.

Dulu, kantornya hanya di meja makan rumahnya. Adapun sekarang sudah bisa menyewa kantor. “Jadi, modalnya dari awal ada one on one coaching kemudian group coaching. Aplikasi dibangun secara pelan-pelan dari penghasilan yang diraih,” katanya.

Mengenai tingkat keberhasilan program GGL, Dien mengatakan, “Apa yang ada di aplikasi itu berdasarkan science dan data. Dengan itu, akan lebih mudah untuk mengarahkan orang. Jadi, success rate itu sangat tergantung pada member sendiri,” katanya.

Ia melihat, jarang sekali orang membahas program seperti GGL ini dilihat sisi mindset. Maka, yang ia lakukan melalui aplikasi ini adalah membangun mindset terlebih dahulu yang kemudian diikuti nutrisi dan olahraganya agar para member berhasil.

Untuk memastikan keberhasilan GGL, setiap hari Dien dan coach Natasya langsung berkomunikasi dengan para member sehingga paham kondisi mereka. Artinya, sejoli ini terjun langsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka secara live melalui medsos sehingga menimbulkan trust.

Bicara ke depan, pihaknya akan memberikan layanan premium berbayar yang diberikan secara gratis untuk mereka yang memang serius dalam menjalani program GGL. Saat ini, pihaknya sedang membuat kampanye “GGL Sehatkan Indonesia”.

Melalui program itu, GGL akan memberikan training gratis kepada puskemas. Ia memiliki target mengedukasi 200 puskemas dalam satu tahun ke depan. Dari sisi, aplikasi GGL ingin masuk ke pasar internasional.

Di Puskesmas, pihaknya akan mengajarkan program GGL gratis, bagaimana mereka bisa menerapkan di kehidupan sehari-hari. Goal dan visi kami saat ini, ingin mengubah satu juta di Indonesia. “Secara bisnis, sebenarnya kami belum tahu akan seperti apa. Namun, yang aku pikirkan bagaimana setiap harinya kami bisa memberikan dampak ke orang lain,” ungkap Dien.

Target lainnya, pihaknya akan menyasar pasar korporat sehingga ke depan akan ada layanan khusus untuk korporat. “Saat ini, ada dua perusahaan yang sudah kami approach,” ujarnya. (*)

Dede Suryadi dan Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved