Management Strategy

Antisipasi Blue Bird terhadap Operasional Taksi Uber

Antisipasi Blue Bird terhadap Operasional Taksi Uber

Berangkat dari munculnya sistem reservasi online yang diusung taksi Uber secara ciamik membuat Chairman Bluebird Group, Bayu Priawan Djokosoetono, berinisiatif untuk memperkuat armadanya. Hal ini dilakukannya sebagai bentuk persiapan menghadapi segala kemungkinan kompetisi yang akan muncul selang berjalannya iklim perdagangan bebas pada Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mendatang.

bdp

Hal ini karena jika ditilik berdasarkan tingkat efektivitasnya, Uber cukup unggul dibanding armada taksi yang ada. Dengan mengadopsi aplikasi online booking ‘Uber Taxi”, yang sangat user friendly, di mana dapat diakses melalui fitur aplikasi pada ponsel pintar, armada ini mampu menyita perhatian masyarakat. Bahkan berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Tempo, lebih dari 50% dari sekitar 700 responden mengaku puas dengan manfaat dari aplikasi tersebut.

Sejalan dengan ekspektasi masyarakat terhadap armada yang telah beroperasi di berbagai kota di belahan dunia tersebut, Bayu mengaku terkesima dengan sistem online booking tersebut, yang menurutnya dapat mengurangi tendensi ‘taksi kosong’ yang selama ini banyak beredar. “Sehingga dengan demikian bisa mengurangi kemacetan”, ujarnya.

Namun untuk dapat melegalisasikan operasional, menurutnya tidak hanya bermodalkan sistem kerja yang canggih. Melainkan juga harus memiliki izin operasional. Inilah yang tidak dimiliki oleh Uber, sehingga seringkali kucing – kucingan dengan pemerintah setempat. Bahkan, izin operasional yang masih menjadi ambigu ini juga ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti di Berlin (Jerman), dan Springfield (Amerika Serikat), dimana pihak yang berwenang sempat melarangnya beroperasi untuk beberapa saat.

Namun seiring dengan akan masuknya era perekonomian terbuka melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, persaingan di bisnis ini bisa jadi semakin ketat. Oleh karena itu harus ada upaya dari pemerintah pusat untuk mengatur regulasi yang mendukung pengusaha lokal. “Dalam pelaksanaannya aturan itu mesti ditaati oleh semua pelaku usaha layanan taksi, termasuk Uber,” ujar Bayu.

Aturan ini menurutnya perlu dilakukan mengingat pentingnya melindungi konsumen apabila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Misalnya saja, jika taksi yang beroperasi itu jelas legalitasnya, maka akan mudah untuk dilacak jika terjadi hal – hal tersebut. Sebaliknya jika legalitasnya tidak jelas, maka sulit untuk menjamin keamanan. “Regulasi itu tidak untuk mengeliminir hadirnya pengusaha asing, namun juga berarti memberi kepastian dan rasa aman kepada konsumen,” tukasnya.

Di samping itu, Bayu juga menghimbau kepada para pengusaha taksi yang telah lama beroperasi di Indonesia untuk membenah diri menghadapi kemungkinan persaingan nanti, bukan malah memberikan stigma negatif. Karena segala kemungkinan untuk merajai bisnis transportasi ini bisa saja terjadi jika pemerintah memberi kesempatan.

Bahkan perlu dicatat juga, sekitar 40 tahun lalu Bluebird juga dapat digolongkan sebagai taksi gelap. Hal itu semata-mata saat karena para perintis perusahaan yang kini punya armada taksi lebih dari 34.000 unit itu memulai usahanya saat belum ada regulasi. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved