Youngster Inc. StartUp

Java Fresh, Buah Tropis Indonesia yang Merambah Pasar Dunia

Robert Budianto, Direktur PT Nusantara Segar Global (NSG).
Robert Budianto, Direktur PT Nusantara Segar Global (NSG).

Robert Budianto, Margareta Astaman, dan Swasti Adicita adalah tiga sekawan yang mendirikan PT Nusantara Segar Global (NSG) pada 2014. Perusahaan ekspor ini fokus pada pengembangan buah-buahan tropis Indonesia, seperti manggis, jeruk purut, salak, kelapa, buah naga, durian, dan mangga. NSG telah mengekspor buah-buahan ke 18 negara di dunia dengan merek Java Fresh.

Pasar terbesar Java Fresh saat ini adalah Eropa Barat, China, dan Rusia. “Sebagai contoh, untuk beberapa buah seperti manggis dan jeruk purut, berdasarkan statistik yang diberikan oleh Badan Karantina Pertanian di Prancis maupun Indonesia, Java Fresh menguasai sekitar 70\% pangsa pasar di Prancis. Artinya, bila Anda bepergian ke Paris dan menemukan buah manggis di supermarket atau les Champs-Elysées, kemungkinan besar itu adalah buah Java Fresh,” kata Robert yang juga menjabat Direktur NSG.

Dengan data tersebut,, menurutnya, juga dapat disimpulkan bahwa untuk manggis, volume impor Thailand berada di bawah Indonesia. “Sungguh merupakan prestasi. Mudah-mudahkan akan banyak buah-buahan lain yang menyusul,” ia berharap.

Robert menceritakan, setelah lulus S-1 Chemical and Biomolecular Engineering di Nanyang Technology University (NTU) Singapura, ia mendapatkan grant dari Uni Eropa untuk mengambil studi program magister dan riset di empat negara berbeda di Eropa, yaitu Prancis, Polandia, Spanyol, dan Belanda. Kemudian, salah satu bank di Prancis, BNP-Paribas, yang mendukung young enterpreneurs in agribusiness sector, memberi Robert beasiswa MBA dual degree di Audencia Business Cchool Nantes Prancis dan ESPM Sao Paulo, Brasil untuk belajar agrobisnis.

Kemudian, pada 2012-2014 ia bekerja sebagai project engineer di Hamburg, Jerman. Ketika akhir pekan, biasanya ia ke supermarket Asia untuk mencari kebutuhan memasak. Ia sering menemukan buah-buahan seperti manggis atau durian beku dari Thailand atau Malaysia. “Lalu, saya bertanya kepada diri sendiri, kok jarang ya ada produk segar dari Tanah Air,” Robert mengenang. Ia pun melakukan riset online dan menemukan data: walaupun menjadi salah satu Top 3 produsen buah-buahan tropis, Indonesia tidak masuk dalam Top 10 negara eksportir buah-buahan tersebut.

Lalu, pada 2014, ia ditugaskan ke China untuk membangun ekspansi pabrik baru. Di sinilah, peluangnya menjadi pengusaha semakin terbuka. Dengan bermodalkan bahasa Mandarin yang terbatas hasil belajar dari guru privat dari perusahaannya, ia mulai menelepon berbagai importir buah di China, menawarkan buah dari Indonesia.

“Alhasil, kami bisa mengekspor buah manggis ke China, dan juga menjadi perusahaan pertama dalam sejarah yang mengirimkan buah salak dengan kontainer laut dari Tanjung Priok, Jakarta, sampai Shanghai di 2015,” kata Robert bangga.

Saat awal, pihaknya hanya membidik pasar China karena jumlah rakyatnya yang besar dan kesukaan mereka memakan buah. Di China, durian (yang disebut “king of fruit”) adalah salah satu buah yang paling dicari, tetapi memakan durian harus diimbangi ratunya, manggis (“queen of fruit”), agar kesehatan tubuh tetap seimbang.

Seiring berjalannya waktu, Robert merasa diversifikasi dalam jenis buah dan negara tujuan ekspor diperlukan. Ini terutama karena Indonesia punya berbagai jenis buah yang unik dan layak dikenal di mata dunia.

Namun, untuk bisa menembus negara lain, seperti negara di Eropa, tidaklah mudah. Misalnya, salah satu pembeli pertama Java Fresh di Eropa keheranan ketika ditawari buah manggis. “Pertanyaan mereka, memangnya ada manggis di Indonesia? Karena, biasanya mereka mengimpor dari Thailand, ” Robert menceritakan. Namun, setelah menerima manggis hasil sortasi terbaik dari Java Fresh, mereka langsung berubah pikiran dan mencanangkan Indonesia sebagai negara salah salah penghasil buah berkualitas di dunia.

Terkait pemasok dan petani, pihaknya meyakinkan mereka untuk bekerjasama dengan Java Fresh. Caranya, dengan penerapan cara memanen buah-buahan yang baik, tingkat kematangan yang pas, kemulusan kulit buah, serta penggunaan material kemasan yang ramah lingkungan seperti tanpa peti plastik.

Sampai saat ini, buah Java Fresh kebanyakan berasal dari tiga pulau, yaitu Sumatera, Jawa, dan Bali. Contohnya, manggis Java Fresh dari Sumatera Barat, Tasikmalaya, dan Banyuwangi. Lalu, salak pondoh dari Sleman dan mangga dari Sumedang. Saat ini jumlah karyawan NSG sekitar 100 orang, kebanyakan berada di packing houses Java Fresh di Tasikmalaya, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Sumatera Barat. “Tim yang di headquarter Jakarta lebih bersifat sebagai manajemen dan admin, ada sekitar 10 orang,” ujarnya.

Untuk kapasitas produksi, dikatakan Robert, selama tiga musim terakhir, pihaknya telah mengekspor sekitar 1 juta kg buah segar dari Indonesia. Adapun buah andalannya adalah manggis, yang mencapai 50\% dari total buah yang diekspornya. “Range harga buah-buahan yang ditawarkan beragam, mulai dari US$ 3/kg. Untuk FOB (freight on board term) sampai US$ 10/kg dan untuk CIF term adalah sampai airport/port di negara tujuan,” Robert menginformasikan.

Mengenai strategi promosi dan pemasaran agar bisa bersaing dengan pemain serupa, menurut Robert itu dilakukan melalui sertifikasi, salah satu faktor terpenting untuk menembus pasar di negara-negara Barat. Global GAP (Good Agricultural Practices) dan SMETA – SEDEX (social responsibility) adalah dua contoh sertifikasi internasional yang telah dimiliki perusahaannya dan biasanya menjadi syarat untuk bisa menjual di supermarket besar seperti Lidl di Jerman atau Woolsworth di Australia.

Selain menggarap pasar ekspor, perusahaan ini juga menggarap pasar domestik dengan cara online. “Di pasar domestik, kami tidak memasarkan melalui gerai fisik. Namun untuk pasar internasional, sebagian besar buah kami didistribusikan ke berbagai toko buah dan supermarket besar di Eropa dan China,” kata Robert.

Ia menambahkan, Java fresh masuk ke pasar internasional sejak lima tahun lalu. Adapun pasar domestik, pihaknya baru mulai menjajaki penjualan secara online dalam tiga bulan terakhir. “Untuk itu, perbandingan di antara keduanya masih sangat jauh,” ujarnya.

Diakui Robert, pandemi Covid-19 juga berdampak pada kinerja bisnisnya tahun ini, terutama karena harga airfreight cargo pesawat yang dua kali bahkan tiga kali lipat dari biasanya. “Otomatis volume pun menjadi berkurang karena harga buah-buahan kami menjadi sangat mahal sekali di negara tujuan,” ia mengungkapkan.

Meskipun saat ini perekonomian dunia mengalami pergolakan karena pandemi Covid-19, Robert melihat adanya peningkatan kebutuhan global untuk buah segar yang bisa menambah imunitas tubuh. Hanya saja, peningkatan permintaan ini sedikit terkendala karena adanya lonjakan yang cukup signifikan pada biaya logistik. “Namun, kami tetap optimistis dapat tetap mempertahankan pertumbuhan 15-20\% setiap tahunnya,” ujarnya tandas. (*)

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved