Technology zkumparan

Bukalapak, Kembangkan Mitra dengan Digitalisasi Warung

Bukalapak, Kembangkan Mitra dengan Digitalisasi Warung
Rahmat Danu Andika, Vice President O2O Bukalapak

Keberhasilan bisnis online marketplace sangat ditentukan oleh keberhasilan elemen pentingnya, yakni para mitra toko online yang bergabung di dalamnya. Tak terkecuali Bukalapak, yang elemen pentingnya adalah kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan platform digital untuk memperluas pangsa pasar mereka. Karena itulah, marketplace yang telah menyandang status unicorn ini punya perhatian besar pada kalangan UMKM.

Upaya Bukalapak bukan hanya fokus pada onlineplatform tetapi juga masuk ke ranah offline melalui program Mitra Bukalapak. Sistem kerjanya adalah pemilik warung tradisional atau toko kelontong kini bisa berjualan produk atau jasa yang ada di Bukalapak –seperti barang kebutuhan sehari-hari, pulsa, tiket kereta dan pesawat, hingga pembayaran tagihan BPJS, PDAM, dll. –tanpa perlu mengeluarkan modal tambahan. Nantinya mereka akan memperoleh bagian dari keuntungan (profit sharing).

Mitra Bukalapak bisa juga berperan sebagai drop shipper offline, yakni yang memperoleh barang secara online di Bukalapak lalu menjualnya ke pembeli secara offline. Platform ini memungkinkan produsen bisa mengakses toko konvensional, baik warung atau toko kelontong yang menjadi mitra Bukalapak, untuk mendistribusikan produknya.

Menurut Rahmat Danu Andika, Vice President O2O Bukalapak, pihaknya fokus menyasar keberadaan jaringan warung sejak November 2017. “Alasannya, karena ini sejalan dengan misi Bukalapak untuk memberdayakan UMKM dan juga bersifat strategis untuk pengembangan Bukalapak itu sendiri,” ujar Danu dalam wawancara dengan SWA.

Boleh dibilang, Mitra Bukalapak menjadi layanan pelengkap bagi orang yang belum terbiasa belanja online, seperti masyarakat di luar kota besar dan wilayah sub-urban. Segmen pasar yang disasar adalah kelas menengah-bawah, kelompok SES B-C dan sebagian D. Dengan melakukan digitalisasi warung, akan ada banyak jenis transaksi yang bisa dilakukan oleh warung, sehingga mereka bisa optimal dan berimbas pada akses terhadap layanan permodalan.

Hingga saat ini, Bukalapak sudah memiliki total lebih dari 4 juta pelapak (toko online) dan sekitar 850 ribu mitra warung (per April 2019). Adapun anggota aktifnya berkisar 50 juta-60 juta orang. “Tahun ini kami menargetkan 1,5 juta mitra warung di seluruh Indonesia,” kata Danu. Langkah ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah mendorong digitalisasi ke mass audience di kalangan menengah-bawah,” tambahnya.

Strategi Bukalapak untuk menjangkau warung-warung di berbagai daerah adalah dengan memanfaatkan jaringan komunitas pelapak yang tersebar di 150 kota. Pelapak yang sukses di setiap kota dihubungkan dengan para UMKM yang menjadi Mitra Bukalapak melalui kegiatan kopi darat. Dalam kegiatan tersebut ada berbagai pelatihan dan sharing session, misalnya tentang bagaimana cara mengelola keuangan warung atau bersaing di era digital.

“Warung sebagai entitas bisnis ritel merupakan salah satu yang paling kuat engagement dan pasarnya. Level of trust-nya juga bagus. Namun, selama ini mereka berdiri sendiri-sendiri,” ungkap Danu. Dengan adanya program ini, mereka diharapkan bisa punya representasi dan posisi tawar untuk mendapatkan barang yang berkualitas, bagus, dan murah.

Dalam usaha kemitraan ini, pihak Bukalapak juga membantu mulai dari sisi onboarding, logistik, hingga distribusi. Disediakan pula fitur bagi para pemilik warung untuk melakukan stok barang tanpa perlu datang ke grosir atau distributor.

Selain itu, Bukalapak juga menyediakan program pinjaman permodalan yang didukung dengan penilaian terhadap risiko bisnis melalui algoritma atau data analitics. Nilai pinjaman ke warung-warung itu berkisar Rp 1 juta-5 juta, bekerjasama dengan fintech dan bank. “Dengan otomasi yang kami kembangkan, semua proses pinjaman yang dilakukan tidak membutuhkan orang di lapangan, semuanya menggunakan sistem digital,” kata Danu.

Kuncinya memang digitalisasi warung. “Dengan begitu, kami bisa melihat data perilaku belanja konsumen, historical restock, jenis belanja, dan sebagainya. Itu akan memvalidasi bahwa tokonya benar ada dan sehat,” kata Danu. Bukalapak mencoba pilot project pada 2018 dengan memberikan pinjaman ke beberapa ribu mitra warung, dan responsnya ternyata bagus.

Sebelum bergabung dengan Bukalapak, umumnya warung-warung tersebut tidak memiliki pembukuan atau laporan keuangan dengan baik. Setelah bergabung dengan Bukalapak, mereka memperoleh peningkatan penghasilan. Umpan balik yang diterima Bukalapak sejak awal adalah warung mendapatkan tambahan keuntungan dari barang yang sebelumnya tidak mereka jual. Kini, menurut Danu, rata-rata pendapatan dari warung Mitra Bukalapak mencapai Rp 800 ribu sampai Rp 1,5 juta per hari.

Di sisi lain, karena mereka bisa menjual produk virtual, traffic pengunjung pun bertambah. “Alasan orang ke warung bukan lagi hanya membeli produk keseharian, tapi juga membayar listrik, pulsa, atau BPJS Kesehatan, “ Danu menjelaskan. “Kami ingin warung ini menjadi simpul dari aktivitas warga di sekitar dan menjadi one stop service,” katanya seraya mengutip survei, bahwa dengan adanya produk virtual, warung-warung dapat menambah profit hingga 50%.

Bukalapak telah memutuskan untuk mengalokasikan investasi sebesar Rp 1 triliun pada tahun 2019 ini untuk mengembangkan platform Mitra Bukalapak. Sasarannya: menambah jumlah warung dan memperkuat jaringan distribusi. Sejauh ini, meski rata-rata frekuensi transaksi di Mitra Bukalapak relatif banyak, nilainya relatif masih lebih kecil dibandingkan transaksi online di Bukalapak. (*)

Jeihan K. Barlian dan Anastasia A. Suksmonowati

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved