Youngster Inc. StartUp zkumparan

Kisah Elena dan Barefoot Footwear-nya

Jacqualine Elena, owner Pyopp Barefoot Footwear
Jacqualine Elena, owner Pyopp Barefoot Footwear

Alih-alih sedih begitu mendapati anaknya yang berusia 16 bulan didiagnosis dokter ortopedi mengalami flat feet (telapak kaki datar), Jacqualine Elena mempelajari sejumlah jurnal ilmiah. Dan, dia menemukan fakta menarik: orang-orang yang biasa bertelanjang kaki cenderung memiliki otot intrinsik yang lebih kuat dibandingkan mereka yang terbiasa menggunakan sepatu modern. Dia juga menemukan studi bahwa anak di bawah 18 bulan yang memiliki flat feet, kakinya akan melengkung natural jika otot kaki sering dipakai; dan bila memakai sepatu yang salah, bisa mendeformasi struktur kakinya.

Bagi orang lain, studi ini mungkin biasa. Namun, tidak bagi Elena. Berangkat dari apa yang dibacanya, dia mengembangkan Pyopp Barefoot Footwear. Barefoot artinya bertelanjang kaki, tak menggunakan alas kaki. Dengan demikian, barefoot shoes bisa diartikan sepatu yang didesain sedemikian rupa agar saat dipakai terasa seperti bertelanjang kaki.

Sebelum membuat barefoot shoes, Elena sebenarnya fokus memproduksi sepatu klasik dari bahan kulit lewat bendera Pyopp. Studi yang ditemukan membuatnya mengubah haluan bisnisnya. “Konsep barefoot footwear sebenarnya sudah banyak di luar negeri, tetapi belum ada di Indonesia. Sejak saat itu, saya mengubah direction Pyopp menjadi barefoot footwear.”

Perempuan yang pernah malang melintang mengurusi brand management sejumlah perusahaan multinasional itu mengungkapkan, awal perjalanan bisnis barefoot footwear-nya bukan hal yang mudah. Karena konsep ini baru di Indonesia, banyak orang tua yang belum percaya untuk memberikan sepatu ini pada anak-anaknya. Mereka meragukan proteksi sepatu yang solnya tipis ini (sol sepatu Pyopp hanya 2-3,5 mm).

Beberapa koleksi sepatu produksi Pyopp Barefoot Footwear

Mengatasi tantangan ini, Elena menggandeng dokter ortopedi untuk memberikan penjelasan seputar sepatu barefoot. Informasi dokter ini kemudian disebarnya lewat media sosial Pyopp. Secara bersamaan, beberapa pembeli Pyopp rupanya mendengar kalangan dokter anak di luar negeri juga mendukung studi barefoot. Akhirnya, konsep ini pun mulai diterima kalangan ibu-ibu, seiring dengan meningkatnya follower Pyopp di medsos.

Medsos memang sangat diandalkan Elena. Dia menggunakan Instagram Ads dan berkolaborasi dengan influencer yang benar-benar percaya pada barefoot. Banyak di antara mereka yang anaknya tidak mau pakai sepatu sebelumnya, tetapi akhirnya mengenakan Pyopp. Para influencer ini kemudian dimintanya menuliskan honest review berdasarkan pengalaman anak mereka memakai Pyopp, baik berupa tulisan maupun video.

“Kami menggunakan Instagram sejak awal untuk membagikan konten seputar edukasi dan produk. Begitu juga video kolaborasi dengan influencer, sangat membantu perkembangan Pyopp hingga saat ini,” ungkap Elena.

Bermodal awal Rp 300 juta, kini Pyopp mampu mengantongi omset Rp 300 juta-500 juta per bulan. Adapun harga jualnya Rp 300 ribu-450 ribu per pasang. Ke depan, Elena berencana mengeluarkan sepatu barefoot untuk dewasa karena ingin menambah cakupan produknya, baik dari segi model maupun usia.

“Sudah banyak request dari ibu-ibu follower Pyopp yang ingin merasakan sepatu barefoot seperti anaknya,” katanya. Di luar itu, perempuan 32 tahun ini berharap suatu saat bisa merambah pasar luar negeri. (*)

Yosa Maulana & Andi Hana

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved