Cara Arief Dukung Peternak Ayam Lewat Pitik Digital

Arief Witjaksono, Co-founder PT Pitik Digital Indonesia.
Arief Witjaksono, Co-founder PT Pitik Digital Indonesia.

Beberapa tahun terakhir, kita dapat menyaksikan perusahaan rintisan berbasis digital telah menjamah hingga sektor agrikultur. Sebut saja nama seperti EdenFarm, e-Fishery, dan Delos, yang telah membantu para pembudidaya di bidang pertanian, perikanan, dan tambak udang dalam meningkatkan produksi melalui pendampingan dengan menggunakan aplikasi digital. Tidak sedikit pula dari agritechstartup ini yang mencatatkan pertumbuhan luar biasa.

Terbaru, perusahaan rintisan yang menampilkan perkembangan pesat di ranah ini adalah PT Pitik Digital Indonesia. Dalam satu tahun, startup perunggasan yang dirintis Arief Witjaksono ini telah menggandeng 400 peternak dengan total 8 juta populasi ayam. Angka yang jauh melebihi pertumbuhan para pemain sejenis yang lebih dulu eksis.

Pitik juga tercatat telah meraih pendanaan dari MDI Ventures dan Wavemaker Partners sebagai angel investor sebesar US$ 500 ribu. Dan, terbaru pada Juli 2022 mendapat pendanaan Seri A senilai US$ 14 juta (Rp 206 miliar) yang dipimpin Alpha JWC Ventures.

Apa yang dilakukan Arief dan kawan-kawan di Pitik hingga mampu menorehkan pencapaian itu?

Sebagai perusahaan yang berfokus pada ayam broiler, Pitik menawarkan berbagai dukungan kepada peternak ayam untuk seluruh aktivitas produksi. Yaitu, mulai dari penyediaan sarana produksi peternakan (sapronak), inovasi teknologi produksi, hingga pembelian hasil panen yang lebih transparan dan kompetitif.

“Kami memberikan apa yang kami sebut sebagai full-stack service. Tiga poin utama yang kami jual ke peternak, yaitu teknologi, Pitik expert, kecepatan pembayaran. Kami menyebut peternak yang bekerjasama dengan Pitik sebagai Kawan Pitik,” kata Arief ketika berbincang dengan SWA di kantornya.

Ide ini muncul saat Arief menjadi peternak ayam sebelum mendirikan Pitik. Dia memperhatikan banyak peternak yang menangani ayamnya terlalu sederhana, tidak memiliki infrastruktur kandang yang memadai, bahkan untuk sebuah termometer. Padahal, dia menegaskan, suhu kandang sangat memengaruhi kesehatan ayam.

Di samping itu, potensi di bidang ini sangat terbuka lebar mengingat pasar daging terbesar di Indonesia adalah daging ayam. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2021, populasi ayam broiler sebanyak 3,1 miliar ekor, dan rata-rata konsumsi daging ayam di Indonesia mencapai 0,14 kilogram per kapita per minggu.

Berangkat dari situasi itu, Arief merekrut orang-orang yang berpengalaman di bidang peternakan dan teknologi. Kawan Pitik diberi apa yang disebutnya sebagai Pitik Smart Technology, di antaranya berupa aplikasi mobile yang dilengkapi Smart Climate IoT sehingga bisa mengetahui informasi real time tentang temperatur, kelembapan, level amonia, lighting condition, dan wind speed di kandang.

“Hal-hal ini sangat penting dalam membesarkan ayam sehingga harus dijaga secara disiplin. Kipas yang kurang, atau temperatur berubah sedikit saja bisa membuat ayam rentan sakit,” kata lulusan Entrepreneurship & Finance Boston University ini.

Pada penyediaan sapronak, Pitik telah menjalin kerjasama dengan beberapa pihak, salah satunya Charoen Pokphand Indonesia. Kerjasama dengan perusahaan global ini, kata Arief, menunjukkan keseriusannya dalam memberikan pakan berkualitas. Karena, menurutnya, peran pakan sangat signifikan, yakni mengambil bagian 60% dari total biaya pertumbuhan ayam.

Pihaknya kemudian memberikan dukungan tim ahli dalam riset dan pengembangan ternak kepada Kawan Pitik. Tim tersebut membantu memonitor dan menyelesaikan masalah di kandang dengan kunjungan rutin, layanan telepon, dan diskusi online. “Kami ada SOP dalam mengurus ayam. Tim operasional kami ada yang visit seminggu dua kali ke kandang-kandang mereka,” Arief menjelaskan.

Saat ini, menurutnya, Pitik telah memiliki 15 kantor cabang yang tersebar di Pulau Jawa untuk memberikan pelayanan tersebut. Selain itu, setiap kantor juga menjalankan pemasaran untuk menarik lebih banyak peternak yang bergabung.

“Biasanya bikin gathering tiga bulan sekali. Masing-masing cabang bisa menjangkau sampai empat kabupaten di sekitarnya. Ada juga yang sebulan sekali di satu klaster peternak, ada sesi komunitas Kawan Pitik yang aktivitasnya adalah review sebulan terakhir tentang penyakit,” tuturnya.

Pada akhirnya, dalam skema kerjasama ini, Pitik akan membeli seluruh hasil panen Kawan Pitik dengan harga kompetitif, transparan, dan jaminan pembayaran hasil panen yang cepat, maksimal 10 hari. Pihaknya kemudian memasoknya ke hotel, restoran, kafe (horeka) dan digital marketplace.

“Inilah yang menjadi daya tarik kami di mata peternak, ini keunggulan kami dibanding pemain lain, apalagi tengkulak. Setelah ayamnya tumbuh besar, kami akan beli offtake seratus persen dari peternaknya. Kemudian, kami jual ke pasar atau kami olah,” kata Arief.

Setelah bekerjasama dengan Pitik selama setahun, menurutnya, rata-rata peternak bisa menghemat secara FCR (Feed Conversion Ratio) sebesar 10%-15%. “Selain itu, menurut data, kematian ayam ternak di Indonesia mencapai 5% ke atas, sementara itu para Kawan Pitik sudah 5% ke bawah,” ungkapnya.

Peternak yang dijangkau Pitik adalah peternak ayam broiler kelas menengah-atas yang biasanya memiliki ayam minimal 20 ribu ekor. Di sisi lain, Pitik juga menyediakan sewa kandang bagi peternak yang baru memulai. Arief menyatakan, dari berdiri hingga saat ini tidak kurang dari 400 peternak yang tersebar di Pulau Jawa yang sudah menjadi Kawan Pitik.

“Saya melihat Pitik sudah mencapai target lebih cepat dari rencana. Kami sudah menjangkau seluruh Jawa. Total populasi sekarang ada 8 juta ekor ayam, sejak mulai Juli 2021. Jadi, rata-rata per bulan masuk yang baru, kalau dihitung, ya 8 juta dibagi 15 bulan. Kalau revenue kami, di kisaran US$ 10 juta per bulan,” ungkapnya.

Melihat target awal yang sudah tercapai, selanjutnya Arief dkk. berencana untuk fokus membangun ekosistem di area hilir. Pihaknya akan menambah kerjasama dengan rumah potong ayam (RPA) untuk mengolah ayam-ayam tersebut, kemudian dijual ke horeka. Saat ini Pitik pun sudah memiliki merek ayam potong komersial sendiri bernama Hi Chick yang dijual di TransMart.

“Pada pendanaan awal, kami lebih banyak menjual dalam bentuk ayam hidup ke whole seller. Nah, dengan pendanaan terbaru ini, kami sedang membangun ekosistem untuk downstream, kami mulai mengolah ayam hidup ini di RPA,” ungkapnya.

Selain itu, target lainnya yang sedang dikejar adalah ekspor ke Singapura. Arief mengatakan, Pitik sedang dalam proses mengurus izin untuk ekspor ke negara tetangga ini. Dia melihat sebuah peluang dari kebutuhan Singapura yang sedang mencari alternatif, selain dipasok dari Malaysia.

“Jadi, kami punya kandang di Batam, di sana ada Kawan Pitik. Ada 30 kandang. Ini yang sedang disertifikasi. Mungkin kami akan menjadi perusahaan pertama yang mengirim ayam hidup ke sana,” katanya antusias. (*)

Yosa Maulana

www.swa.co.id

# Tag